Pengacara Korban Herry Wirawan Minta Negara Ikuti Putusan Hakim soal Restitusi

Pengacara Korban Herry Wirawan Minta Negara Ikuti Putusan Hakim soal Restitusi

Dony Indra Ramadhan - detikJabar
Kamis, 17 Feb 2022 10:21 WIB
Terpidana kasus kekerasan seksual terhadap anak Herry Wirawan berjalan dalam ruangan untuk  menjalani sidang vonis di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, Selasa (15/2/2022). Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung menjatuhkan vonis pidana seumur hidup kepada Herry Wirawan atas kasus pemerkosaan 13 santriwati dibawah umur sekaligus diminta membayar restitusi (santunan) kepada para korban. ANTARA FOTO/Novrian Arbi/foc.
Herry Wirawan (Foto: ANTARA FOTO/NOVRIAN ARBI).
Bandung -

Majelis hakim memutuskan pembayaran restitusi atau ganti rugi atas tindak pidana sebesar Rp 331 juta dibebankan ke negara. Keluarga korban meminta agar negara mengikuti putusan hakim tersebut.

Hakim sebelumnya memutus pembayaran restitusi tersebut dialihkan ke negara dalam hal ini Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPA). Namun, Kementerian PPA menyatakan tak dapat menanggung kerugian negara tersebut.

"Ya itu kan putusan pengadilan itu mengikat, tidak bisa KemenPPA membantah atau menolak, ini kan harus menghormati putusan pengadilan dan harus tunduk kepada hukum, negara ini negara hukum dan kementerian juga disumpah untuk melaksanakan hukum, aturan, undang-undang," ucap Yudi Kurnia, kuasa hukum korban saat dihubungi, Kamis (17/2/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Yudi menyebut wajar bila saat ini Kemen PPA masih menolak lantaran belum dianggarkan di tahun 2022. Akan tetapi, sambung Yudi, dia mengharapkan agar di tahun berikutnya bisa dianggarkan.

"Nah harusnya bisa mengakomodir di anggaran perubahan, atau nanti di anggaran 2023, kalau menolak saat ini wajar, tapi kalau menolak putusan hakim itu tidak benar," tutur dia.

ADVERTISEMENT

Yudi mengaku akan terus mengawal pemenuhan hak-hak korban sebagaimana putusan hakim. Dia beranggapan merujuk pada nilai restitusi berdasarkan perhitungan LPSK, menurutnya nilai berapapun tak bisa jadi pengganti dampak yang diderita oleh korban.

Adapun LPSK mengajukan total nilai restitusi sebesar Rp 331.527.186 untuk 12 korban. Masing-masing korban mendapat nilai beragam dan paling tinggi Rp 85 juta.

"Hitungannya bukan di kerugian materil saja, imateril juga harus dihitung. Kan kerugian yang disebut kerugian itu kan tidak hanya materi, imateril juga harus diperhitungan, bagaimana masa depan keuarga yang sudah hancur dan sudah dirusak nama baiknya, itu sudah kerugian luar biasa, dan itu bisa menuntut suka-suka dan itu harus dibebankan tuntutannya apakah ke negara atau kepada pelaku," tutur dia.

"Kalau menurut saya tanggung jawab negara ini hadir, ini kan sudah menjadi tanggung jawab Undang-Undang perlindungan anak, bukan hanya sekedar, apalagi ada putusan pengadilan. Nggak ada putusan pun, negara sudah wajib untuk mengurus, apalagi ini diperkuat dengan putusan hakim," kata dia menambahkan.

Sebelumnya, majelis hakim membebankan ganti rugi kepada Kementerian PPPA terhadap anak dari 12 korban pemerkosaan terdakwa sebesar Rp 331.527.186.

"Terhadap penetapan restitusi (ganti rugi) masih menunggu putusan yang inkrah dan saat ini KemenPPPA akan membahasnya dengan LPSK," ucap Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga dalam keterangan tertulis, Selasa (15/2/2022).

Bintang menegaskan putusan hakim terhadap penetapan ganti rugi tidak memiliki dasar hukum. Dalam kasus ini, menurut dia, Kemen PPPA tidak dapat menjadi pihak ketiga yang menanggung restitusi.

Merujuk pada Pasal 1 UU 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, yang dimaksud dengan restitusi adalah ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya oleh pelaku atau pihak ketiga. Restitusi tidak dibebankan kepada negara.




(dir/mso)


Hide Ads