Bale Kabuyutan Cirebon, Jejak Sumpah Ki Beledug Jaya dan Dakwah Islam

Bale Kabuyutan Cirebon, Jejak Sumpah Ki Beledug Jaya dan Dakwah Islam

Devteo Mahardika - detikJabar
Kamis, 31 Jul 2025 07:00 WIB
Situs Bale Kabuyutan Ciledug
Situs Bale Kabuyutan Ciledug. Foto: Devteo Mahardika
Cirebon -

Desa Ciledug Wetan di Cirebon Timur menyimpan sebuah peninggalan leluhur yang sarat makna spiritual dan sejarah yakni Bale Kabuyutan. Bukan sekadar bangunan kayu biasa, tempat ini menjadi saksi bisu lahirnya keyakinan, perubahan keyakinan, dan persentuhan pertama masyarakat lokal dengan ajaran Islam ratusan tahun lalu.

Terletak di kawasan yang dahulu disebut Pagedangan, Bale Kabuyutan berbentuk semacam ranjang besar (bale kambang) berukuran 5 meter panjang dan 3 meter lebar, ditopang oleh enam tiang kayu. Hingga kini, bangunan tersebut masih berdiri dan dihormati, meskipun kini seluruh permukaan kayunya dibalut kain putih sebagai bentuk pelestarian dari gangguan rayap.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Konon, bale ini dibuat pada abad ke-15, sezaman dengan pembangunan Masjid Agung Sang Cipta Rasa di Keraton Kasepuhan Cirebon," ungkap Raden Chaidir Susilaningrat, pegiat budaya Cirebon, Rabu (30/7/2025).

Awal Mula Dari Sungai Cisanggarung ke Pagedangan

Cerita bermula dari sosok Raden Layang Kemuning, putra bangsawan Kerajaan Galuh (Pajajaran), yang memilih menyepi di tepi Sungai Cisanggarung. Suatu hari, banjir besar datang menghantam dan menyeret tubuhnya hingga terdampar di Pagedangan yang kini bernama Ciledug.

ADVERTISEMENT

Dalam keadaan telanjang dan hanya tertutup sehelai kain, ia sadar dari pingsannya dan memutuskan menetap di tempat itu. Namanya pun berganti menjadi Ki Melewong.

Beberapa tahun berselang, enam utusan dari Galuh datang untuk membujuknya kembali ke istana. Namun, ajakan itu ditolak dengan halus. Bahkan, rombongan berikutnya yang lebih lengkap terdiri dari Ki Gagak Singalaga, Ki Angga Paksa, Ki Angga Reksa, Ki Kokol, Ki Jalak Rawa, dan Nyi Gedeng Lamaranti juga gagal mengubah pendiriannya.

Situs Bale Kabuyutan CiledugSitus Bale Kabuyutan Ciledug Foto: Devteo Mahardika

Dakwah Islam dan Lahirnya Ki Beledug Jaya

Sementara itu, di sisi barat Cirebon, dakwah Islam tengah berkembang pesat melalui tokoh-tokoh seperti Pangeran Walangsungsang dan Sunan Gunung Jati, putra Rara Santang dan Syarif Abdullah dari Mesir. Saat mereka datang ke wilayah Cirebon Timur untuk menyebarkan Islam, keduanya disambut hangat oleh Ki Melewong dan para pengikutnya.

Dalam sebuah peristiwa sakral, Ki Melewong bersumpah setia memeluk Islam di hadapan Pangeran Walangsungsang. Tiba-tiba, langit gelap dan petir menyambar tubuhnya. Namun ajaibnya, tubuh Ki Melewong tetap berdiri tegak, tak goyah sedikit pun. Sejak saat itu, ia dikenal dengan nama baru yakni Ki Beledug Jaya, dan tempat kejadian tersebut hingga kini dinamakan Beledug.

Tempat Sumpah Syahadat dan Titik Dakwah Awal

Pada tahun 1478, setelah Sunan Gunung Jati diangkat sebagai Susuhunan Cirebon Larang, ia membangun Masjid Sang Cipta Rasa bersama Sunan Kalijaga. Sisa kayu dari pembangunan masjid itu kemudian dikirim ke Cirebon Timur dan digunakan oleh Ki Beledug Jaya untuk membangun Bale Kabuyutan.

Tempat ini bukan sekadar bangunan, tetapi memiliki fungsi penting sebagai tempat berkumpulnya para ulama dan tokoh masyarakat, serta menjadi lokasi pengucapan syahadat bagi mereka yang hendak masuk Islam. Karena fungsinya yang sangat sakral, bale ini juga disebut sebagai Bale Panyumpahan (tempat sumpah).

Kini, selain Bale Kabuyutan, pengunjung juga dapat melihat lonceng tua dan gong yang dulunya digunakan sebagai alat penanda atau pemanggil warga, memberikan aura berbeda dan kekunoan tersendiri.

Chaidir menerangkan meski zaman terus bergerak maju, masyarakat Ciledug tetap menjaga warisan ini. Perawatan dilakukan secara tradisional, tanpa mengubah bentuk asli, dan dengan menutup kayu menggunakan kain putih sebagai simbol kesucian dan perlindungan.

"Hal ini harus dikenali oleh generasi muda, Bale Kabuyutan bukan hanya peninggalan sejarah, tapi juga pengingat akan proses panjang transisi budaya dan kepercayaan di tanah Cirebon Timur," tegasnya.

"Sebuah jejak yang tak hanya mengajarkan tentang keberanian berpindah keyakinan, tapi juga tentang kedalaman komitmen terhadap pilihan spiritual," pungkasnya.

(sud/sud)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads