Pria berinisial RS terlihat membalik gas 3 kilogram kemudian meletakkannya di atas tabung gas 12 kilogram. Ia memindahkan isi tabung gas bersubsidi ke tabung non subsidi.
Proses tersebut memakan waktu sekitar 30 menit, menggunakan semacam alat khusus yang menyuntikkan isi gas melon ke dalam gas berukuran lebih besar. Satu tabung gas besar, disuntik menggunakan 4 tabung gas kecil.
"Yang 12 kilogram di bawah yang 3 kilonya di atas, alatnya sudah enggak ada, alat yang untuk menyuntikkannya dapat beli dari teman, orang Jakarta dikirim secara online harganya 100ribu," kata RS kepada detikJabar usai mempraktikkan cara mengoplos di depan gedung Satreskrim Polres Sukabumi, Jumat (22/13/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
RS adalah bos pangkalan gas resmi, ia mengelola gas bersubsidi untuk dijual ke masyarakat. Namun liciknya, ia mengakali gas melon tersebut untuk disuntikkan ke gas non subsidi 12 kilogram.
"Saya diajarin orang Jakarta, saya melakukan ini untuk mencari tambahan. Saya dulu kerja di Jakarta, jualan tabung 3 kilogram, belajar (ngoplos) di sana," lirih RS kepada awak media.
Jumlah tabung yang berhasil disuntik RS mencapai ribuan. Ia sendiri sudah melakukan praktik liciknya selama 5 bulan. Duit ratusan juta keuntungan menyuntik gas ia kantongi sendiri bersama dua tersangka lain yang berstatus sebagai pegawai dan pengedar gas hasil oplosan tersebut.
"Jadi modus operandi yang dilakukan oleh para pelaku sindikat ini adalah sudah berjalan selama 5 bulan dengan hasil selama 1 hari berdasarkan keterangan bahwa mereka bisa menyuntikkan dengan hasil 20 tabung gas yang 12 kilogram," kata Kapolres Sukabumi AKBP Maruly Pardede.
Menurut Maruly dengan perhitungan jumlah tersebut, para pelaku berhasil memproduksi secara ilegal 3000 tabung gas non subsidi yang dijual di bawah harga eceran tertinggi.
"Jadi bisa dibayangkan selama 5 bulan mereka satu harinya itu berhasil menyuntikkan 20 tabung gas 12 kgilo. Nanti kalau kita kalikan selama 5 bulan mereka sudah berhasil atau memproduksi secara ilegal 3.000 tabung gas ukuran 12 kilo. di mana omset yang mereka dapatkan dari 1 tabung sebesar Rp 50 ribu sampai sampai Rp 55 ribu," ungkapnya.
Dalam kasus itu selain RS polisi menangkap EF dan W. Peranan mereka juga diungkap pihak kepolisian.
"T pertama yaitu RS adalah perannya sebagai pemilik gudang dan juga pelaku pengoplosan, kemudian tersangka kedua atas nama EF ini perannya adalah menjualkan tabung yang sudah disuntikan atau tabung 12 kilo hasil penyuntikan ke warga sekitar. Kemudian tersangka W tersangka ketiga adalah yang bertugas sebagai pembeli gas oplosan tentunya memberikan Oplosan ini, karena yang bersangkutan tahu harganya lebih murah dari harga yang normal atau harga eceran tertinggi yang sudah ditetapkan oleh Pertamina. Kemudian dijual atau di encerkan ke lokasi lokasi yang sekiranya mau menerima dengan harga yang nomal," beber Maruly.
Akibat perbuatannya, para pelaku dijerat dengan Pasal 40 angka 9 UU nomor 6 tahun 2023 tentang penetapan Perppu nomor 2 tahun 2022 yang berubah pasal 55 undang-undang nomor 22 tahun 2001 tentang kigas, juntok pasal 55 ayat 1 ke 1E junto pasal 56 ke 1E, dengan ancaman pidana paling lama 6 tahun penjara.
(sya/yum)