Puluhan warga Desa Hulubanteng, Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Cirebon, menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Bupati Cirebon, Kamis (10/4/2025). Mereka menuntut pengusutan tuntas terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Pemerintah Desa Hulubanteng, termasuk indikasi korupsi, pungutan liar, dan penyalahgunaan wewenang.
Aksi yang diwarnai orasi dan pembentangan poster ini merupakan bentuk akumulasi kekecewaan warga atas ketidaktransparanan pengelolaan dana desa dan program-program yang dinilai tidak berpihak pada kebutuhan riil masyarakat.
Perwakilan warga, Eka Andri menyebutkan bahwa terdapat empat poin utama yang menjadi dasar protes mereka. Di antaranya adalah dugaan pungutan liar dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), penyalahgunaan anggaran desa tahun 2022 hingga 2024, penyalahgunaan jabatan kepala desa, serta kebijakan yang memicu kegaduhan sosial.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Untuk program PTSL, sesuai SK Tiga Menteri, warga seharusnya hanya membayar Rp150 ribu. Tapi di lapangan, warga dipungut mulai dari Rp650 ribu hingga Rp1,2 juta. Ini sangat memberatkan dan tidak sesuai ketentuan," ungkap Eka dalam orasinya.
Ia juga mengungkapkan kekecewaan warga terhadap realisasi program desa yang dinilai tidak sesuai dengan hasil musyawarah. Beberapa kegiatan yang telah dianggarkan sejak empat tahun lalu tak kunjung terealisasi. Bahkan, bantuan yang diberikan pun tidak sesuai jenis yang dibutuhkan.
"Contohnya, warga dijanjikan bantuan gelas, tapi yang datang malah piring. Ini bukan hanya soal barang, tapi mencerminkan perencanaan yang asal-asalan," tambahnya.
Eka menegaskan, kondisi ini telah mengikis kepercayaan masyarakat terhadap aparatur desa dan menciptakan ketegangan sosial di tengah warga.
Sudah Ada Pemanggilan dan Komitmen Tertulis
Menanggapi aksi tersebut, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Cirebon, Nanan Abdul Manan, memastikan bahwa pihaknya telah menindaklanjuti laporan warga sejak Oktober 2024. Ia mengklaim telah melakukan monitoring langsung ke lapangan dan memanggil Kepala Desa Hulubanteng, Tirjo, untuk klarifikasi.
"Pemanggilan pertama dilakukan pada 14 Maret 2025. Dalam pertemuan itu, Kepala Desa menandatangani surat pernyataan berisi komitmen untuk menyelesaikan sejumlah kewajiban, termasuk pengembalian temuan Inspektorat tahun 2022 dan 2023," ujar Nanan.
Selain itu, kepala desa juga diminta melaksanakan kegiatan yang tertunda pada tahun anggaran 2024 serta memastikan penyusunan APBDes 2025 melalui mekanisme musyawarah desa.
Namun, DPMD memberikan tenggat waktu dua minggu untuk melihat progres dari komitmen tersebut. Jika tidak ada perkembangan berarti, langkah hukum dan administratif akan diambil.
"Ini bukan formalitas. Sudah ada dua kepala desa sebelumnya yang kami berhentikan karena tidak memenuhi komitmen serupa. Jika tidak ada progres dalam dua minggu, proses sanksi akan kami jalankan," tegas Nanan.
DPMD juga berencana melakukan pemanggilan lanjutan dalam waktu dekat. Jika hingga tiga kali pemanggilan tidak membuahkan hasil, maka proses pemberhentian kepala desa akan ditempuh melalui jalur resmi.
"Kami mohon masyarakat bersabar. Semua laporan akan kami tindak lanjuti sesuai prosedur yang berlaku. Yang terpenting, penanganan dilakukan secara objektif dan berdasarkan regulasi," tutupnya.
(sud/sud)