Jaja Sukmana, seorang penyuluh pertanian asal Pamarican Ciamis berhasil menciptakan inovasi Muharam atau Mutiara Hitam Suburkan Alam. Yakni, menemukan saripati pupuk organik menjadi mutiara hitam sebagai zat penyubur tanam sehingga dapat menekan biaya operasional usaha tani.
Dari inovasi ini, pria kelahiran Ciamis 20 Desember 1978 ini meraih berbagai penghargaan. Terbaru, pada bulan Agustus 2024 ini, Jaja menjadi juara 1 lomba penyuluh teladan Kementerian Pertanian. Sebelumnya juga telah meraih juara 1 Lomba Inovasi Daerah tingkat Kabupaten Ciamis dan juara 1 Lomba Penyuluh Berprestasi tingkat Provinsi Jawa Barat.
Penghargaan tersebut diserahkan dalam acara Apresiasi Insan Pertanian Berprestasi di Lapangan Upacara Kantor Pusat Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, pada Sabtu (17/08/2024). Penghargaan itu langsung diberikan oleh Menteri Pertanian.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jaja menerangkan inovasi aplikasi Muharam ini lahir dari keprihatinannya terhadap penurunan kesuburan. Petani lebih banyak menggunakan pupuk anorganik dibanding pupuk organik. Inovasi ini hadir untuk meningkatkan efisiensi terhadap penggunaan pupuk organik atau anorganik/kimia.
"Jadi intinya Muharam adalah mutiara hitam suburkan alam. Awalnya, karena petani kalau menggunakan pupuk organik itu sulit karena kuantitas jumlahnya banyak. Tapi dengan Muharam kita bisa mengambil saripati atau mengekstrak dari pupuk organik itu sehingga bisa lebih efisien dalam pengaplikasiannya," ujar Jaja kepada detikJabar, Senin (19/8/2024).
Jaja menjelaskan, dengan mengaplikasikan mutiara hitam atau ekstraksi dari pupuk organik itu bisa mengurangi jumlah penggunaan pupuk tersebut. Lahan seluas satu hektare biasanya memerlukan 5-10 ton pupuk organik, tapi dengan mutiara hitam hanya butuh 15-20 kilogram saja. Sedangkan untuk penggunaan pupuk kimia dari biasanya 5 kuintal bisa berkurang menjadi 1-2 kuintal per hektare.
"Alhamdulillah bisa mengefisienkan biaya usaha tani 60-70 persen.
Kalau biasanya penggunaan pupuk organik per hektare 5-10 ton. Tapi dengan mutiara hitam hanya 15-20 kilogram per hektare. Alhamdulillah efisienkan biaya usaha tani.
Jaja menerangkan proses ekstraksi pupuk organik hanya memerlukan waktu 21 hari. 7 hari direndam di asam, 7 hari direndam di basa lalu dinetralkan di dalam drum. Nantinya saripati yang mengendap yang ditahap netral yang diambil menjadi mutiara hitam.
"Ekstrak ini sama dengan humus, untuk penyubur tanah karena memiliki banyak kandungannya," terangnya.
Jaja menerangkan inovasi penyubur tanah itu lahir dari pengalaman, selain telah memiliki dasar keilmuannya sewaktu berkuliah di IPB Bogor. Pada tahun 2011, Jaja terjun menjadi petani. Ia pun menemukan berbagai persoalan, salah satunya penggunaan pupuk kimia yang selalu meningkat dan pupuk organik yang membutuhkan banyak.
"Saya mencoba coba bagiamana dengan hasil produksi tinggi tapi biaya operasional usaha tani efisien. Awalnya dari percobaan sendiri digunakan di lahan sendiri," jelasnya.
Pada tahun 2021, Jaja mencoba mengaplikasikannya di lahan warga di daerah Sidamulih, Pamarican, Kabupaten Ciamis. Hal itu berkat dukungan dari Kepala Desa Sidamulih melalui program ketahanan pangan.
"Jadi ini salah satu upaya percontohan. Dengan inovasi ini, Dinas Pertanian Ciamis juga memfasilitasi kemarin untuk calon petani calon lokasi untuk demplot Muharam ini, sudah masuk. Mungkin di musim tanam nanti semua kecamatan sudah bisa mengaplikasikannya," terang pria yang sudah 16 tahun menjadi penyuluh pertanian.
Prestasi Jaja Sukmana ini, bisa menjadi inspirasi bagi penyuluh dan petani lainnya di Ciamis untuk terus berinovasi.
(sud/sud)