Tujuh anggota Khilafatul Muslimin di Wonogiri ditangkap polisi karena menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar tanpa izin. Warga menyebut para guru dan murid di sana sangat tertutup.
Diketahui, para anggota Khilafatul Muslimin yang ditangkap itu mengajar di sekolah yang didirikan di Dusun Jaten RT 001/RW 009 Desa Wonokerto Kecamatan Wonogiri Kota pada 2021. Sekolah itu memanfaatkan sebuah rumah warga yang sudah dibeli.
"Saya tidak ada yang kenal satu pun dengan orang yang ada di sekolahan itu (milik Khilafatul Muslimin), guru maupun anak-anaknya Orang-orangnya tidak pernah berinteraksi dengan warga, tertutup," kata salah satu warga di sekitar sana, Sutrisno, Kamis (16/6/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, warga setempat pernah diajak untuk bergabung dalam beberapa kegiatan yang diselenggarakan di sekolah itu. Namun Sutrisno sendiri tidak berani mengikuti kegiatan tersebut.
Dia sendiri mengaku senang karena saat ini kelompok Khilafatul Muslimin itu telah ditangkap dan sekolahnya ditutup.
"Setelah ditutup ini ya senang. Semua warga tidak sepakat dengan ajaran di sana," kata Sutrisno.
Kepala Desa Wonokerto, Suyanto, mengatakan kelompok Khilafatul Muslimin menolak sejumlah kegiatan atau adat istiadat yang berkembang di Jaten. Sehingga masyarakat sendiri menjadi tidak suka dengan keberadaan mereka di Jaten.
"Ya kegiatan masyarakat itu kan ada kerja bakti, kalau ada orang meninggal dilakukan yasinan dan kegiatan sosial lainnya. Mereka tidak mau ikut," kata dia.
Ia menuturkan, rumah yang digunakan untuk sekolah itu milik warga Jaten berinisial R. Awalnya itu tanah milik orang tua R. Kemudian dibeli oleh R, dan akhirnya digunakan untuk berkumpul bersama kelompoknya itu.
"Awalnya R merantau ke Jakarta. Kemudian pada 2010 kembali ke Jaten dan menempati rumah tersebut. Pada saat itu R masih bolak-balik ke Jakarta. Namun, rumah itu sudah dipakai untuk berkumpul anggota Khilafatul Muslimin," kata Suyanto.
Kepala Dusun Jaten, Priyatno, membenarkan jika kelompok pengelola sekolah ilegal itu jarang mengikuti kegiatan masyarakat.
"Pernah diundang tapi tidak datang, seperti acara kondangan. Sehingga masyarakat sudah nggak mau ngundang lagi kalau ada acara. Tapi kalau acara buka bersama kadang diundang itu datang," kata dia.
"R itu dulu kecil ngaji sama saya. Ngajar TPA juga sama saya, tapi setelah pergi merantau dan pulang ke sini menjadi berbeda pemahamannya," kata Priyatno menambahkan.
(ahr/ahr)