Masa kampanye bagi empat pasangan calon (paslon) Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat 2024 telah dimulai. Keempatnya kini punya nomor urut masing-masing yang bisa jadi senjata untuk memperkuat ingatan masyarakat, agar terpilih memimpin Jawa Barat.
Lalu, bagaimana potensi kemenangan keempatnya jika dilihat dari kekuatan nomor urut yang dimiliki? Selain nomor urut, apa yang bisa dikuatkan oleh tim pemenangan dalam kampanye selama dua bulan ke depan? detikJabar akan mengulasnya, bersama pandangan dari Pengamat Komunikasi Politik dan Dosen Universitas Islam Bandung (Unisba), Muhammad E Fuady.
Nomor Urut dan Kekuatannya Masing-Masing
Semakin kecil nomor urut, semakin besar peluang untuk menang. Sebab jadi mudah untuk membangun ingatan publik dan punya potensi untuk jadi urutan paling awal dalam penyebutan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemahaman ini kerap terbukti dalam Pemilihan Umum Legislatif (Pileg), dengan kandidat peserta parpol atau pun calon legislatornya yang jumlahnya bejibun. Biasanya, yang lolos legislatif ialah yang punya nomor urut 1-3. Tapi, apakah teori ini juga sama terjadi dalam Pilkada?
Fuad menjelaskan, angka dalam nomor urut juga punya peran memudahkan untuk mengomunikasikan visi dan cita-cita masyarakat Jabar. Ia melihat angka punya peran masing-masing paslon menarasikan visi untuk memikat pemilih, dengan sifat personal.
Fuad mengatakan bahwa semua nomor urut, sebetulnya punya potensinya masing-masing. Tak bisa dipungkiri kalau semakin kecil nomor urutnya, semakin mudah membangun ingatan ke masyarakatnya. Tapi, semua jadi percuma kalau para kandidat tak benar-benar membangun popularitasnya.
"Angka itu kan sebagai nomor urut paslon bukan sekedar penanda administratif, tapi juga punya message secara simbolik. Jadi punya makna tertentu. Mungkin bukan berarti kalau punya nomor terus mudah menang, tapi bisa memudahkan mereka untuk mengomunikasikan ide gagasan dan visi misi dari angka tersebut," kata Fuad, Jumat (27/9/2024).
"Tapi tidak mesti gara-gara angka terus langsung jadi kalah juga. Justru kalau punya angka yang bagus tapi tidak populer, ya sama saja. Jadi semua akan dilihat dari ikhtiar, komunikasi, dan akitivitas politiknya," sambungnya.
Pasangan nomor urut 1, Acep Adang Ruhiyat dan Gitalis Dwi Natarina boleh jadi yang paling diuntungkan. Nomor 1 kata Fuad, sering diyakini sebagai simbol religius, tauhid, dan kualitas wahid.
"Acep-Gita ini beruntung dapat nomor urut sesuai dengan ruh atau spirit dari paslon ini. Apalagi keduanya relatif religius, karena nomor ini bersifat ilahiyah. Jadi ibaratnya jadi leader yang ditakdirkan Tuhan, paslon yang punya nilai sesuai dengan prinsip atau keyakinan. Apalagi tagline mereka 'Jabar Bahagia' yang mana menomor satukan bahagia misalnya," ucap Fuad.
![]() |
Sementara pasangan Jeje Wiradinata dan Ronal Surapradja, punya nomor urut 2 atau kalau menggunakan jari maka membentuk huruf V. Huruf ini identik dengan kata 'victory' atau kemenangan. Menurut Fuad, nomor urut itu juga memiliki makna positif untuk tagline Jeje-Ronal.
"Nomor 2 dimaknai sebagai kemenangan atau victory dan keberimbangan. Sesuai tagline mereka, 'Jabar untuk Semua' itu bisa saja sampaikan kalau mereka akan menang bersama rakyat Jabar. Bukan hanya untuk memimpin, tapi ada prinsip keberimbangan. Jadi bisa dimanfaatkan," tuturnya.
Kalau paslon nomor urut 3, yakni Ahmad Syaikhu dan Ilham Akbar Habibie punya kelebihan filosofis angka tersebut. Kaitannya kuat dengan keberimbangan antara manusia, alam, dan Tuhan. Fuad menilai ini juga nyambung dengan tagline mereka.
"Jadi membangun masyarakat Jabar agar peduku ekologi atau lingkungan alam, manusia, dan tidak lepas dari apa yang jadi prinsip Ilahiyah. Jadi Tuhan berikan banyak keberlimpahan untuk Jabar. Bisa juga dikaitkan dengan segitiga atau triangle. Apalagi taglinenya pas, 'silih asah, silih asuh, silih asih'. Branding yang ditulis di media sosial Ilham juga menarik, silih asih jadi pilih asih," kata Fuad.
Terakhir, pasangan nomor urut 4 yakni Dedi Mulyadi dan Erwan Setiawan. Paslon yang punya partai koalisi paling gemuk itu, nomor urutnya paling terakhir sehingga mungkin butuh strategi yang pas untuk mengingatkannya pada masyarakat.
"Iya angka 4 ini sebetulnya tidak cukup populer dan ada kepercayaan tertentu juga, kalau di China itu angka 4 kan angka mati. Beberapa mall misalnya, nggak ada lantai 4 tapi 3a dan 3b. Memang angka ini punya makna tersendiri untuk kultural tertentu. Tapi kalau saya cermati, angka ini juga mengomunikasikan elemen kehidupan yakni api, air, udara, dan tanah atau matahari ya kalau menurut Demul," ucap Fuad.
