Gas air mata yang dipakai saat terjadi Tragedi Kanjuruhan diklaim tidak berbahaya. Hal itu sesuai dengan yang dikemukakan pakar racun dan gas air mata.
"Saya juga mengutip dari pendapat dari guru besar dari Universitas Udayana beliau ahli di bidang toksikologi atau racun. Beliau menyebutkan bahwa, termasuk dari dokter Mas Ayu Elita Hafizah, bahwa gas air mata atau CS ini dalam skala tinggi pun tidak mematikan," kata Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo dalam jumpa pers dikutip dari detikNews, Senin (10/10/2022).
Dalam tragedi Kanjuruhan sendiri total ada 11 tembakan gas air mata usai laga Arema FC versus Persebaya pada 1 Oktober 2022 lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari 11 tembakan itu, 7 tembakan mengarah ke tribun selatan, 1 tembakan ke tribun utara, dan 3 tembakan ke lapangan sepak bola.
Dedi mengatakan saat tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 131 orang terjadi, anggota Brimbob menggunakan tiga jenis gas air mata. Apa saja?
"Yang pertama ini adalah berupa smoke ini hanya ledakan dan berisi asap putih. Kemudian yang kedua ini yang sifatnya sedang jadi kalau untuk klaster yang dalam jumlah kecil menggunakan gas air mata yang sifat tingkatnya sedang dan yang merah ini adalah untuk mengurai massa dalam jumlah yang cukup besar," tutur Dedi.
Dedi kembali menekankan bahwa semua gas air mata yang digunakan Brimob tersebut tidak mematikan.
"Nah semua dengan tingkatan ini, saya sekali lagi, karena saya bukan expertnya, saya hanya mengutip pendapat para pakar CS atau gas air mata dalam tingkatan tertinggi pun tidak mematikan," kata dia.
Artikel ini telah tayang di detikSport dengan judul Polri: Kata Ahli, Gas Air Mata dalam Skala Tinggi Pun Tidak Mematikan
(orb/orb)