Napak Tilas Pindahan Kerajaan Mataram dari Kartasura ke Desa Sala

Napak Tilas Pindahan Kerajaan Mataram dari Kartasura ke Desa Sala

Tim detikJateng - detikJateng
Kamis, 17 Feb 2022 05:32 WIB
Naga di kamandungan Keraton Solo, Jumat (31/12/2021).
Kamandungan Keraton Solo. Foto: Bayu Ardi Isnanto/detikJateng
Solo -

Hari ini, Kamis, 17 Februari 2022, Kota Solo merayakan ulang tahunnya yang ke-277. Dalam situs resminya, DPRD Kota Solo menyebut eksistensi kota ini dimulai setelah Kesultanan Mataram memindahkan kerajaannya dari Kartasura ke Desa Sala.

"Secara resmi, keraton mulai ditempati pada 17 Februari 1745," dikutip dari dprd.surakarta.go.id. Terlepas dari adanya perbedaan pendapat ihwal kapan tepatnya hari jadi Kota Solo, ada baiknya kita juga mengenal proses pindahan kerajaan itu berlangsung.

Pada hari yang spesial bagi Kota Solo ini, detikJateng akan mengajak pembaca menapak tilas perjalanan bersejarah yang terjadi hampir tiga abad lalu itu. Simak kisahnya berikut ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Gegap-gempita di Alun-alun Kartasura

Pagi itu, Sunan Pakubuwono (PB) II beserta keluarganya pindahan dari Kartasura ke Desa Sala. Ada sekitar 50 ribu orang yang menyertai kepindahan keluarga dinasti Mataram itu, dari abdi dalem, sentana dalem, prajurit Kompeni, prajurit Jawa, dan rakyat tentu saja.

ADVERTISEMENT

Dalam buku Dinamika Kehidupan Religius Era Kasunanan Surakarta (Supariadi dkk, 2017:34) disebutkan, perpindahan itu dilakukan pada Rabu Pahing, 17 Sura, Je, sengkalan: Kombuling puja aryarsa ing Ratu (1670 Jawa = 1745 M).

Prosesi perpindahan itu berlangsung gegap-gempita. Keberangkatan rombongan dari Alun-alun Kartasura dilepas dengan tembakan meriam dan senapan, serta bunyi-bunyian sejumlah alat musik yang berkelindan dengan suara gamelan.

"Seluruh negara hiruk-pikuk pindah istana (Tus Pajang, 1931:31)," dikutip dari buku Toponim Surakarta Keragaman Budaya Dalam Penamaan Ruang Kota (2010) yang ditulis Sudharmono, Widi Waskita Wardoyo, Radjiman, Heri Priyatmoko, Warto, dan disunting oleh Restu Gunawan.

12 Kilometer dalam 10 Jam

Desa Sala hanya berjarak sekitar 12 kilometer di timur Kartasura (Ricklefs, 2007:217). Meski demikian, perjalanan rombongan tersebut memakan waktu sekitar sepuluh jam. Sebab, banyak wanita dan anak-anak yang turut dalam arak-arakan. Belum lagi barang bawaannya yang seabrek.

Di tengah perjalanan, tepatnya di Pasar Jungke, rombongan itu singgah sejenak untuk melepas penat sembari menikmati alunan musik klenengan. Singkat cerita, mereka baru tiba di Desa Sala sekitar pukul lima sore (Supriadi dkk, 2017:34).

Penamaan Surakarta Hadiningrat

Keesokan harinya, Sunan PB II mengadakan pertemuan agung di Sasana Sumewa (Pagelaran). Dalam persamuhan itu, Raja menetapkan negara barunya dengan nama Surakarta Hadiningrat.

Penamaan tersebut mengikuti naluri leluhur bahwa kerajaan Mataram awalnya berpusat di Karta, kemudian pindah ke Pleret, lalu ke Wanakarta (yang diubah namanya menjadi Kartasura), dan terakhir ke Desa Sala sampai sekarang.

"Surakarta Hadiningrat berarti: harapan akan terciptanya negara yang tata tentrem karta raharja (teratur, tertib, aman, dan damai), tetapi harus disertai dengan tekad dan keberanian menghadapi segala rintangan yang menghadang (sura) untuk mewujudkan kehidupan dunia yang indah (Hadiningrat)," (Supriadi dkk, 2017:34).

Sebulan Pesta Rakyat

Setelah penamaan kerajaan baru itu, kemudian diadakan doa syukuran. Selanjutnya, upacara perpindahan kerajaan itu ditutup dengan upacara penanaman pohon beringin kurung kembar di Alun-alun Utara dan Selatan. Menurut M. C. Ricklefs dalam bukunya Sejarah Indonesia Modern 1200 - 2004, istana baru tersebut sama tidak stabilnya dengan istana lama.

Meski demikian, Supriadi dkk menuliskan, warga kota baru itu diperkenankan mengadakan bujana handrawinma alias berpesta di tempat tinggal masing-masing atau bersama dengan para pembesar atau pemimpin selama sekitar sebulan.




(dil/dil)


Hide Ads