PUKA (Pulas Katumbiri) bukan sekadar bisnis kerajinan atau crafting biasa. Di balik kreativitas tas dan aksesoris fashionable yang dihasilkan, Dessy Nur Anisa Rahma (31), pendiri PUKA, memiliki misi yang besar dengan memberdayakan orang-orang berkebutuhan khusus dan mengubah stigma masyarakat terhadap disabilitas.
"Passion become profession," ungkap Dessy yang melahirkan PUKA karena hobinya di bidang kerajinan.
Siapa sangka, sebuah tas laptop yang ia buat dari sulaman kain goni dan benang wol, membawa perubahan dalam hidupnya. Respons positif dari teman-temannya di kampus mendorong Dessy untuk mengubah hobinya menjadi bisnis yang inspiratif.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nama "PUKA" dipilih untuk mencerminkan keceriaan dan warna-warni dalam crafting, diambil dari singkatan "Pulas Katumbiri," yang artinya goresan pelangi dalam bahasa Sunda.
Sadar akan potensi yang besar, Dessy mencari mitra kerja dari berbagai lapisan masyarakat. Namun, yang paling menarik perhatiannya adalah kerjasama dengan Sekolah Luar Biasa (SLB). Dessy memilih bekerjasama dengan SLB karena melihat potensi besar yang belum tergarap dengan baik. "Karya mereka bagus-bagus, tapi sayang, hasilnya hanya dipajang di lemari sekolah, sebagai hiasan saja." ucap Dessy.
PUKA hadir memberikan solusi dengan membuka peluang pasar dan menciptakan lapangan kerja untuk teman-teman disabilitas. Para crafter di PUKA memiliki rentang usia yang bervariasi, mulai dari anak-anak SD berusia 14 tahun hingga para alumni yang berusia 50 tahun, yang hingga saat ini, kerjasamanya telah terjalin selama 8 tahun.
Dessy mengakui bahwa awalnya, pandangannya terhadap teman-teman disabilitas masih sempit, berkutat pada pertanyaan, "Mereka bisa apa?". Namun, kolaborasi dengan SLB membuka matanya, membuktikan bahwa mereka memiliki potensi besar untuk berkarya dan berkontribusi.
"Hadirnya Puka diharapkan bisa menepis stigma masyarakat. Kami ingin membuka mata masyarakat bahwa teman-teman disabilitas juga memiliki kemampuan untuk berkreasi dan berkarya. Inilah salah satu cara kami untuk mengubah pandangan masyarakat," papar Dessy.
Melalui produk crafting warna-warni yang mencolok dan menarik perhatian, PUKA membuktikan bahwa karya teman-teman disabilitas layak diakui dan diminati tanpa harus disertai rasa iba.
"Seperti pada saat pameran atau ikut bazar-bazar, banyak orang berdatangan karena memang tertarik dengan produk Puka yang lucu dan unik, dan saat mereka tahu bahwa produk ini dibuat oleh teman-teman disabilitas, semangat untuk membelinya justru jadi semakin tinggi." tambah Dessy.
![]() |
Di balik kesuksesan PUKA, tentu tidak terlepas dari tantangan. Mulai dari persaingan dengan kompetitor hingga keterbatasan kuantitas produksi oleh teman-teman disabilitas. PUKA memilih menyesuaikan diri dengan kemampuan para crafter disabilitas, dan tantangan ini justru mendorong PUKA untuk membuka lebih banyak lapangan kerja bagi mereka.
![]() |
Setiap item yang dihasilkan oleh PUKA tidak hanya bernilai estetis, tetapi juga sebagai karya seni yang membawa keceriaan melalui palet warna yang beragam. Saat ini, PUKA tidak hanya memproduksi tas dan aksesoris, PUKA mulai menghasilkan produk-produk lainnya, seperti pakaian dengan kolaborasi bersama merek-merek lokal terkenal yang dapat detikers beli melalui offline store mereka di Pasar Kreatif Jawa Barat, atau juga melalui e-commerce.
Selain tempat berkreasi, PUKA menjadi wadah untuk meningkatkan keterampilan dan membuka peluang bersosialisasi bagi teman-teman disabilitas. "Biasanya kami mengadakan acara outing, agar teman-teman disabilitas juga bisa refresh dan happy ditengah-tengah kerja." jelas Dessy.
Melalui goresan pelangi PUKA, mereka terus memberdayakan dan merubah pandangan masyarakat tentang kemampuan teman-teman disabilitas.
"From Disability to Artability" begitulah taglinennya, membuka mata masyarakat untuk melihat disabilitas dari sudut pandang yang berbeda.
(yum/yum)