Eks Kepala BPPJB Jakarta Terima 2 Sepeda Brompton dari Petinggi BUMN

Sidang Korupsi

Eks Kepala BPPJB Jakarta Terima 2 Sepeda Brompton dari Petinggi BUMN

Rifat Alhamidi - detikJabar
Senin, 16 Okt 2023 14:14 WIB
Direktur PT AMKA Catur Prabowo saat mengikuti sidang pemeriksaan saksi kasus TPPU di Pengadilan Tipikor Bandung
Direktur PT AMKA Catur Prabowo saat mengikuti sidang pemeriksaan saksi kasus TPPU di Pengadilan Tipikor Bandung (Foto: Rifat Alhamidi/detikJabar).
Bandung - Kasus korupsi di tubuh BUMN Amarta Karya (PT AMKA) mengungkap fakta baru di persidangan. Mantan Kepala Badan Pelayanan Pengadaan Barang/Jasa (BPPBJ) DKI Jakarta rupanya telah menerima 2 unit sepeda brompton dari Direktur PT AMKA Catur Prabowo yang kini telah menjadi terdakwa.

Fakta itu terungkap saat Blessmiyanda dihadirkan menjadi saksi kasus korupsi yang dilakukan Catur di Pengadilan Tipikor Bandung, Senin (16/10/2023). Pemberian 2 sepeda Brompton itu pun ditengarai untuk memuluskan rencana Catur supaya bisa menggarap sejumlah proyek konstruksi di DKI Jakarta.

"Saksi Blessmiyanda itu mendapat 2 Bropmton spesial dari Catur. Jadi Catur suka konsul sama saksi, kemudian dikirimkan 2 sepeda Brompton itu," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK.

Meski diterangai ada dugaan untuk memuluskan langkah Catur mendapat proyek di DKI, Blessmiyanda di persidangan mengaku, pemberian 2 sepeda elite tersebut hanya sebatas ikatan pertemanan. Namun ternyata, Blessmiyanda tidak pernah melaporkan penerimaan 2 sepeda itu kepada KPK.

"Dia bilangnya terkait teman doang, alasannya hanya pertemanan. Tapi dia (Blessmiyanda) waktu itu nggak lapor, walaupun sekarang sepedanya sudah diserahkan ke KPK," ungkap Gina.

Selain Blessmiyanda, JPU KPK juga memeriksa Head of Sales Apartemen Sky House BSD Tangerang Tan Aries Wijaya. Dalam kesaksiannya, Tan mengaku, Catur masih menunggak dan belum melunasi uang pembelian apartemen yang dikelolanya.

"Kemudian saksi Tan Aries Wijaya, itu terkait Apartement Sky House. Catur ternyata masih nunggak, dari harga sekitar Rp 1,2 miliar, baru dibayar sekitar Rp 990 jutaan," terang Gina.

Saksi selanjutnya yang diperiksa, yaitu Ashadi Cahyadi Putra dari perwakilan Apartemen Grand Taman Melati Margonda. Gina mengungkapkan, dari pemeriksaan tersebut, terungkap modus pencucian uang yang dilakukan Catur di kasus korupsi PT AMKA.

Gina mengatakan, Catur menyuruh istrinya, Amelia Riniyanti supaya menyetorkan uang untuk pembayaran apartemen tersebut. Namun, semua berkas-berkas kepemilikan apartemen itu tercatat atas nama Catur sendiri.

"Jadi pembayarannya dilakukan oleh istri Catur. Caranya setor tunai beberapa kali , dengan nominal di atas Rp 50-100 juta. Jadi modus TPPU-nya ini menyamarkan dengan nama orang lain yaitu melalui istrinya terdakwa," ujar Gina.

Sidang kasus korupsi PT AMKA pun akan dilanjutkan pada Senin (23/10/2023). JPU KPK masih mengagendakan pemeriksaan saksi untuk mengusut TPPU yang telah Catur lakukan.

Sekedar diketahui, Catur Prabowo dan Direktur Keuangan PT AMKA Trisna Sutisna telah didakwa menilap duit negara hingga Rp 46 miliar. Keduanya ditengarai memperkaya diri dengan cara meloloskan proyek fiktif di sejumlah daerah di Indonesia.

Adapun modusnya, dilakukan dengan cara menunjuk 3 perusahaan, yaitu CV Perjuangan, CV Cahaya Gemilang dan CV Guntur Gemilang yang sudah keduanya rekayasa untuk menampung uang proyek fiktif tersebut. Catur dan Trisna turut dibantu sejumlah koleganya seperti Pandhit Seno Aji dan stafnya, Deden Prayoga.

Dari hasil proyek fiktif yang telah dijalankan, CV Guntur Gemilang lalu tercatat menyetorkan uang sebesar Rp 17.460.348.357 atau Rp 17,4 miliar. CV Cahaya Gemilang Rp 13.844.907.543 atau Rp 13,8 miliar dan CV Perjuangan Rp 12.760.002.423 atau Rp 12,7 miliar.

Selain itu, Catur dan Trisna juga mengatur transfer kepada sejumlah kerabat Deden Prayoga yang seolah-olah ditunjuk menjadi vendor penyedia alat proyek konstruksi. Mulai dari Abdul Kadir Rp 146 juta, Desi Hariyanti Rp 730 juta, Fajar Bagus Setio Rp 103 juta, M Bangkit Hutama Rp 316 juta dan Triani Arista Rp 490 juta.

Dari setoran proyek fiktif itu, Catur mendapat jatah hingga Rp 30 miliar dan Trisna Rp 1,3 miliar. Sedangkan sisanya yaitu Rp 14,2 miliar, dibagi untuk Royaldi Rp 938 juta, I Wayan Rp 8,4 miliar, Firman Sri Sugiharto selaku Kepala Divisi Operasi I Rp 870 juta, Runsa Reinaldi Rp 273 juta, dan dipergunakan Pandit serta Deden hingga Rp 4,1 miliar.

Keduanya pun didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahhun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan kesatu alternatif pertama.

Serta Pasal Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan kesatu alternatif pertama.

Khusus untuk Catur, JPU KPK mendakwa Direktur PT AMKA itu dengan pasal pencucian uang sebesar Rp 10 miliar. Dalam salinan dakwaan tersebut, Catur disinyalir menggelapkan duit hasil korupsinya dengan cara membeli sejumlah aset hingga membawanya kabur ke luar negeri.

Catur pun didakwa bersama melanggar Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP, sebagaimana dakwaan kedua.

(ral/mso)



Hide Ads