Kisah Caca dan Daffa Merajut Kesetaraan di Ruang Pelayanan Kesehatan

Kisah Caca dan Daffa Merajut Kesetaraan di Ruang Pelayanan Kesehatan

Ony Syahroni - detikJabar
Selasa, 29 Jul 2025 17:55 WIB
Caca dan Daffa (kanan), bersama berkomunikasi dengan Damon (kiri)
Caca dan Daffa (kanan), bersama berkomunikasi dengan Damon (kiri). (Foto: Ony Syahroni)
Cirebon -

Caca berharap ruang pelayanan bisa menjadi tempat yang nyaman bagi semua orang, termasuk bagi mereka yang berkomunikasi lewat bahasa tangan. Dari situ, langkahnya dimulai, memberi tahu sekitar bahwa bahasa tanpa suara pantas didengar.

Caca adalah wanita 24 tahun, salah seorang teman tuli di Cirebon. Kini, ia memimpin Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia (Gerkatin) Kota Cirebon. Di sisi lain, sebagian harinya ia habiskan sebagai tenaga pendidik di SLB Pancaran Kasih.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Siang itu, Jumat (25/7), Caca duduk di ruang tamu sekolah tempatnya mengajar. Di sampingnya, ada Daffa (20), teman tuli sekaligus rekan sesama guru. Di hadapan mereka, Damon (37) duduk dengan tenang, memperhatikan setiap gerakan keduanya.

Dalam perbincangan hari itu, Damon menjadi jembatan komunikasi kami. Ia adalah juru bahasa isyarat yang juga mengajar di sekolah tersebut. Setiap gerakan tangan dan ekspresi wajah berubah menjadi kata-kata di mulutnya. Ia lalu menerjemahkan setiap ucapan ke dalam bahasa isyarat.

ADVERTISEMENT

Sesekali Damon berhenti sejenak, memberi kesempatan bagi Caca dan Daffa untuk menyampaikan pesan-pesan mereka. Hari itu, perbincangan kami mengarah ke satu hal yang menjadi sorotan Caca dan Daffa. Yaitu tentang kesetaraan di ruang pelayanan.

Menurut Caca, bagi teman tuli ruang pelayanan kerap menjadi tempat membingungkan. Di fasilitas kesehatan misalnya, tidak sedikit dari mereka yang enggan pergi sendiri. Mereka khawatir salah mengartikan ucapan dokter, atau gagal menyampaikan setiap keluhan.

Caca mengatakan, teman tuli terbiasa menangkap percakapan lewat gerak bibir. Tapi, hal itu tidak selalu bisa diandalkan. Terutama ketika petugas di fasilitas kesehatan menggunakan masker membuat gerak bibir menghilang di balik kain.

"Mau baca gerakan bibir, terkadang pakai masker. Terus ngobrolnya cepat. Harus pelan-pelan. Kadang kita nggak ngerti," kata Caca melalui bahasa isyarat yang diterjemahkan oleh Damon.

Caca mungkin mengerti alasan petugas kesehatan menggunakan masker demi keamanan. Tapi bagi teman tuli, itu berarti komunikasi terhenti.

Damon yang dari tadi menyimak keterangan Caca perlahan mengangguk. Sebagai guru di SLB Pancaran Kasih, Damon kerap mendengar keresahan itu langsung dari anak didiknya.

Damon mengatakan, tidak sedikit teman tuli yang memang merasa takut pergi ke fasilitas kesehatan tanpa pendamping. Mereka khawatir terkendala dalam berkomunikasi, lalu berujung pada kesalahpahaman. "Saya coba tanya ke mereka. Oh ternyata mungkin karena secara komunikasi nggak nyambung," kata dia.

Caca dan Daffa (kanan), bersama berkomunikasi dengan Damon (kiri)Caca dan Daffa. Foto: Ony Syahroni

Caca dan Daffa Jadi Pengajar Bahasa Isyarat

Berangkat dari keresahan itu, Caca dan Daffa berupaya menjadikan ruang pelayanan publik sebagai tempat yang inklusif bagi semua. Sama seperti Caca, Daffa juga memegang peranan penting di organisasi. Ia merupakan Ketua Gerkatin Kabupaten Cirebon.

Saat ini, keduanya masih berstatus sebagai mahasiswa di sebuah perguruan tinggi. Caca mengambil jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD), sementara Daffa Teknologi Pendidikan.

Di sela aktivitas mengajar di SLB Pancaran Kasih, keduanya kerap membagi waktu untuk menjadi instruktur bahasa isyarat bagi para petugas pelayanan publik. Melalui program Teman Dengar JKN, mereka mengajari para petugas tentang bahasa isyarat dasar. Seperti sapaan hingga menanyakan tentang keperluan.

Teman Dengar JKN merupakan program yang digulirkan Kantor BPJS Kesehatan Cabang Cirebon. Lewat program ini, para petugas frontliner mereka diajarkan menggunakan bahasa isyarat. Tujuannya jelas, agar mereka bisa berkomunikasi dan melayani teman tuli.

Caca maupun Daffa merasa senang bisa menjadi instruktur bagi para petugas pelayanan. Terlebih, hal ini sejalan dengan salah satu tugas Gerkatin, yaitu menyosialisasikan Bahasa Isyarat Indonesia (Bisindo) kepada masyarakat.

