Ibu berinisial KU (35) di Kecamatan Tonjong, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, yang menggorok leher tiga anaknya pada Minggu (20/3) lalu belum ditetapkan sebagai tersangka. Polisi masih menunggu hasil pemeriksaan kondisi kejiwaan ibu tersebut.
"Belum dilakukan pemeriksaan akibat kondisi kejiwaannya," kata Kapolres Brebes AKBP Faisal Febrianto, Selasa (22/3/2022).
Akibat peristiwa itu, satu anak KU meninggal. Sedangkan dua anak lainnya dirawat di RSUD Prof Dr Margono Purwokerto, Banyumas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut dokter spesialis kesehatan jiwa RSUD Dr Soeselo Slawi, dr Glorio Immanuel, KU masih bisa diajak berkomunikasi. Bahkan, KU juga menceritakan tentang usahanya yang terdampak pandemi COVID-19.
"Bahkan (masih) mengingat kejadian pada enam bulan lalu. Saat itu pelaku masih menjadi seorang perias kecantikan di salon. Kemudian, sejak pandemi COVID-19, ia pun terdampak dan terpaksa menganggur," kata dr Glorio kepada wartawan, Senin (21/3) lalu.
Glorio menambahkan, KU juga bercerita tentang caranya bertahan hidup selama pandemi.
"Untuk kebutuhan hidup, ia hanya mengandalkan penghasilan dari suami yang bekerja di Jakarta," imbuh dr Glorio.
Ada tiga tahap pemeriksaan kejiwaan terhadap KU, yaitu pemeriksaan psikiatri, profil kepribadian, dan kecerdasan pasien. Senin lalu, tim dokter belum meminta keterangan KU soal peristiwa nahas pada Minggu (20/3) dini hari itu. Sebab, KU disebut masih ketakutan melihat orang banyak.
"Soal kejadian Minggu pagi belum kami tanyakan. Pelaku kerap takut," jelas dr Glorio.
Sementara itu, dua anak KU telah meninggalkan RSUD Prof Dr Margono Purwokerto, Rabu (23/3) lalu. Dua bocah berumur 10 tahun dan 5 tahun itu kini menempati Rumah Aman milik Kemensos.
"Sengaja ditempatkan di situ supaya tenang, tidak ada yang menjenguk. Ini untuk menghilangkan trauma psikis korban. Selama di sana juga akan didampingi psikolog," ungkap Kepala Dinas Sosial Brebes, Masfuri, Kamis (24/3).
Menurut psikolog klinis di Puskesmas Mlati I, Mufliha Fahmi, tanggung jawab penanganan kesehatan mental tidak bisa sepenuhnya diserahkan kepada individu. Dalam tulisannya yang terbit di detiknews pada Kamis (24/3) lalu, Mufliha menyoroti kasus KU tersebut.
Mufliha menambahkan, isu kesehatan mental masyarakat bawah tidak mudah untuk diselesaikan karena nyaris selalu beririsan dengan isu kemiskinan.
"Orang-orang seperti KU tidak hanya memiliki sumber daya yang terbatas untuk memulihkan diri dengan memanfaatkan layanan kesehatan mental yang ketersediaannya juga terbatas, bahkan kemiskinan yang mencengkeramnya menjadi pemberat yang menyeret dan menjerembabkannya dalam lubang gelap gangguan mental," tulis Mufliha. Simak tulisan lengkap Mufliha di sini
(dil/rih)