Direktur BUMN PT Amarta Karya Catur Prabowo ternyata punya sejuta cara untuk menyamarkan duit hasil korupsinya. Dia memerintahkan rekanannya yang bernama Bambang Suparno supaya seolah-olah memberikan pinjaman uang hingga Rp 7,5 miliar yang ternyata berasal dari kantong pribadi Catur sendiri.
Fakta ini terungkap saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menghadirkan Bambang Suparno selaku Dirut PT Tri Kencana Sakti Utama di Pengadilan Tipikor Bandung, Senin (16/10/2023). Di persidangan, Bambang juga mengaku sudah dikondisikan Catur supaya bisa menjalankan modus pencucian uang tersebut.
"Jadi di persidangan tadi, Bambang Suparno ini disuruh Catur mengkondisikan tanda tangan seolah-olah Bambang ngasih pinjaman sama Catur Rp 7,5 miliar," kata JPU KPK Gina Saraswati kepada detikJabar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk lebih memuluskan modus pencucian uang tersebut, Catur bahkan telah menyiapkan surat kuasa, surat permohonan peminjaman uang hingga kwitansi peminjaman utang untuk ditandatangani Bambang. Namun modus itu akhirnya terbongkar setelah uang yang disiapkan berasal dari Catur sendiri.
Bukan hanya itu saja. Saat diperiksa penyidik KPK, Bambang yang diperintah Catur tadinya tidak mau mengakui modus tersebut. Di persidangan, Bambang mengakui sempat bungkam karena Catur menjanjikan bahwa semuanya sudah dia kondisikan.
"Awalnya dia ngikutin (perintah Catur) pas pemeriksaan di KPK, tapi setelah itu Pak Bambang ini akhirnya terbuka. Soalnya sudah dikondisikan oleh Catur, Catur sempat mendatangi Bambang, terus bilang ini sudah terkondisikan dengan baik," ujar Gina.
Uang Rp 7,5 miliar ini lah yang kemudian dibelanjakan Catur untuk membeli rumah seluas 307,4 meter persegi di Perumahan Serenia Hils, Lebak Bulus, Jakarta Selatan seharga Rp 8 miliar. Rumah tersebut kemudian Catur samarkan kembali kepemilikannya atas nama Amelia Riniyanti selaku istrinya.
Sekedar diketahui, Catur Prabowo dan Direktur Keuangan PT AMKA Trisna Sutisna telah didakwa menilap duit negara hingga Rp 46 miliar. Keduanya ditengarai memperkaya diri dengan cara meloloskan proyek fiktif di sejumlah daerah di Indonesia.
Adapun modusnya, dilakukan dengan cara menunjuk 3 perusahaan, yaitu CV Perjuangan, CV Cahaya Gemilang dan CV Guntur Gemilang yang sudah keduanya rekayasa untuk menampung uang proyek fiktif tersebut. Catur dan Trisna turut dibantu sejumlah koleganya seperti Pandhit Seno Aji dan stafnya, Deden Prayoga.
Dari hasil proyek fiktif yang telah dijalankan, CV Guntur Gemilang lalu tercatat menyetorkan uang sebesar Rp 17.460.348.357 atau Rp 17,4 miliar. CV Cahaya Gemilang Rp 13.844.907.543 atau Rp 13,8 miliar dan CV Perjuangan Rp 12.760.002.423 atau Rp 12,7 miliar.
Selain itu, Catur dan Trisna juga mengatur transfer kepada sejumlah kerabat Deden Prayoga yang seolah-olah ditunjuk menjadi vendor penyedia alat proyek konstruksi. Mulai dari Abdul Kadir Rp 146 juta, Desi Hariyanti Rp 730 juta, Fajar Bagus Setio Rp 103 juta, M Bangkit Hutama Rp 316 juta dan Triani Arista Rp 490 juta.
Dari setoran proyek fiktif itu, Catur mendapat jatah hingga Rp 30 miliar dan Trisna Rp 1,3 miliar. Sedangkan sisanya yaitu Rp 14,2 miliar, dibagi untuk Royaldi Rp 938 juta, I Wayan Rp 8,4 miliar, Firman Sri Sugiharto selaku Kepala Divisi Operasi I Rp 870 juta, Runsa Reinaldi Rp 273 juta, dan dipergunakan Pandit serta Deden hingga Rp 4,1 miliar.
Keduanya pun didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan kesatu alternatif pertama.
Serta Pasal Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan kesatu alternatif pertama.
Khusus untuk Catur, JPU KPK mendakwa Direktur PT AMKA itu dengan pasal pencucian uang sebesar Rp 10 miliar. Dalam salinan dakwaan tersebut, Catur disinyalir menggelapkan duit hasil korupsinya dengan cara membeli sejumlah aset hingga membawanya kabur ke luar negeri.
Catur pun didakwa bersama melanggar Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP, sebagaimana dakwaan kedua.