Pelan-pelan Irfan bertransformasi. Guru muda yang peduli terhadap inklusi, khususnya di dunia pendidikan. Sarjana lulusan pendidikan luar biasa Universitas Sebelas Maret (UNS) itu mengajar di SLBN A Citeureup Cimahi. Usai sarjana Irfan langsung mengabdi.
Pendidikan di kuliah dan sekolah tempat ia mengajar, rupanya menyadarkan pikiran Irfan tentang keadilan, perjuangan hidup, dan dewasa dalam berpikir. Sekitar enam tahun Irfan mengajar di SLBN A Citeureup Cimahi.
"Kepeleset saja, tiba-tiba ke situ (kuliah di jurusan pendidikan luar biasa). Alhamdulillah, setelah saya dalami. Membuka banyak pikiran, dan peluang," kaya Irfan kepada detikJabar, Minggu (31/7/2022).
Irfan guru yang punya semangat. Menularkan energi yang positif. Ramah, penuh senyum dan santai. Tapi, Irfan tak pernah santai untuk memikirkan masa depan muridnya. Ia lanjut kuliah magister di UPI, sebagai bekal untuk membantu anak didiknya berkembang.
Irfan sering mengantarkan anak didiknya meraih prestasi saat mengikuti kompetisi. Terbaru, Irfan berhasil membimbing dua muridnya, yakni Muhammad Muqit Gupay dan Sahrul Aripin, siswa kelas XI SLBN A Citeureup, Kota Cimahi.
Kedua murid tunadaksa dan tunanetra itu berhasil menyabet gelar juara pertama, dan best design pada cloud computing club competition (C4) regional Jabar yang digelar perusahaan swasta bersama Pemprov Jabar.
Irfan mendampingi kedua muridnya saat menerima penghargaan. Irfan mengaku berkewajiban untuk mendorong muridnya mengembangkan bakat. Irfan rajin menganalisa, menilai dan menguji muridnya untuk memastikan bakat yang harus didorong. Seperti Muqit dan Sahrul.
"Kita harus melihat potensi anak-anak. Asesmen, dan berikan kebutuhan agar bisa berkembang," kata Irfan.
Semua anak punya hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak, apapun mata pelajarannya. Apapun kondisi anaknya. Irfan ingin menunjukkan pendidikan berkeadilan.
"Di dalam aktualisasi sebagai anak bangsa. Semua mendapatkan haknya untuk bisa berpartisipasi. Kita perjuangkan juga budaya inklusi," ucap lulusan magister UPI itu.
Berilah Kesempatan
Selama mengajar di SLB, Irfan mengaku kerap mendapatkan laporan tentang muridnya yang dilecehkan. Irfan menyayangkan sikap orang-orang yang hanya memandang keterbatasan.
"Tidak semua tempat menerima mereka (penyandang disabilitas). Banyak yang tidak menerima mereka," ucap Irfan.
Irfan pelan-pelan menguatkan muridnya untuk terus berjuang. Irfan fokus mendidik muridnya agar bisa mandiri. Sebab, lanjut Irfan, kemandirian menjadi modal utama untuk menyongsong kehidupan yang lebih baik kedepannya.
"Kita bertujuan memandirikan mereka. Di sisi lain, kita perjuangkan budaya inklusi," tutur Irfan.
Irfan mengingatkan agar masyarakat tak memandang sebelah mata penyandang disabilitas. Ia pun berpesan agar masyarakat memberikan ruang atau kesempatan kepada disabilitas untuk berekspresi.
"Mereka (penyandang disabilitas) tidak minta apa-apa. Tidak minta banyak. Hanya minta diberikan kesempatan untuk berkarya dan aktualisasi," kata Irfan. (sud/yum)