Pegawai Honorer PN Sukabumi Dipolisikan Usai Diduga Cabuli Mahasiswi

Pegawai Honorer PN Sukabumi Dipolisikan Usai Diduga Cabuli Mahasiswi

Siti Fatimah - detikJabar
Jumat, 28 Feb 2025 17:29 WIB
Despair. The concept of stopping violence against women and human trafficking,  International Womens Day
Ilustrasi korban pelecehan (Foto: Getty Images/iStockphoto/Tinnakorn Jorruang).
Sukabumi -

Pegawai honorer berinisial ES (46) dilaporkan ke polisi usai aksi nekatnya melakukan dugaan pencabulan kepada mahasiswi magang di ruang kesehatan atau ruang lakstasi Pengadilan Negeri Sukabumi. Kabar itu dikonfirmasi oleh orang tua korban, AF (44). Saat ini, proses BAP korban masih dilaksanakan oleh penyidik PPA Sat Reskrim Polres Sukabumi Kota.

"Hari ini kita buat laporan (polisi). Saya serahkan ke anak saya, dia sudah dewasa, dia yang merasakan, kita lihat progres ke depan. Yang pasti korban merasa keberatan, begitu juga dengan saya jika hanya dikenakan sanksi administratif," kata ayah korban, AF kepada detikJabar, Jumat (28/2/2025).

Dia mengatakan, anaknya berinisial VM (20) mengalami tekanan psikologis setelah kejadian yang menimpanya. Trauma yang dirasakan membuatnya tidak nyaman untuk kembali ke tempat magang tersebut. Aktivitas magangnya itu dihentikan sejak Jumat, 21 Februari 2025, setelah kejadian itu terjadi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tempat itu sudah menjadi tempat yang menyeramkan buat anak saya. Dari Jumat atau Sabtu, dia sudah tidak magang lagi, dan pihak kampus juga sudah tahu. Saya sudah menanyakan bagaimana kelanjutannya, apakah ada opsi untuk dipindahkan ke tempat lain, karena jelas tidak mungkin dia tetap di situ," ujarnya.

Meski secara rohani anaknya cukup kuat karena terbiasa aktif dalam kegiatan gereja, trauma akibat kejadian tersebut masih terus menghantuinya. AF mengatakan, peristiwa itu masih membayanginya setiap malam.

ADVERTISEMENT

"Setiap malam dia masih terbayang kejadian itu, bagaimana rasanya bagian tubuhnya dipegang. Dia bilang, 'Pah, aku sakit hati, aku kecewa banget, aku nggak terima. Kalau pelaku hanya diskorsing, aku nggak terima. Aku pengen dia dipenjara," kata AF menirukan perkataan anaknya.

AF menegaskan bahwa sanksi skorsing atau penonaktifan sementara tidak cukup sebagai hukuman bagi pelaku. Ia khawatir jika tidak ada hukuman tegas, kejadian serupa bisa terulang dengan korban lain di tempat lain.

"Menurut saya, kalau hanya diskors atau dinonaktifkan sementara, itu tidak adil. Nanti dia bisa melakukan hal yang sama di tempat lain dan akan ada korban-korban berikutnya," tegasnya.

"Anak saya sih sudah jelas inginnya pelaku dipenjara supaya ada efek jera. Kalau cuma diskorsing, dia merasa seolah-olah enak banget, masalah selesai begitu saja," sambung AF.

Sebagai orang tua, ia juga menyoroti perilaku pelaku saat meminta maaf dalam video yang beredar. Menurutnya, pelaku tidak menunjukkan rasa bersalah dengan tetap menyentuh rambut anaknya.

"Yang bikin saya aneh, ketika pelaku meminta maaf di video, dia masih berani menyentuh rambut anak saya. Seharusnya kalau dia merasa bersalah, dia harusnya jaga jarak. Itu malah menunjukkan dia tidak merasa takut atau bersalah," tambahnya.

Selain dugaan pencabulan, ada dugaan bahwa seorang hakim di PN Sukabumi mencoba menekan korban agar tidak melaporkan kejadian ini ke pihak kampus atau atasan.

"Anak saya bilang ada hakim yang menyampaikan supaya ini tidak dilaporkan ke atasan atau ke kampus. Mungkin tujuannya untuk menjaga institusi mereka, tapi bagi anak saya, itu menjadi tekanan. Dia jadi merasa bahwa melaporkan kejadian ini adalah sesuatu yang salah," jelas Amos.

Padahal, kata dia, ketika awal magang, pimpinan PN Sukabumi sudah menyampaikan bahwa jika terjadi sesuatu, para mahasiswa magang bisa langsung melapor. Namun, kata-kata dari hakim tersebut membuat korban takut dan ragu untuk bertindak.

Baginya, yang terpenting adalah kesejahteraan mental dan psikis anaknya. Terlebih, anaknya memiliki kondisi fisik yang lemah dan menganggap hal itu dimanfaatkan oleh terduga pelaku yang tidak bertanggung jawab.

"Sejauh mana anak saya merasa damai dan tenang, sejauh itu juga yang saya perjuangkan. Kalau dia baru bisa merasa tenang kalau pelaku dipenjara, berarti itu yang harus dilakukan," katanya.

"Anak saya kan suka pingsan dari dulu karena glukosanya kurang, makannya nggak teratur. Jadi jangan sampai hal ini dimanfaatkan oleh oknum-oknum," sambung AF.

Ia juga berharap agar kasus ini menjadi pelajaran bagi semua pihak, terutama dalam penegakan hukum di Indonesia.

"Kalau kita terima begitu saja dan memilih tidak melanjutkan, maka kasus-kasus seperti ini akan terus terjadi. Ini bukan hanya soal anak saya, tapi soal keadilan bagi semua perempuan. Saya ingin pelaku dihukum setimpal agar dia sadar bahwa ini negara hukum, tidak bisa semena-mena melecehkan perempuan," tutupnya.

Sebelumnya, kasus dugaan pencabulan yang terjadi pada Kamis (20/2/2025) ini terus menjadi sorotan publik. Pihak PN Sukabumi membentuk tim investigasi untuk menelusuri kebenaran peristiwa tersebut.

Di sisi lain, pegawai honorer inisial ES (46) sudah dinonaktifkan. Penonaktifan terduga pelaku guna memastikan transparansi dan objektivitas dalam proses investigasi.

"Baru tahu kemarin langsung dibuat SK, hari ini langsung diperiksa. Kondisi korban kejadian itu nggak pernah masuk (magang)," kata Juru Bicara PN Sukabumi Christoffel Harianja.

Apabila terbukti melakukan dugaan pelecehan seksual, pihaknya tak segan-segan akan mengeluarkan terduga pelaku sebagai pegawai honorer.

"Kami teruskan ke Pengadilan Tinggi Bandung. Sikap dari Pengadilan Tinggi Bandung, apa perintah dari pengadilan tinggi kita laksanakan. Hukumannya jika terbukti benar pasti diberhentikan," tegasnya.




(mso/mso)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads