Matinya Pasar Seni Gua Sunyaragi Cirebon

Matinya Pasar Seni Gua Sunyaragi Cirebon

Fahmi Labibinajib - detikJabar
Senin, 03 Feb 2025 09:00 WIB
Pasar Seni Cirebon
Pasar Seni Cirebon (Foto: Fahmi Labibinajib/detikJabar).
Cirebon -

Tepat di area belakang situs bersejarah Gua Sunyaragi, terdapat sebuah pasar seni yang kini sudah tidak beroperasi alias mati. Pantauan detikJabar di lokasi, tampak hanya tersisa satu kios yang masih aktif berjualan, yakni kios yang menjual aneka topeng khas Cirebon. Pemilik kios topeng tersebut adalah seorang warga sekitar bernama Dian Mulyadi (43).

Sambil membuat kerajinan kipas bambu, Dian memaparkan, bahwa di belakang Gua Sunyaragi memang dulunya digunakan sebagai pasar kesenian, yang sudah ada sejak tahun 2008. Kala itu, lanjut Dian, Pasar Seni Gua Sunyaragi diresmikan langsung oleh Wakil Wali Kota Cirebon yang saat itu dijabat oleh Sunaryo, bersama dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Cirebon.

"Awalnya itu di sini Pasar Seni Objek Wisata Gua Sunyaragi, pas itu ada gagasan dari dinas pariwisata, kebetulan di sini kan lahan punya UPTD Pariwisata, jadi dibikin lah beberapa lapak kios seni. Pas itu Wali Kota nya Subardi Wakil Wali Kotanya Sunaryo, diresmikan langsung oleh beliau, bahkan dihadiri oleh Sultan Keraton Kasepuhan," tutur Dian, Jumat (31/1/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Dian, di tahun-tahun pertama setelah peresmiannya, Pasar Seni Gua Sunyaragi merupakan pasar seni yang selalu ramai oleh penjual dan pembeli. Apalagi, saat itu, Pasar Seni Gua Sunyaragi menjadi satu-satunya pasar seni di Cirebon. Setidaknya, ada puluhan pedagang yang menjual karya seninya seperti batik, lukis kaca, topeng dan kerajinan lain di Pasar Seni Gua Sunyaragi.

Dian mengenang, tak hanya sekedar diisi dengan pedagang, di Pasar Seni Gua Sunyaragi juga sering diadakan berbagai macam pentas dan pelatihan tentang kesenian khas Cirebon. Dalam sehari, Dian sendiri bisa mendapatkan omzet sampai ratusan ribu rupiah, bahkan jika sedang ramai, seperti di hari libur, omzet Dian bisa sampai jutaan rupiah.

ADVERTISEMENT

"Ada sekitar 36-38 kios pedagang di Pasar Seni. Dulu pas masih beroperasi, ada pertunjukan seni juga setiap bulan, jadi bisa menarik pengunjung. Ramai banget, pintu masuk dari sini, sehari itu saya bisa dapat Rp 500.000, kalau libur pernah saya dapat Rp 1.500.000, karena satu-satunya Pasar Seni di Cirebon," tutur Dian.

Namun, di tahun 2014, Pasar Seni Gua Sunyaragi mulai sepi pengunjung. Penyebabnya, karena adanya revitalisasi Gua Sunyaragi, yang membuat lokasi pintu masuk Gua Sunyaragi, yang ada di bagian depan pasar ditutup. Tak hanya ditutup, area sekeliling pasar seni juga di bangun pagar tembok dan juga bangunan, hal ini membuat akses menuju Pasar Seni menjadi sulit karena tertutup oleh bangunan.

"4 tahun kemudian Gua Sunyaragi dapat bantuan revitalisasi pembangunan perbaikan gua Sunyaragi. Nah dengan pembangunan itu, merambahlah sampai ke Pasar Seni, akhirnya buat kita yang jualan di sini tuh jadinya tertutup, pintu masuknya juga dialihkan, yang tadinya pintunya di sini (Di Pasar Seni) dialihkan ke ujung sana, ditambah tanah sekitar sini di tembok semua," tutur Dian.

Dian sendiri sudah mencoba berbagai macam cara agar pagar yang mengelilingi pasar seni dibuka. Namun, hingga sekarang, belum terjadi kesepakatan antara Keraton Kasepuhan sebagai pengelola Gua Sunyaragi dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Cirebon sebagai pemilik tanah di Pasar Seni.

"Saya sudah berusaha dari tahun 2014 itu bagaimana pagar itu yang tadinya ditutup untuk dibuka lagi, tapi tidak ada kesepakatan, katanya nanti parkirnya pada di sini. Karena daerah sini tanahnya beda, kalau ini (Pasar Seni) tanahnya milik dinas pariwisata, tapi kalau di sana tanahnya milik yayasan Keraton Kasepuhan, jadi susah, pasar kan harus ramai. Jadi jelas untuk Pasar Seni Gua Sunyaragi sekarang mati, karena aksesnya sudah tidak ada," tutur Dian.

Sebenarnya, lanjut Dian, setelah revitalisasi selesai, pedagang yang terkena dampak pembangunan Gua Sunyaragi dipindahkan ke ruko yang ada di bagian depan Gua Sunyaragi. Namun, karena dibebani dengan biaya sewa, ditambah dengan pengunjung yang sepi, membuat banyak pedagang seni gulung tikar.

"Pengrajin dipindahkan ke depan, tapi dibebankan biaya sewa, beda sama di sini, dinas pariwisata tidak memberikan tarif untuk biaya sewa, alias digratiskan, bahkan disediakan tempat untuk berjualan. Lama-kelamaan temen-temen pindah ke sini lagi, tapi karena sepi, akhirnya banyak yang berhenti jualan dan kembali ke sanggar masing-masing," tutur Dian.

Menurut Dian, sejak tahun 2014, hingga sekarang hanya dirinya seorang yang masih berjualan di lokasi bekas Pasar Seni Gua Sunyaragi. Alasan Dian masih tetap berjualan adalah karena lokasi lapaknya tidak jauh dari tempat tinggalnya, sehingga bisa menghemat biaya operasional. Agar bisa bertahan, Dian membuka penjualan secara online di media sosial.

"Setelah 2014 itu porak poranda, kios di depan tidak ada yang mau ngisi karena ada sewa, ditambah pengunjung sepi, jadi hanya saya saja yang masih bertahan, karena sayanya orang Sunyaragi, jadi kalau laper tinggal pulang saja ke rumah, bertahannya saya karena jualan lewat media sosial juga, " tutur Dian.

Meski sudah ditinggalkan pedagang dan pembeli, agar tetap ramai, Dian bersama teman-teman seniman lain sering mengadakan kegiatan, seperti pelatihan tari, diskusi dan pembuatan topeng di lokasi bekas Pasar Seni Gua Sunyaragi. Dian berharap, semoga ke depan pemerintah bisa lebih memperhatikan lagi pelaku yang menjual produk kesenian Cirebon.

"Yah harapan kita mungkin dari kawan-kawan dinas bisa mempromosikan kerajinan Cirebon lagi, semoga nanti ada wadahnya, baik berupa pasar seni atau lain sebagainya," pungkas Dian.




(mso/mso)


Hide Ads