![]() |
"Jadi dikaitkan elemen kehidupan. Atau relasinya kelompok suku Sunda ya, ada empat kan. Nomor 4 ini juga dikaitkan dengan kekokohan seperti pondasi. Jadi mungkin komunikasinya akan diarahkan ke sana," tambahnya.
Kata Fuad, bicara kekuatan politik tak bisa hanya melihat angkanya. Tapi juga cara agar tagline angka bisa membangun identitas paslon, sebagai bagian dari hal yang bisa dibranding.
Fenomena Hasil Survei Tinggi ke Nomor Urut
Di lain sisi, beberapa lembaga survei sudah mengeluarkan prediksi kekuatan empat kandidat Pilgub Jabar. Nama Demul-Erwan masih yang paling tinggi dalam hasil survei.
Nyatanya, meski dari segi nomor urut Demul tak begitu diuntungkan, tapi belum ada yang bisa menandingi popularitas Demul. Lalu, akankah nasib kandidat lainnya bisa mujur dalam waktu dua bulan jelang Pilkada?
"Menurut saya sih kandidat lain juga punya peluang, karena politik itu dinamis. Poling Demul memang tinggi dalam riset kemarin, tapi kita pernah punya pengalaman. Paslon yang tidak diprediksi saja bisa punya harapan, suaranya melejit bahkan hampir menyamai pemenang. Jadi dua bulan ini apapun bisa terjadi," ucap Fuad.
Fuad menjelaskan, hal yang membuat posisi Demul-Erwan masih kuat ialah karena Demul sudah 'investasi' politik sejak jauh-jauh hari. Pembahasan Demul pun ke arah substansial yang menyentuh masalah di Jawa Barat secara langsung.
Belum lagi, Demul ketiban suara dari basis pendukung Ridwan Kamil dalam Pilgub Jabar 2019. Meski Demul dan RK punya citra yang berbeda, tapi koalisi 'gemuk' Demul-Erwan merepresentasikan Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang ikut dalam barisan RK-Suswono di Pilgub Jakarta.
"Kalau Pak RK punya kesan ceria, hangat, relatif main aman. Kalau Dedi mah berani masuk ke problem masyarakat. Demul di medsosnya hanya mencantumkan sebagai pegiat sosial dan budaya. Dia tidak cantumkan sebagai kandidat apa. Dari situ saja bisa terlihat seolah Demul lebih tulus, apalagi dilihat dari kontennya yang mengarah ke kepentingan masyarakat kecil," ungkap Fuad.
"Jadi memang benar kesannya Demul yang paling piawai berkomunikasi dengan masyarakat Jabar. Didampingi Erwan yang lebih dikenal sebagai anak Bos Persib, jadi menambah hal yang mungkin disenangi publik. Erwan post nya Persib terus misalnya," imbuh dia.
Namun, Fuad mengatakan Demul-Erwan tak boleh jemawa, sebab tak bisa dipungkiri bahwa masih ada paslon nomor urut 3 yang nampaknya jadi pesaing paling berat. Syaikhu-Ilham dinilai punya kemampuan komunikasi yang baik.
Selain itu, hasil survei menunjukkan posisi Syaikhu-Ilham selalu 'membayangi' Demul-Erwan, meski belum signifikan. Contohnya dalam survei Poltracking Indonesia soal elektabilitas pasangan Pilgub Jabar 2024. Demul-Erwan paling tinggi yakni 65,9%, disusul Syaikhu-Ilham dengan perolehan 11,8%, Acep-Gita sebesar 5,2%, dan Jeje-Ronal 2,9%. Namun masih ada perolehan suara yang belum tahu atau belum menentukan yakni 14,2%.
"Kalau kita cek, sosmed mereka terutama Syaikhu sudah menuliskan sebagai Calon Gubernur. Ini memudahkan orang terutama gen z untuk memvalidasi. Ilham juga manage dengan baik sosmednya, terlihat jelas aktivitasnya di tiap daerah melalui story instagram yang di-pinned. Jadi memang sudah dikelola secara profesional," tutur Fuad
Tapi jangan lupa, kata Fuad tiap paslon menghadapi persoalan masing-masing. Langkah PKS mungkin tersendat pasca plinplan soal Pilgub Jakarta dan ikut KIM Plus. Meski batu sandungan itu terjadi di Jakarta, hal ini tetap memungkinkan PKS kehilangan pemilih untuk Syaikhu-Ilham.
"Kalau paslon nomor 1, Acep-Gita, kan NU sedang ada konflik dengan PKB, jadi berimbas pada penilaian publik. Akan kemana memberi suaranya? Sementara Jeje-Ronal itu kan menghadapi persoalan karena ibaratnya dia lone wolf. Serigala yang menyendiri, menghadapi raksasa kelompok KIM yang direpresentasikan dalam koalisi Demul-Erwan," ucap Fuad.
Sementara batu sandungan Demul-Erwan, kata Fuad berpotensi tentang penolakan publik pada hegemoni atau superioritas paslon. Selain itu isu politik identitas juga masih berpotensi membayangi Demul. Namun, Fuad menyebut semua masih bergantung dengan keputusan para pemilih dan strategi komunikasi masing-masing paslon.
Simak Video "Video Dedi-Erwan Bawa Visi Pembangunan Karakter Jawa Barat di Debat Perdana"
[Gambas:Video 20detik]
(dir/dir)