BPN Magelang Dilaporkan ke Ombudsman soal Sertifikat Tanah di Borobudur

BPN Magelang Dilaporkan ke Ombudsman soal Sertifikat Tanah di Borobudur

Eko Susanto - detikJateng
Selasa, 10 Mei 2022 20:35 WIB
Dokumen letter C milik Desa Borobudur.
Dokumen leter C milik Desa Borobudur (Eko Susanto/detikJateng)
Magelang -

Desa Borobudur di Kecamatan Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, melaporkan dugaan maladministrasi yang dilakukan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Magelang ke Ombudsman Perwakilan Jateng. Laporan ini terkait dengan penerbitan sertifikat tanah milik Kemendikbud-Ristek di Candi Borobudur.

Adapun laporan tersebut dilayangkan Desa Borobudur ke Ombudsman Perwakilan Jateng pada Rabu (13/4). Hal ini karena pihak Desa Borobudur meyakini tanah seluas 7 hektare yang berada di Zona 1 Candi Borobudur miliknya.

"Maladministrasi yang dilakukan Badan Pertanahan berkaitan dengan tanah Candi Borobudur. Tanah candi itu tanah kas desa yang dimiliki Desa Borobudur sesuai keyakinan kami. Sesuai bukti yang kami miliki," kata Sekretaris Desa Borobudur Ichsanusi kepada wartawan di ruang kerjanya, Selasa (10/5/2022).

Ichsanusi menuturkan Desa Borobudur telah berkali-kali menggelar musyawarah. Selain musyawarah, juga dilakukan mediasi sebanyak tiga kali.

"Dalam perjalanan kami dan BKB (Balai Konservasi Borobudur) melakukan upaya pada ending-nya pernah dimediasi di BPN, seingat saya tiga kali. Yang itu kami mediasi dinyatakan status quo oleh BPN. Setelah status quo, kita kena pandemi. Saya berpikir untuk tidak ada ancang-ancang melakukan sertifikat. Dalam perjalanan, tiba-tiba pihak konservasi atau Kemendikbud itu melakukan permohonan sertifikat," katanya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ichsanusi mengatakan sengketa ini dimulai sekitar 2014. Menurutnya, sewaktu ada pemugaran candi, dibutuhkan tempat untuk meletakkan batu-batu.

"Tanah yang digunakan untuk meletakkan batu itu tanah kas desa kami. Kalau ukuran kira-kira 7 hektare. Kami di situ banyak kas desa kami," ujarnya.

ADVERTISEMENT

"Di sekitaran candi banyak, ada makam itu kas desa. Kalau makam dulu itu dibeli, ada bukti jual belinya. Lucunya, di makam itu dilakukan tukar guling pembelian, yang di area candi tidak dilakukan pembelian, tiba-tiba disertifikat," terang dia.

Ichsanusi menyebut pihaknya mengantongi bukti leter C. Dia berharap ada pelaku sejarah yang bisa dimintai kesaksian.

"Kami masih leter C. Mungkin pelaku sejarah yang masih hidup bisa memberi kesaksian. Ada peta blok yang kami miliki. Bukti kami hanya itu," tuturnya.

Berharap ada solusi atas sengketa tanah tersebut, pihaknya melaporkan dugaan maladministrasi ke Ombudsman Perwakilan Jawa Tengah.

"Langkah kami melakukan laporan ke Ombudsman, tapi memang kami cukup kecele karena di Ombudsman mengatakan aduan antarinstansi pemerintah itu tidak akan dilanjutkan. Kami semakin tidak punya pijakan apa yang akan dilakukan ke depan," ujarnya.

Ombudsman terima laporan April

Dihubungi terpisah, Kepala Ombudsman Perwakilan Jawa Tengah Siti Farida mengatakan pihaknya menerima laporan tersebut sebelum Lebaran, tepatnya pada April lalu. Setelah itu, dilakukan verifikasi secara formil mengenai kelengkapannya.

"Itu memang ada yang belum sesuai karena laporan ke kami masih atas nama pemerintah desa. Padahal, yang menyampaikan ke kami, atas nama warga masyarakat. Sudah kami terima substansi laporannya. Kami juga mengharapkan pelapor memperbaiki administrasinya. Karena kalau masih menggunakan pemerintah desa, itu tidak boleh," jelas Siti.

Dia menerangkan sengketa antarpemerintahan itu bukan kewenangan Ombudsman. Karena itu, dia menyebut harus ada perwakilan dari warga yang melaporkan dugaan maladministrasi tersebut.

"Sengketa antarpemerintahan itu bukan kewenangan Ombudsman. Yang menjadi kewenangan, yang bisa melapor itu adalah masyarakat, kelompok masyarakat, warga negara, atau badan hukum itu masih bisa menyampaikan laporan ke kami," katanya.

Meski begitu, pihaknya menyarankan agar ada musyawarah.

"Yang paling utama kami berharap ada penyelesaian musyawarah mufakat. Ini yang sangat penting. Kalau masih ada solusi yang bisa dilakukan, kenapa bukan itu (musyawarah) kita upayakan," ujarnya.

BKB angkat bicara soal penerbitan sertifikat

Ditemui terpisah, Pamong Budaya Ahli Madya Balai Konservasi Borobudur (BKB) Yudi Suhartono mengatakan bukan kewenangannya untuk menyampaikan soal penerbitan sertifikat tersebut.

"Itu, saya tidak mau ngomong. Bukan kewenangan kita. Itu kan sudah di Kemendikbud. Saya tidak bisa ngomong itu," cetus Yudi.

BPN Magelang kekeh tanah yang disoal milik Kemendikbud

Saat ditemui di kantornya, Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Magelang, Suroso mengatakan ada beda versi dengan pihak desa. Dia menyebut aset yang diklaim sebagai tanah desa tersebut sudah masuk data Kemendikbud-Ristek.

"Memang aset Kemendikbud, jadi diproses (sertifikat) sesuai ketentuan yang berlaku. Luas hasil pengukuran 6,6 hektare di Candi Borobudur," ujarnya.

Terkait dengan laporan ke Ombudsman, Suroso tak ambil pusing. Menurutnya, pelaporan itu merupakan hak warga.

"Kurang tahu (kalau ada laporan). Itu hak desa, kurang puas ya monggo," pungkas Suroso.




(ams/sip)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads