Keamanan dan kepastian hukum bagi para investor masih menjadi tantangan besar di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Berbagai kendala seperti perizinan yang rumit hingga praktik premanisme kerap menjadi penghambat investasi. Kondisi ini membuat para calon investor ragu untuk menanamkan modalnya di wilayah yang satu ini.
Menanggapi hal ini, Penjabat (Pj) Bupati Cirebon, Wahyu Mijaya, menegaskan bahwa pemerintah daerah memahami keresahan para investor dan berkomitmen untuk menciptakan lingkungan investasi yang lebih kondusif.
Salah satu langkah yang sedang dilakukan Pemkab Cirebon adalah menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Dokumen ini akan menjadi panduan dalam mengalokasikan investasi ke lokasi-lokasi strategis mulai 2025.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Penyusunan RTRW dan RDTR ini sangat penting karena akan menentukan zona-zona prioritas untuk investasi. Kami ingin memastikan bahwa investor memiliki kepastian tentang area mana saja yang dapat dimanfaatkan serta regulasi yang harus dipatuhi," ujar Wahyu pada Senin (10/2/2025).
Dengan adanya tata ruang yang jelas, Pemkab Cirebon berharap dapat menarik lebih banyak investor, khususnya di sektor industri, perdagangan, dan pariwisata. Selain itu, perencanaan yang matang diharapkan mampu mengurangi potensi konflik lahan yang sering menjadi kendala dalam investasi.
Selain fokus pada perencanaan tata ruang, Pemkab Cirebon juga berupaya menyederhanakan proses perizinan. Wahyu mengungkapkan bahwa pihaknya telah menggelar diskusi dengan berbagai pemangku kepentingan, baik di tingkat kabupaten maupun pusat, guna mempercepat proses perizinan, termasuk Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan izin usaha lainnya.
"Kami terus berupaya agar perizinan bisa lebih cepat dan mudah. Investor tidak boleh terhambat oleh prosedur birokrasi yang berbelit-belit," tegasnya.
Pemerintah daerah juga menggandeng forum koordinasi pimpinan daerah (Forkopimda) untuk menjamin keamanan investasi. Sinergi antara pemerintah, kepolisian, kejaksaan, dan pihak terkait lainnya diharapkan dapat menangani gangguan di lapangan dengan lebih efektif.
Sebagai upaya mencari solusi konkret, Pemkab Cirebon membuka ruang dialog dengan para pelaku usaha dan investor untuk mendengar langsung aspirasi serta kendala yang mereka hadapi. Wahyu menegaskan bahwa pemerintah tidak bisa bekerja sendiri dalam menciptakan iklim investasi yang sehat.
"Diperlukan kerja sama dari semua pihak, baik pemerintah, investor, maupun masyarakat, agar investasi di Cirebon dapat berkembang dengan baik," tutup Wahyu.
Sementara itu dilansir dari detikfinance, Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri (HKI), Sanny Iskandar, menyoroti maraknya gangguan dari ormas yang semakin mengancam keamanan di kawasan industri. Ia mengungkapkan bahwa praktik 'jatah preman' terhadap limbah ekonomis sering terjadi sejak awal investasi masuk ke daerah tertentu.
"Begitu investor memilih kavling, informasi itu cepat menyebar, dan tiba-tiba banyak pihak yang datang meminta jatah. Mereka bahkan terang-terangan menuntut bagian," ujar Sanny.
Gangguan ini telah memicu keluhan dari beberapa investor yang akhirnya mengadu langsung kepada Presiden Prabowo Subianto. "Jika kondisi ini tidak segera diatasi, potensi kerugian akibat terhambatnya investasi di Indonesia bisa mencapai ratusan triliun rupiah," terangnya.
(sud/sud)