Bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar, Kota Bandung pada Rabu (7/12/2022), seakan jadi peringatan bahwa aksi terorisme masih eksis. Sebab sudah hampir empat tahun aksis teror bom tidak terjadi.
Hal itu disampaikan Nella Sumika Putri, Ketua Pusat Studi Kebijakan Kriminal Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad). Nella mengatakan bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar menjadi peringatan bahwa kelompok-kelompok radikal masih ada.
"Ini menunjukkan terorisme itu belum berakhir, kita sudah sempat dalam beberapa tahun tidak aware dengan isu terorisme, tapi kita akhirnya diingatkan kembali bahwa isu terorisme itu tidak sepenuhnya hilang. Dia (teroris) akan muncul di waktu yang tidak pernah kita duga dan tempat yang diprediksi," kata Nella, Kamis (8/12/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nella menuturkan aksi bom bunuh diri di Bandung kemarin bisa terjadi karena pelaku ingin menebar ancaman jelang momen Natal dan tahun baru. Namun menurutnya, tidak menutup kemungkinan jika ada tujuan lain dari aksi tersebut.
"Ya itu warning ya, ini pandangan awam apakah ini bentuk yang disengaja karena momennya jelang Nataru atau ada isu lain yang ingin dibangun dengan adanya terorisme . Apakah ini spontan seorang yang melakukan bom bunuh diri atau ada aksi besar. Intinya ini warning bahwa kita nggak boleh lengah, bahwa terorisme masih eksis di Indonesia," jelasnya.
Penanganan Napiter Perlu Diperbarui
Agus Sujatno, pelaku bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar diketahui merupakan mantan napi teroris (napiter). Agus bebas murni dari Lapas Pasir Putih, Nusakambangan pada 2021.
Nella menuturkan jika penanganan terhadap napiter masih perlu diperbarui. Sebab itu terbukti dari aksi yang dilakukan Agus. Ia menganggap, proses deradikalisasi kepada napiter masih belum optimal sejauh ini.
"Kita paham bahwa upaya terhadap terorisme poinnya adalah ideologi, jadi untuk merubah persepsi itu proses deradikalisasinya tidak berhasil. Jadi kita mungkin perlu mengkaji lagi dari sistem hukum dan proses deradikalisasi," ungkapnya.
"Jadi refleksi juga, berarti kita bisa melihat bahwa (penanganan) terorisme tidak bisa menggunakan cara biasa. Orang yang sudah tersusupi ideologi tertentu, benar salahnya jadi beda. Jadi harus cari metode baru dan mekanisme baru," ujarnya.
(bba/iqk)