3 dari Sekian Hal yang Menggelisahkan Buya Syafii hingga Akhir Hayatnya

3 dari Sekian Hal yang Menggelisahkan Buya Syafii hingga Akhir Hayatnya

Tim detikJateng - detikJateng
Jumat, 27 Mei 2022 12:53 WIB
Buya Syafii Maarif di rumahnya, Sleman, Kamis (15/8/2019).
Buya Syafii Maarif di rumahnya, Sleman, Kamis (15/8/2019). Foto: Usman Hadi/detikcom
Solo -

Bangsa Indonesia berduka. Prof Dr H Ahmad Syafii Maarif yang akrab disapa Buya Syafii telah meninggalkan bangsa ini selama-lamanya hari ini, Jumat (27/5/2022) pukul 10.15 WIB di RS PKU Muhammadiyah Gamping, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Namun, kepulangan Buya tak hanya meninggalkan nama. Cendekiawan yang sepanjang hidupnya gelisah memikirkan bangsa Indonesia ini juga telah mewariskan banyak buah pemikirannya yang menjadi khazanah intelektual yang berharga.

Dalam pengantar buku Merawat Pemikiran Buya Syafii, Keislaman, Keindonesiaan dan Kemanusiaan (MAARIF Institute for Culture and Humanity, 2019), Direktur Eksekutif MAARIF Institute Abd Rohim Ghazali mengatakan, gagasan-gagasan Buya selama ini bukanlah renungan intelektual dari tokoh yang berada di atas menara gading.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Buya tak sekadar menyuarakan pergerakan moral dan memberi masukan-masukan yang bermanfaat bagi bangsa Indonesia melalui tulisannya. Tapi Buya juga terlibat secara intens dan serius sebagai pelaku utama dalam hal ihwal pergerakan sosial, keagamaan, dan politik di Indonesia yang bergerak di luar sistem praktis.

Menurut Abd Rohim Ghazali, ada beberapa kegelisahan Buya yang terus-menerus dia pikirkan. Pertama, soal mengentalnya budaya arabisme di masyarakat. Buya menilai, pemakaian simbol-simbol Arab di ruang publik bisa dimaknai sebagai wujud ketidakpercayaan diri umat Islam Indonesia akan entitas budayanya sendiri.

ADVERTISEMENT

"Meski begitu bukan berarti Buya Syafii antiArab. Hanya saja ia selalu menyerukan agar bersikap kritis bahwa Arab dan Islam adalah dua variabel yang berlainan dan harus dibedakan (MAARIF Institute, 2019: xi).

Kedua, soal anomali kehidupan demokrasi. Yang paling menyita perhatian Buya, tulis Abd Rohim Ghazali, adalah tingkah pongah para elit yang "tuna visi dan misi", politisi yang hanya mengedepankan kepentingan pragmatis dan abai terhadap hak-hak hidup masyarakat.

Ketiga, soal rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia. Bagi Buya, perbaikan kualitas pendidikan adalah cara paling ideal yang bisa ditempuh untuk mendongkel manusia Indonesia. Kepada anak-anak muda, Buya sering berpesan untuk memahami kondisi negeri ini.

"Setidak-tidaknya dimulai dari bagaimana negeri ini bisa terbentuk. Agar kelak dapat menjadi pemeran utama dalam proses memajukan bangsa (MAARIF Institute, 2019: xii).




(dil/mbr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads