Analisis Pakar Unpar Atas Vonis 1,5 Tahun Penjara Bagi Eliezer

Analisis Pakar Unpar Atas Vonis 1,5 Tahun Penjara Bagi Eliezer

Bima Bagaskara - detikJabar
Jumat, 17 Feb 2023 17:00 WIB
Richard Eliezer Pudihang Lumiu
Richard Eliezer Pudihang Lumiu (Foto: dok ist/detikcom)
Bandung - Bharada Ricard Eliezer divonis 1 tahun 6 bulan atas kasus pembunuhan berencana Brigadir N Yosua Hutabarat. Vonis kepada Eliezer juga telah berkekuatan hukum tetap karena tidak ada banding yang diajukan oleh Kejaksaan Agung maupun pihak Eliezer.

Vonis yang diberikan kepada Eliezer tersebut jauh di bawah tuntutan. Sebelumnya, jaksa menuntut Eliezer dihukum penjara selama 12 tahun. Hakim juga mengabulkan permohonan Eliezer sebagai pelaku yang bekerja sama atau justice collaborator (JC).

Merespos vonis yang diberikan kepada Eliezer, Pengajar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Nefa Claudia Meliala mengungkapkan, secara normatif, tidak ada satu pasal pun dalam KUHAP yang mengharuskan hakim memutus sesuai tuntutan penuntut umum.

"Jadi, dalam hal ini hakim memiliki kebebasan dalam memutus, termasuk memutus di bawah Tuntutan Jaksa. Itu bagian dari kebebasan hakim," kata Nefa kepada detikJabar, Jumat (17/2/2023).

Nefa mengungkapkan, seorang hakim memiliki dua kebebasan yakni dalam hal penemuan hukum dan kebebasan tentang berat ringan suatu pidana. Namun untuk kebebasan berat ringan pidana kata dia, harus tetap terikat pada penilaian secara utuh pada seluruh fakta dalam suatu perkara.

Yang jadi catatan dalam kasus Ferdy Sambo itu menurut Nefa adalah KUHP tidak mengenal pidana minimum khusus sehingga ada range antara 0 tahun sampai pidana penjara seumur hidup, 20 tahun penjara sampai pidana mati.

"Jadi ya sah-sah saja putusan hakim. Yang terpenting adalah hakim memaparkan argumentasi yang logis dan dapat dipertanggungjawabkan melalui proses penalaran hukum dalam bagian pertimbangan putusan," ungkapnya.

Dia juga memaparkan, ada poin penting yang jadi argumentasi dari keputusan hakim terhadap vonis Eliezer selain pengakuan JC. Poin itu adalah soal terminologi 'pelaku utama'. Sebab dalam kasus ini, jaksa mendakwakan Eliezer turut serta alias medepleger atau pelaku material.

"Eliezer memang dianggap sebagai pelaku material namun itu tidak identik dengan pelaku utama karena peran Eliezer tidak dapat dipisahkan dari peran Sambo yang sangat sentral," tegasnya.

"Buat saya pertimbangan ini juga sekaligus meluruskan bahwa baik Sambo, Putri, Kuat, Ricky maupun Eliezer perannya tidak dapat dipisahkan dan saling berkaitan sekalipun ada yang melakukan perbuatan pelaksanaan secara lengkap dan ada juga yang tidak," lanjut dia.

Nefa juga menegaskan, kejujuran dan keberanian membantu mengungkap kejahatan seharusnya memang diapresiasi dengan pidana yang setidaknya lebih rendah dari pidana pelaku penyerta lain.

"Majelis juga mempertimbangkan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat yang salah satunya tertuang dalam Amicus Curiae (Sahabat Pengadilan) yang digagas teman-teman koalisi masyarakat sipil dan akademisi. Majelis juga menyinggung soal maaf yang diberikan oleh keluarga korban sebagai alasan yang meringankan," ujar Nefa.


(bba/dir)


Hide Ads