Rohyat alias Mantri Ableh dan Wiko, terdakwa kasus pengedar obat keras tertentu (OKT) di Karawang divonis hukuman enam tahun penjara dan denda Rp 100 juta. Ia dikenai pasal 196 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Diketahui, kasus tersebut terungkap pada awal Maret 2023 dan sempat heboh pada pertengahan Oktober 2023. Mantri Ableh dan Wiko, ditangkap polisi pada tanggal 8 Maret 2023 sekira pukul 02.30 WIB, usai kedapatan mengedarkan obat keras tertentu berjenis tramadol dan hexymer.
"Bahwa pada bulan Januari 2023 terdakwa Rohyat diajak oleh saksi Wiko untuk menjual obat-obatan jenis tramadol dan hexymer, kemudian terdakwa bersama saksi Wiko berangkat menuju Cikarang dan membeli obat-obatan jenis tramadol dan hexymer dari saudara Agus sebanyak 1.000 butir obat jenis hexymer dan 100 butir obat jenis tramadol dengan tujuan untuk dijual, dan pada hari Minggu tanggal 5 Maret 2023," demikian bunyi putusan Pengadilan Negeri Karawang, yang dilansir dari laman SIPP PN Karawang, pada Jumat (22/12/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Obat-obatan tersebut, dijual Mantri Ableh dan Wiko kepada warga di lingkungannya, yang beralamat di Desa Mulyajaya, Kecamatan Kutawaluya, Kabupaten Karawang.
Berdasarkan hasil penggeledahan pihak kepolisian, ditemukan barang bukti berupa 3.000 butir obat jenis hexymer, yang dikemas dalam tiga toples, dan 56 lembar obat jenis Tramadol dengan isi 560 butir, yang disimpan di dalam kandang ayam di samping rumah Mantri Ableh. Selain itu, polisi juga menemukan dua pak plastik bening kosong, serta uang tunai sebesar Rp300 ribu.
Berdasarkan pemeriksaan laboratorium kriminalistik nomor lab: 1172/NOF/2023 tanggal 20 Maret 2023 barang bukti obat tablet warna kuning mengandung Trihexyphenidy, dan tablet berwarna putih mengandung Tramadol yang termasuk sebagai obat keras tertentu.
Obat-obatan tersebut dapat mempengaruhi fungsi-fungsi fisiologi di dalam tubuh dengan mengurangi keluhan penyakit, serta mengatasi gejala yang timbul oleh penyakit yang tidak boleh diperjualbelikan secara bebas tanpa resep dokter dan harus diedarkan oleh apotek berizin, instalasi pelayanan obat atau farmasi di klinik rumah sakit.
"Menyatakan terdakwa Rohyat Alias Ableh Bin Asmara tersebut diatas, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta dengan sengaja mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 tahun dan denda sebesar Rp 100 juta, dengan ketentuan apabila pidana denda tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," dikutip dari SIPP PN Karawang.
Putusan yang sama juga diterima oleh Wiko yang dibacakan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Karawang pada Rabu 11 Oktober 2023 lalu, selain itu, pengadilan juga menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.
Sementara itu kuasa hukum Mantri Ableh dan Wiko, Alek Safri Winando menuturkan, pihaknya menilai putusan tersebut tidak adil. Olah karena itu, pihaknya berupaya banding meskipun hasilnya tetap menguatkan putusan Pengadilan Negeri.
"Kami sudah berupaya banding, tapi hasilnya tetap menguatkan putusan Pengandilan Negeri, dan sekarang kita masih melakukan upaya hukum kasasi di Mahkamah Agung," ucap Alek saat ditemui detikJabar di Kantornya, Jalan Arif Rahman Hakim, Kabupaten Karawang, Jumat (22/12/2023).
Alek menuturkan, pihaknya telah menerima akta penerimaan kasasi pada 11 Desember 2023 lalu, dan saat ini masih berproses agar kedua kliennya mendapat keringanan hukuman.
"Kami meminta keringanan hukuman, agar terhadap putusan tersebut dipertimbangkan kembali oleh majelis hakim, serta membatalkan putusan Pengadilan Negeri, dan putusan banding Pengadilan Tinggi," kata dia.
Dasar pihaknya melakukan upaya kasasi, karena Mantri Ableh dan Wiko dalam perbuatan tersebut tidak berperan sebagai bandar, keduanya hanya menjual barang yang didapatkan dari seseorang yang masih diburu pihak kepolisian atau DPO.
"Ableh dan Wiko hanya sebagai penjual, dia dapat barang itu dari orang lain, bukan dia yang jadi bandar. Itu sebabnya kami menilai putusan hakim tidak adil," imbuhnya.
Selain itu, dasar upaya hukum kasasi dilakukannya, karena mempertimbangkan kliennya dalam keadaan kurang mampu, serta menanggung beban keluarga. Apa lagi keduanya bukanlah residivis atau baru pertama kali melakukan tindakan melawan hukum.
"Faktor lain hakim tidak mempertimbangkan bahwa terdakwa ini orang yang harus menghidupi kebutuhan keluarga, kedua klien kami juga bukan residivis, sehingga tidak layak divonis kurungan penjara selama itu," ucap Alek.
Selain itu, kata Alek, kedua kliennya masih berusia produktif, yang artinya layak diberi kesempatan untuk memperbaiki diri dan mencapai cita-citanya.
"Ableh dan Wiko juga berhak mendapat keadilan mengingat bahwa Wiko ini masih produktif baru berusia 23 tahun, dan bahkan belum berkeluarga, sedangkan Ableh sendiri masih berusia 41 tahun, dan masih memiliki anak kecil yang harus dia hidupi," ungkapnya.
Oleh karenanya, Alek merasa vonis Pengadilan Negeri Karawang terlalu berlebihan, dan tidak tepat dijatuhkan kepada kliennya.
"Ini terlalu berlebihan, seharusnya tujuan dilakukannya proses hukum, juga terdakwa diberi kesempatan untuk memperbaiki diri, dan melanjutkan sisa hidupnya dengan hal-hal yang positif," pungkasnya.
(yum/yum)