Cerita Amira, Dulu Jadi Korban Kini Melawan Perundungan

Cerita Amira, Dulu Jadi Korban Kini Melawan Perundungan

Bima Bagaskara - detikJabar
Rabu, 28 Jun 2023 14:00 WIB
Cerita Amira yang sempat menjadi korban bullying.
Cerita Amira yang sempat menjadi korban bullying. (Foto: Bima Bagaskara/detikJabar)
Bandung -

Bullying atau perundungan menjadi persoalan yang masih belum terselesaikan hingga kini. Perundungan kerap terjadi di lingkungan sekolah dan berdampak buruk pada tumbuh kembang anak.

Mengutip dari laman unicef.org, bullying adalah pola perilaku, bukan insiden yang terjadi sekali-kali. Anak-anak yang melakukan bullying biasanya berasal dari status sosial atau posisi kekuasaan yang lebih tinggi, seperti anak-anak yang lebih besar, lebih kuat, atau dianggap populer sehingga dapat menyalahgunakan posisinya.

Sementara anak-anak yang paling rentan menghadapi risiko lebih tinggi untuk di-bully seringkali adalah anak-anak yang berasal dari masyarakat yang terpinggirkan, anak-anak dari keluarga berpenghasilan rendah, anak-anak dengan penampilan atau ukuran tubuh yang berbeda hingga anak penyandang disabilitas.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Amira (17) adalah satu dari sekian banyak korban perundungan. Meski sempat menjadi korban, namun Amira mampu bangkit dan melawan perilaku bullying yang kerap ia terima dari kakak kelasnya di sekolah.

"Aku dulu menjadi korban kekerasan karena beberapa faktor juga, karena dulu aku belum seberani ini belum ikut organisasi, aku juga pendiam sih. Mungkin itu jadi salah satu faktor bahwa orang mengira aku lemah, nggak bisa melawan kalau jadi korban," kata gadis asal Sukabumi ini saat ditemui di Gedung Sate Bandung, Selasa (27/6/2023).

ADVERTISEMENT

Amira mengaku dirinya kerap menjadi korban bullying ketika masih duduk di bangku SMP, atau tepatnya sekitar tahun 2020 lalu. Menjadi korban bullying, membuat Amira sempat tak ingin melanjutkan sekolah karena trauma.

"SMP aku sering di-bullying kakak kelas, body shaming ya, dulu karena musim MPLS gitu. Kemudian dari kekerasan itu jadi trauma untuk sekolah bahkan sempat gak mau sekolah karena takut," ungkap Amira.

Namun berjalannya waktu membuat Amira berpikir untuk melakukan perlawanan. Dirinya tak mau terus menerus direndahkan oleh mereka yang jadi pelaku bullying. "Misal secara fisik, dulu aku pernah didorong ke kolam aku. Dari sana nggak mau sekolah karena takut," ujarnya.

Barulah ketika masuk SMA, Amira mulai sadar jika aksi bullying bisa dilawan. Amira kemudian ikut dalam organisasi Gema Cita di bawah naungan Plan Indonesia yang merupakan yayasan yang fokus untuk memperjuangkan hak anak dan perempuan.

Dari situlah, Amira kemudian sadar bagaimana cara melawan aksi bullying. Di Gema Cita, dirinya diajarkan tentang cara menghadapi pelaku bullying hingga mengidentifikasi bentuk-bentuk bullying.

"Dulu kan aku jadi korban tapi belum terinformasi makanya aku terlibat di gema cita. Jadi katakan tidak pada kekerasan dan berani speak up," jelasnya.

*Dulu aku hanya terdiam, meratapi nasib dan memikirkan sendiri sehingga jadi down untuk aku sendiri. Sekarang karena sudah terinformasi aku lebih berani mengatakan bahwa aku gak nyaman kamu perlakukan seperti itu, dan juga banyak ya nggak bisa disanggah bahwa bullying masih terjadi," tuturnya.

Menurutnya, salah satu upaya untuk melawan bullying adalah dengan berani bicara dan melapor. Karena jika tidak, pelaku bullying bisa semena-mena melakukan aksi serupa ke banyak orang.

"Upaya yang tak kalah penting yaitu berani lapor, dulu kesalahan fatal aku nggak berani lapor sehingga anak ini (pelaku) bisa berpotensi melakukan ke orang lain kan. Kalau sekarang menemukan itu karena sudah terinformasi aku lebih notice," ujar Amira.

"Intinya untuk melawan bullying harus berani speak up dan berani mengatakan tidak. Itu mungkin yang harus dilakukan untuk menghindari bullying," tandasnya.

Kini Amira menjadi peer educator atau tutor teman sebaya bagi anak-anak sekolah. Selain getol menyiarkan soal stop bullying, Amira juga mengedukasi anak-anak agar tidak menikah di usia dini.

"Gema Cita adalah singkatan generasi emas bangsa bebas perkawinan anak di bawah binaan Plan Indonesia yang berupaya untuk mengurangi angka kekerasan anak dan pemenuhan hak anak," tutup Amira.

(bba/iqk)


Hide Ads