Kisah Costantinus Menanti Keadilan Kematian Sang Istri

Kabupaten Sukabumi

Kisah Costantinus Menanti Keadilan Kematian Sang Istri

Syahdan Alamsyah - detikJabar
Rabu, 05 Jul 2023 00:05 WIB
Costantinus menunjukan foto almarhumah sang istri
Costantinus menunjukan foto almarhumah sang istri (Foto: Syahdan Alamsyah/detikJabar)
Sukabumi -

Costantinus Hatulely (65) terlihat menunduk kecewa. Dengan lunglai ia keluar dari salah satu ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Cibadak, Kabupaten Sukabumi.

Costantinus mengetahui persidangan dengan agenda pembacaan vonis kecelakaan lalu lintas terhadap terdakwa inisial IA kembali ditunda. Warga Kecamatan/Kabupaten Sukabumi itu menyebut penundaan ini adalah kali kedua. Harusnya, pekan kemarin vonis terhadap IA dibacakan majelis hakim.

"Sidang kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan meninggalnya istri saya bernama Kastini (63), kejadian kecelakaan pada Senin 6 Februari 2023 silam harusnya hari ini vonis," kata Costantinus kepada detikJabar, Selasa (4/7/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pensiunan PNS itu mengatakan pihaknya selama ini sulit mengakses informasi soal agenda persidangan. Bahkan persidangan pertama dengan agenda vonis yang ditunda pada pekan kemarin pihaknya juga tidak mendapat informasi sama sekali.

"Tiap hari karena kami tidak ada pemberitahuan tiap hari kami cek di website pengadilan itu tidak ada tulisan soal agenda sidang terkait perkara istri saya. Bahkan kami tiap hari telepon ke pihak kepolisian dari Unit Laka Lantas terkait perkara digelar di persidangan," ujar Costantinus.

ADVERTISEMENT

Costantinus kehilangan sang istri yang sudah ia nikahi selama 42 tahun. Hasil pernikahan dengan almarhumah Kastini ia dikaruniai 4 orang anak. Peristiwa itu disebut Costantinus sedikit janggal karena banyak pihak yang memintanya untuk berdamai dengan pelaku. Padahal menurutnya pintu perdamaian terbuka, namun upaya positif tidak kunjung ditunjukkan oleh pelaku yang kini menjadi terdakwa.

"Pertama itu dia tabrak (pelakunya) tidak bertanggung jawab, sampai rumah sakit pun kami biaya bayar sendiri. Dia tidak kelihatan batang hidungnya. Kenapa mereka enggak menunjukkan itikad baik," keluh Costantinus.

Costantinus bercerita, IA yang kini berstatus terdakwa bekerja sebagai tenaga medis di salah satu rumah sakit di Kota Sukabumi. Putra dari Costantinus sendiri berprofesi sebagai dokter, ia mengaku putranya sampai mendapat tekanan dari lembaga profesi.

"Yang berikut yang bikin ini anak saya kebetulan dokter, dari lembaga profesi intimidasi dia, melalui perawat kota bahkan Jawa Barat menelepon suruh berdamai. Kemudian istrinya datang ke rumah tetapi lebih galak dari anak saya, harusnya kalau orang yang bersalah datang digimanain lah ini mah malah lebih galak dari anak saya," ucapnya.

"Yang paling menyakitkan, dia pergi ke tetangga di Jalan Salabintana (Kecamatan Sukabumi) ngomong pada tetangga tolong bujuk Pak Hatulely mau uang berapa. Aduh saya tuh enggak bakal menukar nyawa istri saya dengan uang walaupun saya bukan orang kaya," sambungnya.

Jalan damai yang awalnya terbuka kemudian tertutup, Costantinus mengaku sejak awal ia bisa saja memberikan pintu maaf namun yang keluarganya dapatkan adalah tekanan agar berdamai dari pihak lain.

"Kalau dia baik,baik datang minta maaf kami juga manusia ya itu yang bikin kami sepakat keluarga. Namun sepertinya dia tidak mengaku salah, sampai empat kali kami mendatangi IA saat ditahan di kepolisian tidak ada satu katapun keluar dari dia minta maaf enggak ada," lirihnya.

"Kami hanya ingin dikabari, kapan agenda sidang selanjutnya dan lain sebagainya setiap perkembangan persidangan. Ini sama sekali kami tidak diberitahu, akses SIPP juga sulit kami buka di website biasanya kan ada. Ini ada apa," tambah Costantinus.

Tanggapan Pengadilan

Dihubungi terpisah, Mahendrasmara Purnamajati Ketua Pengadilan Negeri Cibadak membenarkan soal sulit diaksesnya SIPP di website pengadilan. Hal itu karena adanya kendala di server Mahkamah Agung (MA).

"Update ke Server Mahkamah Agung ada kendala, sejak bulan Maret terjadi kendala untuk singkronnya, kalau memang seperti itu betul ada kendala terkait singkron. Kalau untuk jadwal yang server lokal bisa kita lihat di halaman PTSP ada persidangan di lobby (Gedung PN) kita," jelas Mahendra.

Soal apakah ada kewajiban memberitahu pihak korban termasuk adanya penundaan, Mahendra mengatakan tidak ada kewajiban untuk itu.

"Kalau untuk penundaan, untuk akses ke penundaan tidak ada kewajiban untuk memberitahu ke korban kalau memang mau harus mengikuti atau bertanya ke PTSP kita. Kewajiban pengadilan adalah memberitahu kepada pihak terdakwa, kejaksaan maupun pihak penyidik itu kewajiban kita untuk pengadilan," tegasnya.




(sya/dir)


Hide Ads