Khairul Rijal Ajukan JC di Kasus Proyek Dishub Kota Bandung

Khairul Rijal Ajukan JC di Kasus Proyek Dishub Kota Bandung

Rifat Alhamidi - detikJabar
Rabu, 06 Sep 2023 17:00 WIB
Sekdishub Kota Bandung Khairul Rijal saat jadi saksi kasus suap Bandung Smart City
Sekdishub Kota Bandung Khairul Rijal saat jadi saksi kasus suap Bandung Smart City (Foto: Rifat Alhamidi)
Bandung -

Sidang kasus korupsi Bandung Smart City kembali bergulir di persidangan. Wali Kota Bandung nonaktif Yana Mulyana, Kadishub Dadang Darmawan dan Sekdishub Kota Bandung Khairul Rijal telah didakwa menerima suap dan gratifikasi dari sejumlah proyek di Dinas Perhubungan.

Dalam persidangan, Sekdishub Kota Bandung Rijal melontarkan permintaan kepada Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bandung supaya bisa menjadi justice collabolator. Permintaan itu disampaikan Rijal melalui kuasa hukumnya, usai pejabat yang menjadi makelar di kasus korupsi Bandung Smart City itu selesai menjalani sidang dakwaan.

Sebelum menyampaikan permintaan itu, Ketua Majelis Hakim Hera Kartiningsih mempersilakan Rijal untuk menyampaikan tanggapan atas dakwaan yang telah dibacakan. Di persidangan, Rijal kemudian lebih banyak menyampaikan permintaan maaf dan mengakui semua perbuatannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pertama, kami sudah mendengar semua dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum. Saya menyatakan permohonan maaf di sidang awal ini atas kekhilafan dan kesalahan saya. Sama sekali saya tidak bermasuk memperkaya diri sendiri," kata Rijal di Pengadilan Tipikor Bandung, Jl LLRE Martadinata, Rabu (6/9/2023).

Menanggapi pernyataan Rijal, Ketua Majelis Hakim Hera Kartiningsih pun menyatakan bahwa ada waktunya untuk Sekdishub Kota Bandung itu menyampaikan permintaan maaf tersebut. Ia baru bisa menyampaikan hal itu nanti pada agenda sidang pemeriksaan terdakwa.

ADVERTISEMENT

"Saya ingatkan yah, ini belum waktunya saudara menyampaikan permohonan maaf. Saudara di sini, kalau belum ada putusan dibacakan, itu saudara pun belum bisa dinyatakan bersalah atau tidak, rangkaiannya masih panjang," kata Hera.

"Makanya dalam pembuktian, yang terakhir adalah keterangan terdakwa, bukan pengakuan. Kalau ini saudara belum-belum, udah minta maaf. Jangan bendera putih dulu, perang dulu sama itu (JPU KPK). Pokoknya saudara harus kooperatif, supaya memperlancar persidangan," ucap Hera menambahkan.

Dari sini lah kemudian permintaan Rijal untuk justice collabolator pun disampaikan. Permintaan itu diucapkan kuasa hukum Rijal, setelah Hera memberikan tanggapannya atas permintaan maaf Sekdishub Kota Bandung tersebut.

"Mohon izin menyampaikan Yang Mulia, klien kami ingin mengajukan diri sebagai justice collabolator pada perkara ini," kata kuasa hukum Rijal.

"Iyah, nanti kami pertimbangkan. Sudah dibaca yah, untuk menjadi justice collabolator itu apa. Yang jelas bukan pelaku utama," ucap Hera menimpali permintaan tersebut.

Usai persidangan JPU KPK Titto Jaelani juga menanggapi permintaan justice collabolator dari Rijal. Ia mengaku, ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi Rijal jika ingin menjadi saksi pelaku yang bekerjasama dengan aparat untuk mengungkap kasus korupsi tersebut.

