Di ujung Teluk Ciletuh, tempat laut terbuka dan ombak tak lagi bersahabat, berdiri sebuah batu yang bentuknya ganjil. Warga menyebutnya Karang Kontol. Dari kejauhan, batu purba ini menyerupai kemaluan pria sebuah fenomena alam yang memancing rasa ingin tahu, sekaligus tawa.
Namun bagi masyarakat pesisir Ciemas, batu ini bukan sekadar bahan cerita. Ia bagian dari bentang geologi purba yang telah terbentuk selama jutaan tahun, sekaligus saksi hubungan manusia dan alam di kawasan Geopark Ciletuh-Palabuhanratu.
"Sebenarnya ini sangat fenomenal karena karang kontol ini, para wisatawan ini cukup menarik dikarenakan history-nya," ujar Piat Supriatna, Geopark Ranger Ciletuh, kepada detikJabar, Minggu (5/10/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau ke geologi, karang kontol ini terbentuknya oleh abrasi laut, abrasi air, proses perputaran air. Kalau dari sejarahnya proses dari geologi sebenarnya, itu merupakan bebatuan cukup tua usianya," lanjutnya menjelaskan.
Namun masyarakat menafsirkan dengan cara berbeda. "Tapi kalau cerita di masyarakat lain lagi ceritanya. Bisa dikatakan ini suatu keajaiban luar biasa dari Tuhan," ujarnya.
Piat menegaskan nama itu bukan sebutan baru. "Memang mirip banget kemaluan laki-laki, sangat mirip sekali," katanya.
"Itu udah lama, dari zaman nenek moyang kita, memang dikatakan karang kontol bentuknya mirip penis laki-laki, dan memang itu ramai sekarang di masyarakat, di media sosial juga, jadi booming," imbuhnya.
Bagi sebagian pengunjung, batu itu dianggap membawa keberuntungan karena konon bisa membuat alat vital laki-laki menjadi perkasa.
"Itu bisa menambah prima laki-laki ketika laki-laki datang ke sana bisa menyentuh tersebut," ungkapnya seraya tersenyum.
Namun medan menuju lokasi bukan perkara mudah. detikJabar menjajal langsung bagaimana sulitnya perahu menepi ke kawasan itu, salah sedikit ombak besar bisa menyambar lambung perahu dan mengguncang seluruh badan. Air asin sesekali memercik ke wajah, angin datang berbalik dari arah laut.
"Cuman akses jalannya untuk datang ke sana agak sulit," kata Piat sambil menatap arah barat laut, ke gugusan batu yang tampak samar di kejauhan.
Ia menarik napas sebelum melanjutkan penjelasan. "Posisinya dari Pulau Kunti kurang lebih 15 menit, kalau dari Pantai Palangpang kurang lebih 30 menit. Posisinya sebenarnya itu bisa masuk ke kawasan teluk juga ujung," jelasnya, suaranya kalah oleh deru mesin.
Perahu terus berguncang. Piat memegangi tepian kursi dengan satu tangan, sementara yang lain menunjuk ke arah garis air yang seolah berpadu dengan langit.
"Kalau teluk sampai Ciwaru teluknya, jadi itu sebenarnya perbatasan teluk Ciletuh, ujung gugusan ombaknya juga beda, itu udah keluar anjungan teluk. Teluk itu kan masuk dari anjungan Ciwaru dibilangnya," sambungnya.
Baca juga: Sang Penjaga Curug Cimarinjung Itu Berpulang |
Gelombang datang bertubi-tubi, memantulkan cahaya matahari sore yang mulai miring. "Ketika ke sana itu karang kontol itu udah lepas, makanya kita ke sana gelombangnya udah beda, kita ke sana arusnya cukup kuat sekali," tuturnya, separuh berteriak agar suaranya tak hilang ditelan angin laut.
detikJabar berulangkali meminta Abdillah, juru mudi perahu mendekati lokasi Karang Kontol menggunakan perahu Wisata Ciletuh 03 milik. Ombak di luar teluk menghantam keras, membuat posisi perahu tak stabil. Beberapa kali kamera mencoba mengambil gambar, namun gagal karena guncangan. Selain itu, posisi Karang Kontol terhalang gugusan batu lain di sekitarnya.
Akhirnya, foto gambaran bentuk batu diperoleh dari Piat, yang memang sudah berulang kali memandu pengunjung ke titik terdekat.
Saman, pemandu wisata lokal sekaligus pemilik perahu wisata di kawasan itu membenarkan posisi karang yang berada di luar teluk. Di perahu kayunya yang berguncang, ia mengarahkan tangan ke barat, ke arah laut yang tampak lebih gelap dari biasanya. Angin kencang membuat suaranya harus sedikit ditinggikan agar terdengar jelas di antara deru mesin dan hempasan ombak.
"Dari sana baru kita ke yang ujung namanya punten, dalam arti kata di sini punten pisan namanya Karang Kontol lah istilahnya," ujarnya sambil tersenyum kecil, seolah sudah hafal betul reaksi orang tiap kali mendengar nama itu.
"Kenapa di sana ada Karang Kontol, itu terbentuk dari batuan pasir bagian atas gundukan besar. Dia terhantam oleh gelombang laut oleh abrasi air dan angin, akhirnya terbentuk seperti itu. Usianya 60 juta tahun," jelasnya, matanya tak lepas dari arah batu yang kini mulai terlihat samar di kejauhan.
Ia lalu sedikit mencondongkan badan, menurunkan nada suaranya seperti hendak mengakui sesuatu.
"Sebetulnya itu cuma sebagian mitos," katanya.
Saman lalu tertawa kecil, melanjutkan ceritanya dengan nada yang lebih santai. "Karang kontol itu ada dua pasang, cuman kalau dari laut gak kelihatan. Namanya Karang Meki, ada juga, karena ada bedanya," tuturnya.
"Itu kalau Karang Kontol warnanya hitam, kalau Karang Mekinya warnanya putih. Meki itu istilahnya alat kelamin perempuan," imbuhnya, masih dengan tawa yang menular.
Ombak mengguncang perahu hingga kamera ponsel di tangan nyaris terlepas. Saman menahan kemudi dengan satu tangan, lalu kembali bicara.
"Itu bisa dibuktikan cuman dengan satu catatan kita harus turun dari perahu," ujarnya. "Untuk saat ini saya gak megang fotonya, kalau dulu memang ada yang bisa pegang," katanya sambil terkekeh, antara serius dan bercanda.
"Itu di ujung Pulau Kunti, di luar teluk, makanya ombaknya berbeda ya," tandasnya.
Laut di depan benar-benar liar. Angin datang dari arah selatan, menggulung air yang berkilau keperakan di bawah matahari sore. Nama karang itu memang terdengar vulgar, tapi di balik bunyinya tersimpan cara orang kampung menafsirkan alam, dengan logika sederhana dan selera humor yang tak kalah besar.
"Katanya siapa aja yang bisa megang benda itu bisa menambah suplemen atau tenaga lebih katanya untuk pria," kata Saman, masih tertawa sambil menatap ombak yang pecah di karang.
Dari kursinya di buritan, Piat Supriatna menatap laut yang sama. Suaranya terdengar lebih pelan.
"Kalau dari geologi, ya hasil abrasi. Tapi bagi masyarakat, ini tanda kebesaran Tuhan," ujarnya, menutup percakapan sore itu.
Simak Video "Video Cerita di Balik Pulau Kunti-Karang Kontol Geopark Ciletuh Jabar"
[Gambas:Video 20detik]
(sya/dir)