Abdi Lah Ginastiar (20), Niftahul Zannah (31), Jamaludin (59), Andi (35), serta Arya Sutiantoro (21) kini terpaksa mendekam di balik jeruji besi akibat ulah kriminalnya.
Empat orang di antaranya yakni Abdi, Niftahul, Jamaludin, serta Andi merupakan tersangka penyalahgunaan barang pertanian berbentuk pupuk bersubsidi. Sementara tersangka Arya merupakan tersangka penyalahgunaan BBM bersubsidi jenis Pertalite.
Untuk kasus penyalahgunaan pupuk bersubsidi, empat tersangka itu memperjualbelikan pupuk bersubsidi jenis NPK dan Urea padahal mereka bukan sebagai penjual pupuk bersubsidi yang ditunjuk pemerintah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi oknum-oknum ini memperjual belikan pupuk bersubsidi yang menjadi kebutuhan petani dengan harga lebih mahal dari Harga Eceran Tertinggi, padahal mereka tidak punya hak menjual barang tersebut," kata Kapolres Cimahi, AKBP Tri Suhartanto saat konferensi pers di Mapolres Cimahi, Rabu (13/11/2024).
Dari tangan para tersangka, diamankan barang bukti kurang lebih 6,2 ton. Rinciannya yakni pupuk NPK sebanyak 1,4 ton, kemudian pupuk urea sebanyak 4,784 ton. Serta barang bukti lainnya yakni timbangan gantung serta timbangan digital.
"Pengakuannya mereka mendapatkan barang tersebut dari orang lain yang seharusnya dijual untuk di wilayah lain. Jadi seharusnya digunakan di daerah lain tapi masuk ke tempat kita (Bandung Barat)," kata Tri.
Modusnya, para tersangka yang beroperasi di wilayah Kecamatan Gununghalu, Kabupaten Bandung Barat itu mendapatkan pupuk tersebut secara ilegal lalu mengemas ulang pupuk untuk kemudian dijual ke para petani.
"Pupuk bersubsidi itu mereka jual lagi dengan harga yang lebih tinggi. Harusnya kan mereka tidak punya hak untuk menjual pupuk ini karena sudah ada aturan penjualannya. Akibatnya ya para kelompok-kelompok tani ini yang mengalami kerugian," kata Tri.
![]() |
Sementara itu, Abdi mengaku ia sudah beroperasi menjual pupuk bersubsidi secara ilegal itu sejak tiga bulan lalu. Ia mengaku tak tahu darimana barang tersebut berasal.
"Saya enggak tahu, cuma ngejualin aja soalnya itu punya adik saya. Dijualnya Rp4 ribu per kilogram. Kalau per karung Rp170 ribu," kata Abdi.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 110 atau 110 Juncto Pasal 36 UU RI Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan Sebagaimana Telah Diubah dengan Pasal 46 UU RI Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan PP Pengganti UU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU RI Juncto Pasal 23 Ayat 3 Permendag Nomor 4 tahun 2023 Tentang Pengadaan san Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian dengan ancaman hukuman paling lama 5 tahun penjara.
Penyalahgunaan BBM Bersubsidi
Sementara itu, tersangka Arya Sutiantoro menjadi pelaku penyalahgunaan BBM bersubsidi jenis Pertalite yang penjualannya dibatasi dan diawasi pemerintah.
Dari tangan tersangka, diamankan barang bukti sebanyak 29 jeriken masing-masing berisi 30 liter dengan total sebanyak 720 liter Pertalite. Kemudian dua buah jeriken yang berisi BBM jenis solar masing-masing berisi 30 liter dengan total sebanyak 60 liter.
"Jadi tersangka yang berprofesi sebagai sopir angkot ini melakukan penyalahgunaan BBM bersubsidi jenis Pertalite," kata Tri.
Dalam melancarkan aksinya, tersangka Arya memodifikasi tangki bahan bakar kendaraan angkot miliknya supaya bisa menampung lebih banyak BBM Pertalite yang dibeli.
"Jadi pelaku membeli BBM jenis Pertalite di SPBU kemudian dimasukkan ke dalam tangki kendaraan yang sudah dimodifikasi. Kemudian dikeluarkan lagi di rumah dengan cara disedot manual menggunakan selang karet," kata Tri.
BBM itu lalu ditampung ke dalam jeriken berkapasitas 30 liter. Modus pembelian BBM itu dilakukan berulang-ulang di satu SPBU yang sama maupun ke lokasi SPBU lainnya.
"Keterangan dari tersangka ini sudah dilakukan cukup lama juga. Nanti kita terus lakukan proses penyelidikan kemana nanti BBM bersubsidi itu dijual," ujar Tri.
Sementara tersangka Arya mengatakan awalnya ia berpikir untuk melakukan modus penyalahgunaan BBM itu karena kebutuhan mendesak serta peluang mendapatkan uang lebih.
"Di saya itu sudah SPBU, terus di jalan suka banyak kendaraan mogok. Jadi saya melakukan seperti itu. Beli Rp10 ribu per liter dijual lagi Rp12 ribu. Dijual eceran," kata Arya.
Tersangka dijerat dengan Pasal 55 UU RI nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi Sebagaimana Telah Diatur dalam UU RI Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU RI nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU RI dengan ancaman hukuman penjara 6 tahun dan denda paling tinggi Rp60 miliar.
(dir/dir)