Aldo, Kolektor Mainan Lawas yang Sukses Bangun Museum di Bandung

Aldo, Kolektor Mainan Lawas yang Sukses Bangun Museum di Bandung

Sudirman Wamad - detikJabar
Senin, 27 Feb 2023 09:30 WIB
Museum mainan tahun 1980-1990 di Kota Bandung
Museum mainan tahun 1980-1990 di Kota Bandung (Foto: Sudirman Wamad/detikJabar).
Bandung -

Museum 198X salah satu bagian dari perjuangan Aldo Ikhwanul Khalid dalam mengubah perspektif masyarakat terhadap mainan. Aldo bercerita tentang ketertarikannya sebagai kolektor mainan dan pemilik museum.

Aldo sejak kecil memang menyukai mainan. Mainan pertama yang ia beli adalah Irongear. Namun, setelah beranjak dewasa, ia vakum. Ia tumbuh seperti remaja pada umumnya.

Kemudian, saat berstatus mahasiswa tingkat akhir, Aldo kembali tertarik untuk mengoleksi mainan. Pikiran itu terbesit saat dirinya berkunjung ke toko kecil yang menjual model kit dan beberapa barang dari Hongkong, serta Thailand. Aldo langsung tertarik. Ide membangun toko mainan khusus pehobi atau kolektor pun terbesit di pikirannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya waktu itu berlama-lama di dalamnya, padahal kecil. Akhirnya, saya mengobrol dengan teman-teman dan tertarik untuk buat toko. Akhirnya dibukalah Zero Toys," kata Aldo saat berbincang dengan detikJabar, belum lama ini.

Zero Toys dibuka di kediaman milik orang tuanya, di Jalan Sunda Kota Bandung. Toko mainan yang menyasar para kolektor atau pehobi. Berbeda dengan toko mainan lainnya. Kala itu, lanjut Aldi, Zero Toys bersaing dengan salah satu toko lain di Bandung. Namun, hingga kini Zero Toys tetap berjaya hingga membangun Museum 198X.

ADVERTISEMENT

Awal mula berdiri Zero Toys menggunakan sistem konsinyasi. Jadi, tak hanya barang hasil buruan Aldo yang dijual, sejumlah teman-temannya juga menitipkan mainan lawas ke Aldo.

"Semua barang titipan kolektor," kata Aldo.

Komunitas kolektor mainan antik atau lawas ini ternyata mengubah perspektif terhadap mainan. Hingga akhirnya scene tentang mainan di Indonesia, khususnya Bandung pun terbentuk.

"Kalau dulu, kenalan sama ceweknya terus ngaku hobinya mengoleksi mainan, si cewek pasti bilang ih kayak anak kecil. Kalau sekarang mengaku hobinya mengoleksi action figure (mainan), pasti mengerti dan menyambung. Dan, bisa diterima," ucap Aldo.

Scena atau skena mainan di Bandung khususnya terbentuk pada 2003. Kala itu, penjualan model kit Gundam, dan lainnya banyak beredar. Zero Toys juga dulunya menjual banyak Gundam dan mainan yang saat itu paling diburu.

"Dulu kita main yang barang vintage, sekarang definisi vintage ke geser. Mainan 80 dan 90-an sudah bisa dibilang vintage. Sekarang masih bertahan," ucapnya.

Tepat tahun 2008, Aldo pun membangun Museum 198X secara perlahan. Ia kumpulkan koleksi dan bisa dinikmati oleh publik. Museum ini dibuka saat akhir pekan.

Sepanjang kunjungan di museum, Aldo selayaknya pemandu. Ia menerangkan secara rigid barang-barang koleksi. Aldo bak ensiklopedia mainan. Kebangkitan hingga kematian mainan fisik pun ia jelaskan. Hingga era berganti, mainan berganti dengan video game.

"Latar belakang membuat museum ini awalnya kita rutin hunting barang-barang vintage untuk dijual. Semakin lama, semakin sulit ternyata. Akhirnya, dibuatlah untuk kita sendiri. Sepakati buat museum," ucap Aldo.

Mainan legendaris yang ada di museum mainan itu berasal dari tiga sumber. Pertama dari orang yang memiliki mainan lama, kedua dari toko tua, ketiga dari toko loak atau pameran mainan.

"Mainan di sini usianya 35 sampai 40 tahun. Value-nya sama kayak barang antik lainnya, kalau dipegang sama tangan yang tepat, orang yang tepat, dan saat yang tepat," kata Aldo.

Aldo enggan bicara soal harga ribuan koleksi miliknya. Namun, mainan yang ada di koleksinya itu memiliki nilai sejarah. "Mainan ini dari Indonesia semua, yang sudah ada di Indonesia sejak dulu. Jadi tidak cari ke luar negeri," kata Aldo.

(sud/mso)


Hide Ads