Ramadan ibarat menjadi berkah tersendiri bagi dua tersangka kasus pencurian dan penganiayaan di Kabupaten Majalengka. Keduanya bebas dari jerat hukum usai berdamai dengan korban.
Keduanya berinisia AW dan RP. Mereka menerima penyelesaian restorative justice atau keadilan restoratif dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Majalengka.
Kepala Kejaksaan Negeri Majalengka Eman Sulaeman mengatakan, kasus pencurian atas nama AP melanggar Pasal 362 KUHP dan penganiayaan atas nama RP melanggar Pasal 351 ayat 1 KUHP. Namun, kasus ini bisa diselesaikan dengan restorative justice.
Hal ini ditetapkan setelah mendapatkan persetujuan penghentian perkara dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum dan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat.
"Selain itu, penghentian 2 tersangka ini setelah adanya kesepakatan perdamaian antara tersangka dan korban," kata Eman dalam keterangan yang diterima detikJabar, Rabu (13/4/2022).
Dijelaskannya, penyelesaian perkara melalui restorative justice ini dilaksanakan berdasarkan Peraturan Jaksa Agung (PERJA) nomor 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Keadilan restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana di luar persidangan, dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga (pelaku dan korban) serta pihak terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula.
"Keadilan restorative justice merupakan upaya nyata agar hukum tidak lagi tajam ke bawah. Namun tetap dilaksanakan dengan selektif, arif, dan bijaksana," jelas Eman.
"Perkara yang diselesaikan dengan berdasarkan restorative justice dihentikan penuntutannya dengan cara tidak dilimpahkan ke pengadilan," sambungnya.
Sehingga, pada Selasa 12 April 2022 kemarin, Kejaksaan Negeri Majalengka menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan restorative justice.
Kronologi Kasus
Kasubsi Penyidikan Tindak Pidana Khusus Kejari Majalengka Febri Erdin Simamora menyampaikan tahapan kasus kedua tersangka baru sampai tahapan pelimpahan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari pihak kepolisian.
"Setelah menerima berkas, saya baca berkasnya, kemudian koordinasi dengan Jaksa 2, Kasi Pidum, pimpinan dan Kajari. Kita melakukan diskusi kecil terkait dengan kronologi tindak pidananya. Lalu kita sepakat untuk dimohonkan agar dilakukan RJ ke pimpinan di Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaaan Agung," kata Febri.
Adapun kronologi tindak pidana yang dilakukan bermula pelaku AW melakukan pencurian sebuah handphone saat berkendara di jalan kuburan yang berada di wilayah Desa Beusi, Kecamatan Ligung.
"Jadi awalnya itu si tersangka pas berkendara melihat handphone korban di bagasi depan motor terus mepet korban dan mengambil handphone korban. Korban berteriak terus warga langsung respons, ngejar, hingga akhirnya si tersangka berhasil ditangkap," jelas dia.
Sedangkan untuk kasus tersangka atas nama RP, tersanga sempat berselisih dengan pedagang jamu di depan kampus Universitas Majalengka.
Berawal dari percekcokan masalah usaha, hingga akhirnya pelaku menganiaya korban dengan mengeluarkan 2 kali pukulan yang mengarah pada bibir korban.
"Jadi awalnya ini tersangka ini cekcok dulu soal harga. Jadi tersangka dan korban ini sama-sama pedagang jamu. Nah dirasa ada persaingan bisnis karena menjatuhkan harga dagang. Akhirnya pelaku adu mulut hingga terjadi penganiayaan," papar dia.
Jika kasus ini dilanjutkan, tersangka pencurian atas nama AW akan dijerat Pasal 362 KUHP. Sedangkan, RP dijerat Pasal 351 ayat 1 KUHP atas tindakan penganiayaan.
"Kalau yang pencurian itu bisa diancam kurungan penjara maksimalnya 5 tahun dan yang kasus penganiyaan biasa ini diancam kurungan penjara maksimalnya 2 tahun 8 bulan," pungkasnya. (ors/bbn)