"Itu kan hak para terdakwa mengajukan, silakan saja. Tetapi ada syarat-syarat yang harus dipenuhi, nah itulah syarat itu nanti akan dipertimbangkan dikabulkan atau tidak. Termasuk, konsistensi keterangan yang bersangkutan menjadi saksi dan keterangan bersangkutan menjadi terdakwa," pungkasnya.

Sebagaimana diketahui, Rijal telah didakwa menerima suap sebesar Rp 2,16 miliar dari 3 perusahaan yang menggarap sejumlah proyek di Dishub Kota Bandung. Uang suap pertama berasal dari Benny dan Andreas Guntoro selaku Direktur dan Vertical Manager Solution PT Sarana Mitra Adiguna (SMA). Dari keduanya, Rijal bisa mendapatkan duit haram senilai Rp 585,4 juta.

Uang suap tersebut diberikan supaya Benny dan Andreas bisa menggarap 14 paket pengadaan CCTV Bandung Smart City senilai Rp 2,4 miliar. Dalam dakwaannya, Titto menyebut duit haram itu merupakan fee atau cashback proyek dan digunakan untuk keperluan perjalanan rombongan Yana dan sejumlah pejabat Pemkot Bandung ke Thailand.

Adapun modusnya, Rijal memecah paket pengadaan CCTV itu supaya digarap melalui mekanisme penunjukan langsung dengan anggaran di bawah Rp 200 juta. Benny dan Andreas kemudian menggunakan 6 perusahaan untuk mengerjakan proyek penunjukan langsung tersebut.

Selain pengadaan CCTV dan untuk keperluan perjalanan ke Thailand, Benny dan Andreas juga memberikan uang senilai Rp 85 juta kepada Rijal. Uang tersebut merupakan fee dari proyek pemeliharaan CCRoom Dishub Kota Bandung dengan anggaran Rp 194 juta.

Penerimaan duit haram kedua berasal dari Direktur Komersial PT Manunggaling Rizki Karyatama Telnics atau PT Marktel, Budi Santika, sebesar Rp 1,388 miliar. Uang miliaran tersebut diberikan supaya perusahaan ini bisa menggarap 15 paket pekerjaan berupa pemeliharaan flyover, kamera pemantau hingga alat traffic controller di Dishub Kota Bandung senilai Rp 6,296 miliar.

Modusnya pun sama. Rijal bersama Kadishub Dadang Darmawan meminta Budi menyiapkan fee proyek 25 % yang akan mereka gunakan untuk jatah sejumlah pejabat Kota Bandung dengan istilan 'atensi pimpinan'.

Penerimaan terakhir berasal dari Direktur PT Citra Jelajah Informatika (CIFO) Sony Setiadi senilai Rp 186 juta. Dalam dakwaannya, Titto menyebut duit haram itu mengalir kepada Yana Mulyana Rp 100 juta dan Rp 86 juta untuk keperluan THR staf Dishhub Kota Bandung.

Setelah Rijal, Titto kemudian membacakan dakwaan terhadap Kadishub Kota Bandung Dadang Darmawan. Ia didakwa menerima uang suap senilai Rp 300 juta yang berasal dari 2 petinggi PT SMA untuk keperluan bersama Yana dan Rijal saat berangkat ke Thailand.

"Bahwa perbuatan terdakwa bersama-sama Khairur Rijal dan Yana Mulyana menerima hadiah yaitu fasilitas sejumlah Rp 300.407.000bertentangan dengan kewajibannya selaku penyelenggara negara," ucap Titto.

Selain suap, JPU KPK juga mendakwa Rijal menerima gratifikasi. Rijal diduga menerima uang haram senilai Rp 429 juta, 85,670 Bath Thailand, SGD 187, RM 2.811, WON 950.000 dan 6.750 Riyal.

Rijal pun didakwa melanggar Pasal 12 huruf a Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan komulatif kesatu alternatif pertama.

Serta Pasal 11 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan komulatif kesatu alternatif kedua.

Dan Pasal 12B Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, sebagaimana dakwaan komulatif kedua.

(ral/yum)


Hide Ads