Pemerintah China enggan menyebut tindakan Rusia sebagai invasi dan justru menyerang balik dengan menyalahkan Amerika Serikat yang disebut sebagai pihak yang menyulut api. Selain itu, China juga melonggarkan pembatasan ekspor gandum dari Rusia.
Menanggapi hal itu, Pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Muhadi Sugiono melihat sikap China tak sepenuhnya salah. Berkaca dari perundingan awal, Rusia meminta agar Ukraina tidak masuk dalam NATO, tapi oleh Amerika ditolak.
"Sebenarnya tidak sepenuhnya salah juga gitu karena Amerika seperti saya katakan tadi di awal, perundingannya kan memang Rusia menekankan, saya (Rusia) itu butuh jaminan kamu (AS) tidak akan masukkan Ukraina ke NATO tetapi karena Amerika mengatakan: 'saya nggak mau itu', sama sekali tidak mau menerima, concern Rusia tentang keanggotaan itu," kata Muhadi kepada wartawan, Jumat (25/2/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal itu lah yang menurut Muhadi menjadi kesalahan fatal dari Amerika sehingga memicu konflik. "Jadi tetap saja itu Amerika tetap membuka ruang untuk Ukraina menjadi anggota NATO. Nah itu yang menurut saya merupakan kesalahan fatal gitu ya," katanya.
Muhadi menyebut situasi saat ini mirip dengan insiden Teluk Babi pada zaman Presiden Kennedy. "Jadi kalau sekarang kita misalkan zaman dulu Kennedy itu sampai hampir terjadi perang nuklir di Teluk Babi itu ya situasinya sama seperti sekarang," imbuh Muhadi.
Sejumlah negara mulai dari Amerika Serikat hingga Uni Eropa sudah menjatuhkan sanksi dan mengecam invasi yang dilakukan Rusia ke Ukraina. Muhadi mengatakan, selain negara-negara lain, PBB sebenarnya bisa menjatuhkan sanksi ke Rusia.
"Negara-negara sudah menjatuhkan sanksi kepada Rusia ya. PBB tergantung Dewan Keamanan nanti kalau mereka bersidang dan memungkinkan bisa saja menjatuhkan sanksi," kata Muhadi.
Sanksi yang bisa dijatuhkan ke Rusia, kata Muhadi, bisa berupa sanksi ekonomi seperti yang dilakukan saat ini. Negara-negara Barat menargetkan bank-bank Rusia dan para konglomerat yang dekat dengan pemerintah dan pejabat Rusia.
"Sanksinya kalau sekarang kan ekonomi yang paling banyak ya, yang paling banyak dilakukan sanksi ekonomi. Itu yang dimaksudkan untuk melumpuhkan perekonomian dan sumber daya Rusia untuk melakukan agresi," kata Muhadi.
(aku/sip)