Bakal Calon Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi melakukan pertemuan dengan sejumlah organisasi pada Kamis (19/9/2024). Dedi berbicara soal pentingnya menjaga toleransi masyarakat hingga kondisi alam di Jawa Barat.
Dalam pertemuan bertajuk 'Dialog Kebhinekaan Bersama Kang Dedi Mulyadi: Bersama Ciptakan Kondusifitas Jelang Pilkada 2024', ia menyinggung sejumlah ambisinya untuk menjaga toleransi di Provinsi Jabar.
"Kita ini jangan terus-terusan ngomongin dialog kebhinekaan, ini kan ada problem yang tidak selesai-selesai. Ini harus dialog ya bicara keadilan. Kalau bicara kelompok minoritas, mereka juga pegang kuasa terhadap ekonomi. Mereka punya mesin produksi, toko, dan mereka juga bayar pajak," ucap Dedi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menyinggung bahwa negara bisa berperan dalam menjaga toleransi. Salah satunya dengan cara menjelaskan sumber-sumber pajaknya, peruntukkan, hingga penggunaannya.
Demul, begitu sapaannya, melihat pemerintahan terlalu banyak klaim. Padahal nyatanya, mungkin yang berperan lebih banyak dalam membantu warga ialah para pengusaha yang dari agama atau etnis minoritas.
"Ada yang kampungnya direnovasi, sekolah dan rumahnya ditata, jalan dibangun, listrik dinyalakan, itu jelaskan kalau kampung dibangun karena ada penbayaran pajak nilainya sekian. Dari pengusaha A, B, yang kebetulan agama dan etnisnya berbeda," ujar Demul.
"Kalau itu dijelaskan terus, jadi mereka akan merasa pembangunan yang dia peroleh ada sumbangsih orang lain. Selama ini pemerintah klaim-klaim saja, termasuk saya, kalau itu yang bangun saya. Jadi yang dipuji saya. Penyumbang pajaknya tidak pernah dipuji atau dekat emosinya," sambungnya.
Demul melihat bahwa upaya ini tak cuma untuk menjaga agar saling menghargai antar keberagaman umat beragama dan keturunan etnis tertentu. Namun juga sekaligus saling mendekatkan koneksi antar sesama masyarakat, tanpa melihat kelas sosialnya.
"Jadi cara mendekatkan minoritas yang agamanya beda adalah dijelasin, kalau keberadaan mereka ini juga menopang ekonomi warga. Bisa dijelaskan bahwa pajak yang dibayarkan ini mengalir ke desa ini, kabupaten ini, itulah transparansi. Selama ini hanya disebut PPH, PPN, PNBP, nanti jelasin kalau pengusaha yang nyumbang pajak dan ngalir ke pembangunan Jabar adalah siapa," tutur Demul.
Di lain sisi, Demul juga menyinggung soal bencana yang melanda Jabar pada Rabu (18/9) kemarin. Ia mengatakan bahwa riset dan mitigasi sebelum terjadi bencana harus lebih masif dilakukan. Jangan sampai, harus menunggu terjadi suatu bencana terlebih dahulu baru dipikirkan penanggulangannya.
Sekedar diketahui, bencana gempa bumi tektonik berkekuatan magnitudo 5,0 mengguncang Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut, Rabu (18/9/2024), pukul 09.41 WIB. Peristiwa ini mengakibatkan beberapa bangunan dan rumah rusak.
"Saya sampaikan ada sebesar 19% hutan yang tersisa di Jabar. Itu juga belum utuh, lihat saya Punclut kan berubah terus. Kebayang kalo itu diguncang, nauzubillah jangan terjadi. Tapi itu bisa jatuh ke Bandung, air tumpah, meluap ke Citarum," katanya.
"Kita itu kebiasaan tidak mau memikirkan bagaimana kalau itu terjadi, kita baru ribut kalau sudah tejadi. Jadi ke depan, riset bencana yang ditandai itu tiap daerah harus berkontribusi. Tata ruang harus dibenahi, kalau memang tata ruang untuk A ya harus A. Alam itu tidak bisa ditawar, hukumnya pasti. Jadi tata ruang harus ikuti kepastian alam," imbuh Dedi.
(aau/dir)