Kisah Kopi Sukabumi untuk Bayar Pajak di Era Kolonial Belanda

Kisah Kopi Sukabumi untuk Bayar Pajak di Era Kolonial Belanda

Siti Fatimah - detikJabar
Minggu, 09 Okt 2022 14:00 WIB
ilustrasi biji kopi
Ilustrasi kopi. (Foto: thinkstock)
Sukabumi -

Biji kopi Sukabumi dikenal sebagai 'emas hitam' pada masa kolonial Belanda. Bahkan, pribumi zaman dulu diwajibkan menanam kopi dan dijadikan sebagai alat membayar pajak kepada pemerintahan Belanda.

Hal itu disampaikan pegiat sejarah dan pelaku usaha kopi di Sukabumi. Ketua Yayasan Dapuran Kipahari, Irman Firmansyah mengatakan, kebijakan membayar pajak dengan komoditas kopi itu berlangsung dari tahun 1713 sampai 1800-an.

"Setahu saya leverantier zaman Preanger Stelsel adalah penyerahan wajib kopi. Kalau zaman Raffles dari hasil produk bruto pajaknya, komoditasnya tak hanya kopi," kata Irman kepada detikJabar belum lama ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ada juga yang disebut dengan Contingenten, yaitu berupa pajak yang ditentukan VOC dari hasil komoditas termasuk biji kopi. Pada zaman VOC, kopi menjadi komoditas primadona sehingga pajak terbanyak yang diterima berasal dari kopi.

"Kalau preanger stelsel memang fokusnya Jawa Barat termasuk Sukabumi, karena VOC menguasai penuh sesudah diserahkan dari Mataram, sedangkan Culture Stelsel zaman Belanda ada juga di luar Jawa barat," sambungnya.

ADVERTISEMENT

Rafindra Jabar (27) pengelola Mason Coffee menambahkan, berbagai literatur menyebutkan, tanah Sukabumi yang subur dimanfaatkan 'habis-habisan' oleh kolonial Belanda untuk menanam kopi.

"Waktu dulu zaman penjajahan itu orang ketika bayar pajak pada penjajah itu ya dia harus bayar dengan biji kopi," kata Rafindra.

Tanah yang dijadikan untuk menanam biji kopi itu disediakan pemerintah Belanda, sedangkan pribumi berkewajiban menanam bibit, membudidayakan, memanen hingga menyerahkan hasil panen kopi kepada mereka.

"Dia harus memiliki biji kopi tersebut. Jadi si penjajah menyediakan lahan, ditanam dan kita harus mengurus itu. Jadi setor ke penjajah," ujarnya.

Bukan tanpa alasan, biji kopi yang didapat dari pajak itu kemudian dijual ke luar negeri. Biji kopi Sukabumi menghasilkan citarasa khas hingga diminati mancanegara.

"Jadi dijual lagi ke luar negeri, mungkin dari segi tanah di kita subur banget, dengan cuaca yang sangat cocok, tingkat panasnya juga bagus. Nah itu bisa berpengaruh pada cita rasa si biji kopi tersebut," ucapnya.

Dia mengatakan, sejarah yang menggunakan biji kopi untuk membayar pajak memang sudah hilang. Akan tetapi, citra biji kopi Sukabumi harus tetap dipertahankan.

"Kita harus bisa bawa dampak ke petani untuk meng-upgrade proses baru, lestarikan kopi di daerah baru. Kita coba untuk mengembangkan daerah, khususnya Sukabumi," tuturnya.

Saat ini pihaknya tengah menyiapkan 10 hektare tanah di Damar, Pondok Halimun, Kabupaten Sukabumi untuk ditanami pohon kopi.

"Ini kita lagi proses tanam bibit yang membutuhkan waktu 2 bulan sampai si bibit mengeluarkan akar setelah itu kita pindahkan dan baru kita tanam. Itu kita tanam di ketinggian 1350 mdpl. Semakin tinggi daerahnya, rasanya semakin manis," tutupnya.

(orb/orb)


Hide Ads