Draf RUU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menuai kontroversi karena tidak mencantumkan kata 'madrasah' sebagai jenis-jenis pendidikan di Indonesia. Pakar pendidikan UNY Arif Rohman mengatakan penghilangan kata madrasah dalam draf RUU itu bisa menimbulkan banyak masalah.
"Adanya penghilangan kata madrasah di dalam draf rancangan undang-undang pendidikan itu akan menimbulkan suatu bentuk-bentuk eliminasi terhadap posisi madrasah," kata Arif saat dihubungi wartawan, Selasa (29/3/2022).
Arif lalu menyebutkan sisi historis madrasah. Menurutnya, jauh sebelum Indonesia merdeka, keberadaan madrasah-madrasah di pedesaan yang input di dalam pesantren itu sudah ada.
"Aneka macam madrasah itu sebenarnya sudah ada, sudah hidup di dalam masyarakat. Sehingga ketika penghilangan kata madrasah dalam draf RUU itu sama dengan mengeliminasi posisi strategis maupun historis dari madrasah itu sendiri," ujarnya.
Dosen Fakultas Ilmu Pendidikan itu menilai madrasah punya posisi strategis dan punya nilai manfaat di masyarakat.
"Terutama dalam era sekarang yang istilahnya pendidikan karakter itu. Madrasah jauh punya sumbangan untuk pembentukan karakter generasi muda, anak-anak bangsa, sekolah-sekolah ini. Kalau menurut pandangan saya jauh lebih signifikan dibanding sekolah umum. Meskipun kita juga menghargai sekolah umum ya," tegasnya.
Arif menuturkan kata madrasah seharusnya tercantum dalam RUU Sisdiknas. Sehingga eksistensi madrasah itu tetap diakui, dan mendapat proyeksi untuk pengembangan madrasah ke depan.
"Kenapa di undang-undang Sisdiknas kok malah dihilangkan, ini namanya menafikkan posisi madrasah," sebutnya.
"Sebaiknya kata madrasah itu juga ada. Jadi istilahnya (sekolah) garis miring itu madrasah supaya ada semacam kesepahaman yang lebih komprehensif antara istilah sekolah dan madrasah," pungkasnya.
(ams/ahr)