Kampung Adat Sempurmayung, Desa Cimarga, Kecamatan Cisitu, Kabupaten Sumedang awalnya didirikan sebagai kampung wisata. Konsep itu tercetus saat Bupati Sumedang dijabat oleh Drs. H. Misbach (1998-2003).
Keberadaannya kini kian memudar seperti yang tampak dalam bentuk bangunannya. Dari yang semula seragam dengan bentuk rumah adat julang ngampak, kini beberapa di antaranya telah berubah ke bentuk rumah pada umumnya.
Warga yang tinggal di sana pun bukan tanpa alasan mengubah bentuk bangunan rumahnya tersebut. Sebab, kondisi Kampung Sempurmayung saat itu tidak ubahnya seperti sebuah perkampungan yang terpencil. Jangankan kunjungan wisatawan, warga dari kampung tetangga pun jarang yang melintas ke kampung tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penyebabnya tidak lain akibat buruknya kondisi akses jalan saat itu. Akses jalan menuju ke Kampung Adat Sempurmayung saat itu hanya bisa ditembus melalui satu jalur, yakni jalur Pasiringkig. Selain itu, kondisi jalannya pun masih banyak yang rusak.
Kepala Seksi Objek Daya Tarik Wisata, Disparbudpora Sumedang Ajat Sudrajat menuturkan, rencana pengembangan di sekitaran Kampung Adat Sempurmayung sebenarnya sudah ada pada tahun 2015. Bahkan saat itu sudah dibuatkan rancang bangun rinci atau Detail Engineering Design (DED) dan sudah diserahkan kepada pihak desa.
"Sudah-sudah masuk agenda (pengembangan) bahkan dulu sudah dibuatkan DED-nya dan sudah diserahkan DED-nya kepada pihak desa," ungkap Ajat saat dihubungi detikJabar, Rabu (25/1/2023).
Ajat menerangkan, dalam DED yang telah dibuat saat itu, konsep pengembangan kepariwisataan di sana akan terbagi ke dalam tiga zona. Di antaranya, zona wisata keluarga yang lokasinya berada di area tegalan atau setelah objek wisata paralayang jika diakses dari jalan Batu Dua.
Kemudian, sambung Ajat, pengembangan wisata ziarah Gunung Lingga dan wisata bumi perkemahan (campgound) di sekitaran Gunung Lingga.
"Konsep utamanya seperti itu, salah satu di antaranya ada untuk hiking dan campground, DED-nya sudah diserahkan ke desa saat itu," ucapnya.
Namun, ia mengakui terkait rencana tersebut belum sempat tergarap hingga kini.
"Kalau ditanya terkait rencana pengembangan untuk kampung adat khususnya yang ada di Desa Cimarga, insya Allah ada, sebab memang dari dulu rencana pengembangan itu sudah ada dari sejak 2015 namun memang belum tergarap," paparnya.
Menurutnya, keterbatasan anggaran menjadi salah satu penyebab kenapa pengembangan Kampung Adat Sempurmayung belum terlaksana hingga kini.
"Iya karena keterbatasan dan prosedurnya (terkait pengembangan), bagusnya sama pihak desa bisa dikerjasamakan dengan pihak ketiga, investor atau swasta, dasar pengembengannya dari DED yang sudah ada sebelumnya, lalu nanti bisa dikembangkan oleh investornya," terangnya.
Meski demikian, kata Ajat, pada 2023 ini akan ada kegiatan berkelanjutan yang menjadi salah satu upaya pengembangan wisata budaya di Sumedang. Kegiatan tersebut akan dipusatkan di wilayah Cipaku, Kecamatan Darmaraja.
Salah satu kegiatannya, sambung ajat, berupa penelusuran 12 gunung termasuk di dalamnya Gunung Lingga atau lokasi yang dekat dengan kampung adat Sempurmayung.
"Kegiatan ini berkaitan dengan pemeliharaan kawasan hutan sebagai bagian dari rencana pengembangan wisata budaya," terangnya
"Jadi yang terlibat dalam kegiatan ini bukan hanya dinas pariwisata tapi dinas pertanian juga bisa masuk serta pihak-pihak terkait lainnya, karena kondisi hutan juga harus dipelihara, sebagai bagian dari rencana pengembangan wisata budaya," paparnya menambahkan.
Sekadar diketahui kampung adat Sempurmayung berada di antara objek wisata paralayang dan objek wisata ziarah petilasan Prabu Tajimalela. Keberadaan perkampungan itu cukup strategis untuk dikembangkan.
Dalam berita sebelumnya, salah seorang warga Kampung Adat Sempurmayung, Maryadi atau akrab disapa Ade (50) mengungkapkan, dirinya merupakan warga asli Sumedang yang pada saat itu terpilih dalam program pemerintah berupa transmigrasi lokal di kampung adat Sempurmayung.
Ia sendiri sebelumnya merupakan bagian dari warga transmigrasi dari Aceh asal Sumedang.
Ia yang telah menetap di kampung adat Sempurmayung dari sejak perkampung itu berdiri, awalnya merasa aneh dengan bentuk bangunan rumahnya yang seragam dan menyerupai perkampungan adat.
"Awalnya aneh saja, karena di tempat-tempat lain di daerah transmigrasi, bangunannya tidak seperti ini," ungkapnya.
Ia baru tahu kenapa bentuk bangunannya seragam setelah mendengar perkataan dari Kepala Desa (Kades) yang saat itu dijabat oleh Kades bernama Darmo dengan Bupatinya saat itu yang masih dijabat oleh Misbach.
"Jadi perkampungan Sempurmayung ini tujuan awalnya akan dijadikan sebagai kampung wisata," terangnya.
Menurut penuturan Kades saat itu, kata dia, Kampung Adat Sempurmayung jadi perkampungan wisata lantaran keberadaannya berdekatan dengan petilasan Prabu Tajimalela yang sering dikunjungi oleh para peziarah.
"Kuwu saat itu bahkan berpesan bahwa kalau bisa bentuk bangunannya dipertahankan, kalau pun mau dibangun sebaiknya bagian belakangnya saja, jadi para wisatawan yang datang bisa singgah dulu ke sini dan hasil bumi warga sedikit-sedikit bisa dijual, konsepnya seperti Kampung Naga gitu," paparnya.
(yum/yum)