HistoriSib: Kesetiaan Itu Bernama Max Timisela

HistoriSib: Kesetiaan Itu Bernama Max Timisela

Anindyadevi Aurellia - detikJabar
Minggu, 12 Mei 2024 13:30 WIB
Ilustrasi Persib.
Foto: Ilustrasi Oris Riswan Budiana/detikJabar
Bandung -

Max Timisela, adalah salah satu mantan pemain Persib Bandung yang namanya begitu legendaris. Pria dengan posisi sebagai penyerang ketika masa aktifnya itu memang asli Bandung, namun darah Ambon mengalir di tubuhnya.

Max menjadi salah satu pemain Persib yang ditunjuk mewakili Timnas Indonesia di era 60-an. Permainan Max memang ciamik pada zamannya, meniru dua saudaranya yang lebih dulu bermain untuk Persib, Hengky dan Pitje Timisela yang sempat menjuarai Kejurnas PSSI 1961.

Empat bersaudara trah Timisela memang semuanya pernah membela Persib. Max adalah Timisela terakhir yang masuk ke Persib dan memperkuat Timnas Indonesia kala itu. Max terhitung bermain untuk Persib Bandung pada tahun 1962-1979, dan bermain untuk Timnas Indonesia pada 1963-1970.

Tapi bicara soal kesetiaan, mungkin Max yang paling teruji dan tak terbantahkan lagi. Sebab demi bermain membawa nama Indonesia, Max menolak pinangan salah satu klub terkuat Eropa kala itu, SV Werder Bremen, sang juara Bundesliga di tahun 1965.

Kala itu Max bertanding atas nama pemain PSSI pada 14 Juni 1965 di Stadion Westerllen. Permainan Max dkk begitu apik hingga menjadi tim tamu pertama yang mampu mencetak lima gol di kandang Bremen. Max menyumbang dua gol buat Indonesia, tiga lainnya diciptakan Soetjipto 'Gareng' Soendoro.

Meski memang, Timnas harus akui kekalahan dengan skor 6-5, tapi rasa bangga luar biasa teringat jelas saat Indonesia mampu menjebol gawang Werder Bremen yang berstatus juara Bundesliga dan dihuni sejumlah penggawa timnas Jerman Barat.

Saking ngerinya permainan Max kala itu, ia dijuluki 'Pele dari Cimahi'. Bukan cuma Max hari itu yang disorot, tapi juga Gareng sebab keduanya dinilai cepat dan lincah seperti pemain bola dari Brasil, Pele.

Usai pertandingan, keduanya diteriaki "Pele... Pele..." di seantero stadion di Jerman itu. Keesokan harinya, media-media lokal Jerman pun membuat headline berita yang cukup membanggakan bagi bangsa Indonesia, yakni 'Pele from Indonesia'.

Meski ditaksir oleh klub mancanegara, ia bertahan pada nasionalisme dan idealismenya, yakni bermain sepak bola demi Indonesia dan Persib! Max kemudian terus menjadi langganan Timnas Indonesia dan menapaki banyak negara untuk bermain bola.

Ia berturut-turut tampil di kejuaraan Aga Khan Cup, King's Cup, dan Merdeka Games. Selama bermain, Max dikenal sebagai pesepakbola dengan bakat alami yang gesit dan lincah.

Semasa berjaya sebagai pemain bola, Max lupa bahwa usia akan semakin bertambah. Ia tak sadar, kariernya sebagai pesepak bola bakal berakhir dan tak semua pemain akan bernasib mujur.

Max menjadi salah satu pemain yang bernasib tak seberuntung rekan-rekannya. Sepulang dari Bremen, rekannya di tim nasional kian mentereng sebagai pemain, pelatih, hingga politisi. Namun, karier Max naik turun fluktuatif tak menentu.

Di Timnas, posisinya kemudian hanya sebagai pelapis. Di Persib, masa-masanya justru menemui kesuraman soal prestasi dan gelar. Kariernya sebagai pemain di Persib dan sepak bola pun ditutup dengan hal yang menyakitkan yakni menjadi bagian dari skuat yang membenamkan Persib ke jurang degradasi di tahun 1979.

"Habis itu saya langsung pensiun," kata Max saat berbincang dengan detikSport 2013 lalu.

Kala itu pada tahun 1970, cahaya Max entah mengapa mulai pudar. Kesetiaannya ternyata tak berbalas manis. Max gantung sepatu dari Persib dan sepak bola pada tahun 1979.

Setelah pensiun, Max Timisela pernah menjadi asisten pelatih dalam rentang waktu tahun 1986-1990. Max kemudian hidup sederhana dan mencari nafkah dengan mengabdikan sisa tenaganya untuk Persib.

Dalam pertemuan dengan tim detikSport sepuluh tahun yang lalu, Max diceritakan menjadi pesuruh di Gedung Persib. Ia yang saat itu berusia 69 tahun, ditugaskan untuk merawat, membersihkan, dan menjaga gedung keramat simbol kejayaan Persib itu.

(iqk/iqk)


Hide Ads