Jalur pedestrian di Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Borobudur, Magelang, Jawa Teng, dipasangi guiding block. Namun jalan pemandu bagi difabel tunanetra itu ada yang menabrak tiang hingga pohon.
Pantauan di lokasi, Senin (24/1/2022), jalur pedestrian yang dibangun pemerintah di KSPN Borobudur pada 2020/2021 itu berada di beberapa titik. Salah satunya di sekitar Jembatan Brojonalan, perbatasan wilayah Kecamatan Mungkid dengan Kecamatan Borobudur. Di sisi kanan dari arah Mendut menuju Borobudur atau di sisi kiri dari arah Borobudur menuju Mendut juga dibuat jalur pedestrian.
Tampak lebar pedestrian yang sebelah kanan (arah Mendut) maupun sebelah kiri berbeda. Di lokasi ini pun juga dipasang guiding block. Hanya saja pemasangan guiding block ini ada yang menabrak pohon palem hias, tiang lampu, tiang kabel telepon hingga menabrak tempat bendera. Ada juga pemasangan guiding block ini yang menabrak penutup gorong-gorong sehingga terkesan terputus-putus.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terkait dengan guiding block tersebut, Kepala Satker PJN Wilayah III Provinsi Jateng, Raden Hendriastomo, mengatakan untuk pemasangannya memang belum ideal.
"Untuk pemasangan jalur disabilitas belum bisa sesuai ideal karena masih ada tiang listrik dan tiang utilitas serta adanya keterbatasan lebar trotoar. Saat ini, kami upayakan perbaikan jalur disabilitas tersebut yang masih dalam masa pemeliharaan oleh penyedia jasa," kata Hendriastomo kepada wartawan dalam pesan melalui WhatsApp, Senin (24/1/2022).
Dihubungi terpisah, Humas DPC Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) Kabupaten Magelang, Hendry Hernowo, mengatakan pemasangan guiding block itu tidak ramah difabel.
"Pemasangan masih serem ada yang nabrak pohon, nabrak tiang, itu sangat membahayakan. Itu sebenarnya juga nggak standar, tapi kalau itu terlalu menggak-menggok itu menurut saya juga akan menyulitkan navigasinya disabilitas juga," kata Hendry.
"Jadi lebih tepatnya ya itu dicari win win solution, apakah pohonnya yang dipangkas atau jalurnya ini, walaupun agak ekstrem, tapi diputar sedikit misalnya memutari pohon itu. Karena kalau harus bongkar biaya kan terlalu mahal. Jadi pembelajaran bagi yang belum ada harus dirancang itu dari awal bukan tambal sulam," tuturnya.
![]() |
Disinggung terkait perencanaan, katanya, dalam perencanaan tersebut tidak melibatkan komunitas difabel.
"Nggak ada. Apalagi yang besi, KSPN bukan kewenangan kabupaten," ujar dia.
Hendry mengakui pernah mencoba jalur pedestrian dari terminal menuju arah Candi Borobudur. Saat mencoba tersebut ada titik-titik tertentu yang menyulitkan. Kemudian, jalur putus tidak ada pemberitahuannya.
"Titik-titik tertentu serem, tiba-tiba srok kena pohon, srok kena nggak tahu kontak besar itu, pasar sampai candi. Lebih seramnya lagi sebenarnya tiba-tiba putus, nggak ada pemberitahuan yang mbulet gitu lho warning block," katanya.
Pihaknya berharap sejak awal perencanaan melibatkan difabel. Sehingga proyek yang dikerjakan tepat sasaran.
"Intinya sekarang harus menyuarakan, tapi solusinya harus dibongkar atau solusinya harus renovasi itu pasti dianggap tidak masuk akal karena uangnya akan terlalu mahal. Harapan saya daripada bongkar-bongkar, kenapa nggak dari awal melibatkan dengan disabilitas sejak perencanaan sehingga benar-benar tepat guna, tepat bentuknya, standarnya sesuai dan akhirnya benar-benar terpakai," pungkasnya.
(rih/sip)