Matahari Bakal Terbenam Lebih Lambat di Jogja-Cilacap Besok, Kok Bisa?

Matahari Bakal Terbenam Lebih Lambat di Jogja-Cilacap Besok, Kok Bisa?

Tim detikcom - detikJateng
Jumat, 28 Jan 2022 05:15 WIB
Pemandangan matahari terbenam kerap dinanti wisatawan saat berkunjung ke pantai. Seperti foto ini yang menampilkan matahari terbenam di Tanjung Kasuari, Papua.
Foto ilustrasi matahari terbenam di tanah Papua. (Foto: Agung Pambudhy)
Jogja -

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) menyampaikan matahari bakal terbenam lebih lambat jika diamati di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara pada 25-31 Januari 2022 ini. Khusus untuk Jogja dan Cilacap, matahari bakal terbenam lebih lambat pada 29 Januari besok. Seperti apa penjelasannya?

Mengutip situs lapan.go.id, Jumat (28/1/2022), fenomena ini terkait dengan rotasi bumi. Seperti diketahui, bumi berotasi terhadap sumbunya dengan kemiringan 66,6 derajat terhadap bidang edar atau ekliptika.

Secara bersamaan bumi juga mengelilingi matahari dengan sumbu rotasi yang miring itu. Miringnya sumbu rotasi bumi saat mengelilingi matahari ini mempengaruhi waktu terbit matahari selama satu tahun, baik itu lebih cepat atau pun lebih lambat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Analoginya saat sumbu di belahan utara dan kutub utara bumi miring ke matahari, maka matahari akan terbit lebih cepat dan terbenam lebih lambat di belahan utara bumi. Hal ini terjadi saat solstis Juni, yakni saat matahari berada paling utara saat tengah hari. Peristiwa solstis ini biasa terjadi setiap tanggal 20/21 Juni setiap tahunnya.

Di sisi lain, sumbu rotasi di belahan selatan dan kutub selatan bumi miring menjauhi matahari. Akibatnya matahari terbit lebih lambat dan terbenam lebih cepat di belahan selatan bumi. Fenomena ini biasa terjadi saat solstis Desember, yakni ketika matahari berada di paling selatan saat tengah hari. Peristiwa ini biasa terjadi setiap tanggal 21/22 Desember setiap tahunnya.

ADVERTISEMENT

Penjelasan soal matahari terbit atau terbenam lebih lambat ketika solstis hanya akan terjadi ketika penunjuk waktu yang kita gunakan berdasarkan bayangan matahari saja. Jenis waktu ini dinamakan matahari sejati atau waktu sejati atau waktu istiwak (sundial time).

Hal ini bakal membuat matahari berkulminasi atau mencapai titik tertinggi di atas ufuk selalu pada pukul 12 menurut waktu sejati. Namun, deklinasi matahari (sudut yang dibentuk antara katulistiwa dengan ekliptika) bervariasi satu tahun antara -23,4 derajat hingga +23,4 derajat.

Selain itu orbit bumi yang membentuk elips dengan kelonjongan 1/60, mengakibatkan interval dua transit matahari yang berurutan (disebut juga 1 hari surya) menjadi tidak seragam melainkan bervariasi antara 23 jam 59 menit 40 detik hingga 24 jam 0 menit 30 detik. Akumulasi dari selisih antara 1 hari tropis (tepat 24 jam) dengan 1 hari surya kemudian disebut sebagai perata waktu.

Perata waktu bakal bernilai minimum pada 11 Februari dengan nilai -14 menit 11 detik. Hal ini karena deklinasi matahari semakin positif (menjauhi deklinasi minimum saat solstis dan mendekati ekuinoks) dan bumi menjauhi titik teredkat dari matahari atau perihelion.

Selain itu matahari bakal terbenam lebih akhir bagi pengamat di belahan selatan jika menggunakan waktu sejati. Dua kombinasi ini perata waktu dan waktu terbenam matahari yang menyebabkan akan terbenam lebih lambat di bagian belahan bumi selatan, khususnya belahan selatan Indonesia seperti Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.

Tak hanya itu, beberapa kota di Maluku dan Papua bakal mengalami matahari terbit lebih awal. Di antaranya Kepulauan Tanimbar pada Sabtu (29/1) pukul 18.41 WIT, dan Merauke pada Jumat-Sabtu (28-29/1) pukul 18.06 WIT.

Fenomena ini bakal terjadi setiap tahun dengan waktu terbenam matahari dan tanggal yang kurang lebih sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Sekitar 10 bulan kemudian, sejak 13-18 November 2022 matahari bakal terbit lebih cepat untuk Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.

Fenomena alam ini lazim terjadi setiap tahunnya, jadi sedulur tidak perlu panik.




(ams/ams)


Hide Ads