"Supaya apa, supaya teman-teman tuli bisa setara dengan teman-teman dengar," kata Caca. Pernyataan itu diamini Daffa yang duduk di sampingnya.

Sejauh ini, Daffa sendiri telah beberapa kali bekerja sama dengan instansi pemerintahan. Seperti dinas tenaga kerja dan beberapa lembaga lainnya. "Kerja sama dengan dinas tenaga kerja untuk menginfokan kerja teman-teman tuli," kata Daffa.

Khusus dalam program Teman Dengar JKN, Caca dan Daffa telah menjadi instruktur bahasa isyarat selama satu tahun. Sejauh ini, mereka merasa lega melihat para petugas pelayanan mulai bisa menggunakan bahasa isyarat.

"Sudah sekitar satu tahun ini mengajarkan ke teman-teman di BPJS. Rasanya senang. Karena teman-teman sedikit-sedikit bisa, dan sekarang mulai bisa berkomunikasi," kata Daffa.

Caca menambahkan ketika petugas pelayanan bisa menggunakan bahasa isyarat, maka akan membuat teman tuli merasa nyaman dan percaya diri. "Saya sendiri senang dan jadi percaya diri. Semoga bukan cuma di BPJS, tapi di fasilitas-fasilitas lain juga bisa bahasa isyarat," kata Caca.

Selama Caca dan Daffa menjadi instruktur bahasa isyarat, Damon selalu mendampingi. Namun, semua materi pembelajaran disiapkan langsung oleh Caca dan Daffa.

"Biasanya saya ikut mendampingi untuk men-translate dari bahasa isyarat ke verbal. Tapi untuk materi-materinya mereka yang buat. Saya hanya mendampingi sebagai juru bahasa isyarat," terang Damon.

Caca dan Daffa (kanan), bersama berkomunikasi dengan Damon (kiri)Nur Linda (30), petugas keamanan Kantor BPJS Kesehatan Cabang Cirebon. Foto: Ony Syahroni

Bahagia Bisa Bahasa Isyarat

Menjelang siang, susana di Kantor BPJS Kesehatan Cabang Cirebon tampak ramai. Beberapa warga duduk di kursi antrean, sebagian lagi terlihat sedang berkomunikasi dengan petugas di loket pelayanan.

Di dekat pintu masuk, seorang petugas keamanan berdiri sigap. Sesekali ia menyapa pengunjung yang baru saja tiba. Petugas itu adalah Nur Linda (30), security wanita yang sudah mengikuti pelatihan bahasa isyarat.

Sebagai petugas keamanan, Linda sudah terbiasa menyapa pengunjung. Di antara mereka, ada beberapa teman tuli yang pernah ia sambut dengan senyum dan bahasa isyarat sederhana. "Biasanya mereka ngasih isyarat dulu. Lalu kita kasih sapaan, seperti 'Halo, Selamat Pagi'," kata Linda seraya mempraktikkan bahasa isyarat yang telah ia pelajari.

Linda menyadari sapaan kecil melalui bahasa isyarat bisa memberi rasa aman dan nyaman bagi teman tuli. "Mereka merasa senang. Dan, saya juga senang bisa membantu," kata dia.

Kepala BPJS Kesehatan Cabang Cirebon, Adi Darmawan mengatakan Teman Dengar JKN merupakan program yang diluncurkan sejak tahun lalu. BPJS menggandeng Gerkatin untuk mengajarkan para petugas frontliner bahasa isyarat.

"Bahkan dengan teman-teman Gerkatin kita menghasilkan sebuah tools. Dan saat ini di kami teman-teman di frontliner sudah bisa bahasa isyarat dasar," ujar dia.

Pelatihan bahasa isyarat ini telah beberapa kali dilakukan. Baru-baru ini, pelatihan tersebut digelar dengan melibatkan para petugas dari sejumlah fasilitas kesehatan.

"Lebih kurang ada 58 FKRTL (Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan) yang sudah kerja sama dengan BPJS Kesehatan, khususnya petugas PIPP (Pemberi Informasi dan Penanganan Pengaduan) untuk bisa berlatih bersama," kata dia.

"Bagi kami di BPJS Kesehatan, program ini untuk mewujudkan layanan mudah, cepat, dan setara," sambung Adi.

Data BPJS Kesehatan mencatat, di Kota Cirebon ada 356.755 warga yang menjadi peserta. Sedangkan di Kabupaten Cirebon jumlahnya mencapai 2.427.103 orang.

Di antara peserta itu, ada juga teman tuli yang kini mulai berani datang untuk mengakses layanan. Menurut Adi, hal ini karena petugas frontliner kantor BPJS Cabang Cirebon sudah bisa menggunakan bahasa isyarat, sehingga teman tuli lebih nyaman saat dilayani.

"Alhamdulillah sejauh ini sudah ada teman tuli langsung yang mengakses. Sudah lebih dari 10 orang. Dan ada juga dari keluarga dari teman tunarungu yang menanyakan bagaimana menjadi peserta JKN," kata dia.

Wali Kota Cirebon, Effendi Edo, menilai pelatihan bahasa isyarat bagi petugas pelayanan publik penting untuk memastikan teman tuli mendapat akses layanan tanpa hambatan komunikasi. "Kami apresiasi inovasi ini," kata Edo.

(sud/sud)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads