Kabar Kampus

Kisah 2 Mahasiswa Kesenian Belajar Wirausaha Budidaya Ular

Anindyadevi Aurellia - detikJabar
Senin, 02 Sep 2024 05:00 WIB
Syauqi (19) dan Suryana (21) memegang Ular Pohon dan Ular Pelangi yang dibudidayakannya (Foto: Anindyadevi Aurellia/detikJabar).
Bandung -

Dua mahasiswa semester 3 Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung ini, mengagumi seni dengan cara yang berbeda. Kalau kesenian identik dengan lukis, musik, atau kriya, tapi Syauqi (19) dan Suryana (21) menikmati seni dari corak hewan melata.

Indahnya corak kulit ular, hewan yang banyak ditakuti manusia itu, membetot perhatian mereka. Terlebih saat mereka tahu, ternyata keindahan corak kulitnya bisa jadi potensi bisnis yang menggiurkan.

Syauqi yang terlebih dulu mengenal dan tertarik dengan ular, kecantikan coraknya, mengetahui kalau ular bisa punya nilai jual lebih saat mengalami kelainan genetik. Kulitnya yang berbeda, membuatnya bakal semakin unik dan berpotensi mengundang pembeli dari kalangan pecinta hewan langka.

"Jadi awalnya ada program wirausaha gitu, mahasiswa ajukan ide nanti akan dinilai dan bimbingan apakah ide itu pantas atau tidak untuk dilaksanakan. Nah kami buat kelompok Repcality Cultivators, yakni budidaya ular lokal. Karena dari kecil suka hewan, ular, dan makin lama makin ditekuni. Corak hewan lokal gitu jadi tahu," katanya belum lama ini berbincang dengan detikJabar.

Dari berbagi pengetahuan dalam lingkup komunitas, mereka saling bertukar informasi dan Syauqi merasa teredukasi. Syauqi jadi mengenal ular lokal termasuk sisi gelapnya, yakni terancam jumlahnya berkurang akibat tingginya perburuan atau pengurangan lahan.

Soal perburuan, Syauqi menilai ada banyak faktor penyebabnya. Tapi salah satunya yakni ketidak tahuan masyarakat, sehingga memutuskan untuk memusnahkan ular lokal. Padahal, hal tersebut tak cuma mengancam populasi mereka tapi juga keseimbangan ekosistem alam.

"Ular itu dibunuh terus jadi berkurang, konservasi juga masih kurang. Jadi hamanya kayak tikus gitu makin naik. Saya kan asalnya dari Garut, nah di kampung itu sering dapet cerita kalau hama tikus tambah banyak, ya karena setiap ketemu ular langsung dibunuh," cerita Syauqi.

Dari ketertarikan pada corak ular lokal, keunikan yang ditemukan dalam ular kelainan genetik, dan rasa prihatin karena populasi yang semakin berkurang, mengantarkan Syauqi dan Suryana menjadi kandidat mahasiswa enterpreneur (Mapren) di ISBI. Dalam Program Pembinaan Mahasiswa Wirausaha (P2MW), mereka terpilih jadi satu dari 5.000 mahasiswa yang mengikuti seleksi nasional.

"Dari ISBI ada enam yang lolos, salah satunya kami. Dapat hibah Rp11.800.000 itu untuk pembelian indukan yang proven pernah beranak agar tinggi tingkat berhasilnya, kandang, keperluan wadah air, pakan alat sexing untuk cek kelamin, tongkat ular, alat kesehatan dll," ceritanya.

Di sebuah kamar kos-kosan yang mereka sewa, menjadi tempat untuk budidaya delapan ular lokal. Tiap kandangnya diberi kelapa olahan atau cocopeat untuk menyerap bau dan kotoran ular, serta substrat atau tanaman hias.

Kedepelapan ular itu punya jenis berbeda seperti Water Tiger, Ular Pelangi, Mono Pohon, dan Ular Pucuk. Keseluruhnya memiliki bisa yang skalanya rendah. Saat ini, mereka tengah menanti menetasnya 19 telur ular dari hasil persilangan tersebut.

"Di kosan itu ada enam kotak kandang, dua buat pakannya jadi satu diisi tikus dan satunya kodok. Empat kandang untuk ular, satu kandang ada dua ular yang dipasangkan agar bertelur. Tiap pasang biasanya salah satu ada yang beda genetik jadi warnanya cerah atau unik," kata Syauqi.

Tapi bukan cuma berniat jual beli ular, Syauqi dan Suryana membawa misi besar yakni menjaga keseimbangan alam dengan adalahya ular lokal. Melestarikan kembali keberadaan mereka, yakni ular lokal namun yang punya bisa skala rendah.



Simak Video "Video: Lukisan dari Abad 17 Ini Bakal Dilelang Rp 45 M di Prancis"

(aau/mso)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork