Ribuan spesies hewan dan tanaman di Taman Hutan Raya (Tahura) Ir H Djuanda, Cimenyan, Kota Bandung, seolah sudah jadi teman bagi Dicky. Ia bertugas sebagai Pengendali Ekosistem Hutan di Tahura sejak 2021.
Dicky ditugaskan untuk meneliti flora, fauna yang ada di Tahura. Meskipun baru dua tahun ditempatkan di sana, ia sudah dibuat takjub dengan beragam flora, fauna yang ada. Ia juga berkesempatan untuk melihat kedua kalinya kejadian langka mekarnya bunga bangkai Amorphophallus Titanum.
"Saya sudah di Tahura sejak tahun 2021, jadi saya sempet juga lihat waktu bunga bangkai mekar tahun itu, terus sekarang ini saya ikut ngerawat dan observasi. Seru sekali, apalagi waktu mekar-mekarnya," cerita Dicky dengan sumringah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai seorang observator, sehari-hari ia mengikuti jam kerja kantor yakni 8.30 WIB-16.30 WIB. Namun, observasi sering kali dilakukan sewaktu-waktu di luar jam kerja normal.
Salah satunya saat perkembangan bunga bangkai setinggi 2,7 meter dan lebar 80 sentimeter di Tahura. Tak disangka-sangka, bunga ini justru mulai mekar pada malam jelang dini hari.
"Jadi bunga bangkai ini pada hari Kamis (25/1) 19.00 sore masih mengerucut, kuncup begitu. Begitu Jumat pagi, itu mekar sempurna di tinggi 2 meter 7 sentimeter, itu termasuk rekor ya tingginya. Tapi hanya bertahan lima jam. Sekitar jam 12 siang sampai sore begitu sudah mulai berubah tidak sesegar itu lagi warnanya," katanya.
Sembari menunjukkan foto-foto dan video timelapse yang ia dokumentasikan, Dicky bercerita bahwa kehadiran bunga bangkai ini tak disangka-sangka. Dari tiga bibit yang ditanam, dua di antaranya diperkirakan tumbuh pada tahun ini.
Ternyata, salah satu bibitnya justru gugur karena tak mampu bertahan dengan cuaca panas yang sempat melanda Kota Bandung.
"Malah yang ini justru tumbuh. Langsung kita bersihin, kita abadikan momennya untuk observasi. Ada tiga timelapse yang kita pasang, kemudian kita juga abadikan setiap fotonya, jadi terlihat perubahan kapan bunga mekar sempurna, kapan mulai berubah, dan lainnya," ucap Dicky.
Mendapat bagian untuk merawat dan melakukan observasi pada bunga bangkai ini, membuatnya ditugaskan untuk berjaga dan meladeni para wisatawan yang penasaran dengan peristiwa langka tersebut.
Beragam pertanyaan yang sama diajukan, berkali-kali jawaban serupa pun harus dijelaskan Dicky. Ada rasa lelah yang dirasakan olehnya, tapi ia tak merasa jenuh menjelaskan informasi-informasi itu. Tak berkurang rasa antusiasnya saat memandu para wisatawan.
"Banyak sekali ya, kelihatannya sih iya (datang untuk melihat bunga bangkai). Kebanyakan karena lihat dari tiktok. Ya capek sih sebenernya menjelaskan terus, tapi ya sudah tugas. Dan saat menunjukkan, menjelaskan itu rasanya puas, senang sekali," ujarnya.
"Terus waktu ini (bunga bangkai) mekar itu kami timelapse, sempat hujan. Wah itu kita langsung amankan kameranya. Ya begitulah jadi kadang malem-malem gitu juga jaga jadi nggak jam kantor," lanjutnya sambil tertawa kecil.
Begadang memang bukan hal biasa buatnya. Meskipun begitu, Dicky tak mengeluhkan pekerjaannya. Ia mengaku, sangat senang dengan pekerjaannya saat ini.
Pekerjaan yang sebelumnya tak pernah ia duga-duga ini, nyatanya memberikan kepuasan tersendiri. Dicky merasa senang mendapat pengalaman untuk lebih dekat dan mengenal spesies flora dan fauna di Tahuna, yang jumlahnya sangat banyak.
"Karena kita kan cari momen foto yang bagus ya. Jadi kita usahakan, nah begitu melihat langsung hasilnya, timelapsenya ditonton, itu uuu.. indahnya..," kata Dicky.
"Saya kerja di bidang ini itu tersasar, terpaksa, tapi suka juga ya. Karena awalnya kan dari pekerja di perusahaan kehutanan. Kemudian di Tahura minimal harus identifikasi flora fauna di sini, dan ternyata ada banyak sekali. Paling berkesan saat menemukan spesies yang belum pernah ada dan sepertinya nggak mungkin ada di sini. Ternyata ada," lanjutnya.
Ia pun begitu sumringah menceritakan saat ia berkesempatan untuk meneliti burung yang bermigrasi dan melintasi kawasan Tahura. Di bulan Oktober, terdapat 457 burung Sikep Madu Asia, Elang-alap Cina, dan Elang-alap Jepang yang sempat 'mampir' Tahura.
"Jadi pernah setelah eksplorasi itu ada hewan-hewan seperti Kucing Hutan yang punya corak khusus ya, Musang, dan burung-burung migrasi itu. Tapi tantangannya kita sering menemukan warga sekitar yang masih suka perburuan liar ya," ceritanya.
"Pernah waktu itu ketemu pelakunya, langsung kami peringati, usir dari wilayah dan ambil perangkapnya. Tantangan lainnya sih saya belum dapat (observasi) burung malam ya, karena itu harus cari di malam hari, saya kalau sendirian iya agak takut juga sih," celetuknya sambil tertawa.
(aau/mso)