MUI DIY Nilai Menag Tak Sedang Bandingkan Azan dan Gonggongan, Tapi...

MUI DIY Nilai Menag Tak Sedang Bandingkan Azan dan Gonggongan, Tapi...

Heri Susanto - detikJateng
Kamis, 24 Feb 2022 16:14 WIB
Menag Yaqut bandingkan aturan toa Masjid dengan gangguan suara anjing
Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas. (Foto: Raja Adil Siregar/detikcom)
Yogyakarta - Majelis Ulama Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta (MUI DIY) menilai Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas tidak sedang membandingkan azan dan gonggongan anjing seperti yang sedang ramai dibahas. Ketua MUI DIY Prof KH Machasin MA meminta agar fokus kembali pada pesan utama dari Menag Yaqut.

"Jadi ndak ada itu membandingkan azan dan gonggongan anjing," kata Machasin, saat dihubungi detikJateng, Kamis (24/2/2022).

Machasin menilai analogi yang digunakan Menag Yaqut dengan membandingkan azan dan gongongan anjing, adalah untuk memperlihatkan dua sudut pandang. Ia yakin Menag Yaqut tidak dalam posisi membandingkan azan dan gonggongan anjing.

"Hanya plintiran orang yang ingin mengaburkan pesan pokok Gus Menteri," katanya.

"Sebaiknya mencermati substansi pesan pokok dari Gus Menteri," kata Machasin.

Diberitakan sebelumnya, Menag Yaqut menerbitkan surat edaran mengatur penggunaan Toa di masjid dan musala. Saat menjelaskan aturan itu, Menag Yaqut menyinggung soal gonggongan anjing.

"Soal aturan azan, kita sudah terbitkan surat edaran pengaturan. Kita tidak melarang masjid-musala menggunakan Toa, tidak. Silakan. Karena itu syiar agama Islam," katanya di Gedung Daerah Provinsi Riau, Rabu (23/2).

Meskipun begitu, ia minta volume suara Toa diatur maksimal 100 dB (desibel). Selain itu, waktu penggunaan disesuaikan di setiap waktu sebelum azan.

"Tetapi ini harus diatur bagaimana volume speaker tidak boleh kencang-kencang, 100 dB maksimal. Diatur kapan mereka bisa mulai gunakan speaker itu sebelum dan setelah azan. Tidak ada pelarangan," Yaqut menegaskan.

Yaqut menilai aturan dibuat hanya untuk menciptakan rasa harmonis di lingkungan masyarakat. Termasuk meningkatkan manfaat dan mengurangi yang tidak ada manfaatnya.

"Aturan ini dibuat semata-mata hanya untuk membuat masyarakat kita semakin harmonis. Meningkatkan manfaat dan mengurangi ketidakmanfaatan," katanya.

Yaqut menilai suara-suara Toa di masjid selama ini adalah bentuk syiar. Hanya, jika dinyalakan dalam waktu bersamaan, akan timbul gangguan.

"Karena kita tahu, misalnya ya di daerah yang mayoritas muslim. Hampir setiap 100-200 meter itu ada musala-masjid. Bayangkan kalau kemudian dalam waktu bersamaan mereka menyalakan Toa bersamaan di atas. Itu bukan lagi syiar, tapi gangguan buat sekitarnya," katanya.

"Kita bayangkan lagi, saya muslim, saya hidup di lingkungan nonmuslim. Kemudian rumah ibadah saudara-saudara kita nonmuslim menghidupkan Toa sehari lima kali dengan kenceng-kenceng, itu rasanya bagaimana," kata Yaqut lagi.

Ia kemudian mencontohkan suara-suara lain yang dapat menimbulkan gangguan. Salah satunya suara gonggongan anjing.

"Yang paling sederhana lagi, kalau kita hidup dalam satu kompleks, misalnya. Kiri, kanan, depan belakang pelihara anjing semua. Misalnya menggonggong dalam waktu bersamaan, kita ini terganggu nggak? Artinya apa? Suara-suara ini, apa pun suara itu, harus kita atur supaya tidak jadi gangguan. Speaker di musala-masjid silakan dipakai, tetapi tolong diatur agar tidak ada terganggu," katanya.


(sip/rih)


Hide Ads