Jarum jam menunjukkan pukul satu siang saat Yusuf (58) duduk di ruang tengah rumahnya. Di pangkuannya, tergeletak lidi bambu yang tengah ia olah untuk membuat rangka layangan.
Dengan hati-hati, ia menyerut kayu tipis itu menggunakan pisau, menghasilkan serabut bambu yang berserakan di lantai rumah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yusuf merupakan salah seorang pengrajin sekaligus penjual layangan di Kota Cirebon. Setiap hari, ia memproduksi dan menjual layangan di kediamannya yang beralamat di RT 01 RW 04 Kelurahan Argasunya, Kota Cirebon.
Saat ditemui di rumahnya, Yusuf tampak sibuk menyiapkan berbagai bahan baku untuk membuat layangan. Mulai dari lidi bambu, benang, lem, hingga kertas. Semua proses dilakukan Yusuf dengan teliti.
Dalam proses pembuatan layangan, pertama-tama Yusuf menyiapkan lidi bambu yang telah dibentuk dengan ukuran tertentu. Setelahnya, bambu tipis itu ia bentuk menjadi kerangka dengan diikat tali di setiap sudutnya agar kokoh.
Tahap berikutnya, ia menyiapkan kertas untuk membungkus rangka yang telah jadi. kertas itu ia bentangkan, lalu direkatkan dengan lem hingga menempel rapi mengikuti bentuk rangka layangan. "Kertasnya pakai kertas duslak," kata Yusuf, Selasa (29/7/2025).
Yusuf telah menjadi pengrajin layanan sejak tahun 2000-an. Selama kurang lebih 25 tahun menekuni pekerjaan ini membuat namanya cukup dikenal oleh masyarakat dari berbagai daerah.
"Kalau konsumen ada yang dari Cirebon, Kuningan, sampai Majalengka. Biasanya mereka datang langsung ke rumah," kata dia.
Yusuf biasa menjual layangan mulai dari satuan hingga grosir. Khusus untuk satuan, ia menjual layangan buatannya dengan harga Rp2.500 per buah.
Dalam sehari, Yusuf bisa membuat hingga 25 layangan. Namun saat musim layangan tiba dan permintaan melonjak, ia harus menambah pasokan dengan membeli dari tempat produksi lain.
"Kalau bikin sih paling 25 layangan sehari. Selebihnya belanja. Belanjanya biasanya ke Sumedang," kata dia.
Saat musim layangan tiba, Yusuf mengaku kerap kewalahan memenuhi permintaan pembeli. Tak jarang, calon konsumen terpaksa pulang dengan tangan kosong karena stok layangan di rumahnya sudah habis.
"Musim sekarang 5000 sih habis sehari. Saya ngejualnya eceran dan grosir. Tapi kalau stok lagi habis, biasanya saya bikin tulisan di depan. Tapi kadang masih ada yang penasaran terus nanyain layangan," kata dia.
Seperti hari ini, stok layangan di rumah Yusuf sudah habis tak bersisa. Beberapa calon pembeli yang datang hanya bisa pulang dengan wajah sedikit murung karena tidak kebagian.
"Iya, sudah habis. Kirain masih ada," ujar seorang pria sambil tersenyum tipis sebelum meninggalkan rumah Yusuf.
"Niatnya memang mau beli layangan. Tapi ternyata udah kehabisan," kata pria itu menambahkan.
Di Cirebon, permainan layangan ternyata tidak hanya digemari oleh anak-anak. Tidak sedikit orang dewasa yang juga ikut bermain menerbangkan layangan.
Anto misalnya. Pria 30 tahun itu mengaku biasa bermain layangan saat sore hari. Baginya, bermain layangan punya keseruan tersendiri, terlebih ketika bertemu lawan dan berhasil membuat layangan lawannya putus.
"Seru aja. Apalagi kalau ada musuhnya, ngadu, terus menang. Seru lah pokoknya," kata dia.
(dir/dir)