Di Wonogiri terdapat sebuah masjid tua yang mempunyai situs sejarah, yakni Masjid Tiban Wonokerso. Masjid yang dibangun menggunakan kayu itu berada di Dusun Tekil Kulon RT 001/RW 005, Desa Sendangrejo, Kecamatan Baturetno.
"Masjid ini sudah ada lama, sejak zaman para wali. Sekitar 600 tahun lalu," kata Juru Peliharan Masjid Tiban Wonokerso, Warto (54), saat ditemui detikJateng, Kamis (7/4/2022).
Ia menuturkan, tidak ada yang tahu secara pasti kapan Masjid Tiban Wonokerso berdiri, bahkan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah tidak berhasil menemukan kepastian kapan masjid itu dibangun. Hanya saja, diperkirakan masjid itu ada sejak 1479 Masehi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Warto, Masjid Tiban Wonokerso lebih dulu ada sebelum Masjid Agung Demak dibangun. Konon, masjid itu dibangun saat para wali sedang mencari kayu untuk membangun Masjid Demak.
Saat mencari kayu, para wali menelusuri Sungai Bengawan Solo. Kemudian berjalan ke arah selatan dan berhenti di sebuah hutan. Namun, di hutan itu para wali tidak menemukan kayu yang cocok untuk digunakan membangun Masjid Demak.
"Akhirnya para wali yang dipimpin Sunan Kalijaga itu membuat persinggahan, yang saat ini Masjid Wonokerso ini. Selain digunakan untuk sembahyang dan istirahat, masjid digunakan untuk bermujahadah, meminta petunjuk kepada Allah untuk ditunjukkan kayu yang bisa digunakan membangun Masjid Demak," ungkap dia.
![]() |
Setelah mendapatkan petunjuk, para wali meninggalkan persinggahan itu dan berjalan mencari kayu ke arah timur. Tempat yang dituju para wali untuk mencari kayu itu dikenal dengan sebutan Hutan Donoloyo. Kini hutan itu masuk wilayah Kecamatan Slogohimo, Wonogiri.
Setelah ditinggal para wali, bangunan masjid itu tertutup oleh hutan. Selang ratusan tahun, sekitar 1741 Masehi masjid itu ditemukan oleh Raden Mas Said atau yang dikenal dengan julukan Pangeran Sambernyawa. Saat itu, Raden Mas Said dikejar penjajah Belanda dan berlari ke arah selatan.
"Raden Mas Said lantas bersembunyi di semak-semak tengah hutan, dan saat itu Belanda tidak tahu persembunyian Mas Said dan pasukannya. Setelah itu Mas Said baru menyadari jika yang digunakan untuk bersembunyi adalah sebuah masjid," terang Warto.
Sejak saat itu, kata Warto, masjid mulai difungsikan. Bangunan masjid pun masih berdiri kokoh dan bangunannya asli masih terjaga. Sejak 1996, Masjid Tiban Wonokerso masuk dalam benda cagar budaya. Masjid tersebut telah ditetapkan sebagai cagar budaya dan dilindungi UU No. 11/2011 tentang Cagar Budaya.
"Masjid ini dari kayu jati asli, 99 persen masih asli dari dulu. Sebagian kecil ada yang diganti. Kelihatan kalau kayu lama atau baru itu. Sebagian tiang penyangga ada ukirannya," paparnya.
Warto mengatakan, luas masjid itu 6x7 meter persegi. Pada 1982 ditambahi serambi masjid yang dibangun dengan dinding tembok dan beralaskan keramik. Namun, bangunan aslinya masih tetap ada dan terjaga. Bangunan serambi tidak boleh lebih tinggi dibandingkan bangunan asli.
"Direnovasi satu kali pada 2002. Karena sudah beberapa ratus tahun. Kayunya dibersihkan menggunakan air, kemudian dikasih obat anti rayap. Tapi bangunannya masih tetap, tidak berubah," katanya.
![]() |
Arsitektur Masjid Tiban Wonokerso sederhana, atapnya tumpang dua.
Masjid itu seperti panggung atau dalam istilah Jawa disebut dianjang. Bangunan masjid berdiri di atas sejumlah batu umpakan. Atap masjid yang dulu hanya kayu, saat ini di atasnya diberi genting.
Pintu masuk masjid berukuran 1Γ1 meter. Sehingga saat hendak masuk ke dalam masjid, jemaah harus menundukkan badan. Di dalamnya, terdapat empat pilar kayu. Ada juga mimbar yang terbuat dari kayu dan mempunyai bentuk unik.
Warto mengatakan, saat ini masjid difungsikan sebagaimana masjid pada umumnya. Seperti salat lima waktu, jumatan, pengajian dan lain-lain. Ia tidak menampik jika beberapa orang dari luar daerah, banyak yang datang ke masjid itu.
"Biasanya kalau ramai malam Jumat. Kalau Ramadan pas malam ganjil pada sepuluh hari terakhir. Biasanya ya salat, berdoa dan meminta petunjuk kepada Allah. Dinamakan masjid tiban karena tidak tahu siapa yang membuat awalnya. Karena itu kan yang menemukan Raden Mas Said," kata Warto.
(rih/ams)