Jatuh Bangun Suma Berteman Jangkrik-Ulat di Kanoman Cirebon

Serba-serbi Warga

Jatuh Bangun Suma Berteman Jangkrik-Ulat di Kanoman Cirebon

Fahmi Labibinajib - detikJabar
Sabtu, 14 Des 2024 13:00 WIB
Suma di depan lapak pakan burungnya
Suma di depan lapak pakan burungnya. Foto: Fahmi Labibinajib/detikJabar
Cirebon -

Sudah puluhan tahun Suma menggeluti usaha pakan burung tradisional. Di usianya yang sudah 64 tahun, Suma masih tetap semangat berjualan di depan emperan toko dekat Pasar Kanoman, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon.

Suma telah berjualan pakan burung sejak tahun 1999. Awalnya, Suma berjualan diajak oleh adiknya. Setahun kemudian, ia memulai sendiri bisnis pakan burungnya.

Menurut Suma, saat itu, Pasar Kanoman dikenal juga sebagai pusat kebutuhan burung di Cirebon Raya, yang datang tidak hanya orang Cirebon, tapi juga dari Majalengka, Kuningan dan Indramayu. Melihat peluang usaha yang besar, beberapa tahun setelah menjual pakan burung, Suma mulai berjualan burung.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dua tahun menabung dari hasil jualan pakan burung, terus saya jualan burung juga, kayak burung murai, burung wambi, burung yang punya suara bagus saja tuh. Dulu mah daerah sini terkenal pusat burung, dari Ciayumajakuning pada datangnya ke sini, itu sebelum COVID-19," tutur Suma.

Setelah adanya COVID-19, ditambah peminat burung mulai sepi peminat, Suma memutuskan untuk berhenti berjualan burung, dan mulai berjualan hewan lain, yakni Ikan Lohan. Dengan modal awal Rp 2 juta, Suma mencoba untuk memulai usaha ikan lohan. Namun, bukannya untung, usaha ikannya malah bangkrut dalam waktu satu malam.

ADVERTISEMENT

"Sempat jualan ikan lohan, saya modal Rp 2 juta untuk usaha ikan lohan. Namun, karena sirkulasi udara dan pergantian air yang tidak teratur, akhirnya ikan lohannya mati semua, gara-gara ikannya pada stress, itu dalam waktu satu hari, saya habis Rp 2 juta, karena habis modal, akhirnya saya sempat berhenti jualan, terus jadi kuli, " tutur Suma.

Setelah menjadi kuli selama beberapa tahun, karena faktor usia, menyebabkan tenaga yang dimiliki Suma sebagai kuli berkurang. Akhirnya, semenjak 4 bulan yang lalu, Suma memutuskan untuk kembali ke profesinya sebagai penjual pakan burung. Ada beberapa jenis pakan burung yang dijual Suma, seperti ulat, jangkrik, dan kroto atau disebut juga telur semut.

Menurut Suma, untuk ulatnya sendiri itu terbagi dalam beberapa jenis seperti, ulat hongkong, ulet jerman, ulat kandang, dan ulat bambu. Menurutnya, keempat jenis ulat tersebut memiliki fungsi yang berbeda-beda.

"Saya dapatnya dari pengepul dan peternak ulat. Untuk fungsinya emang beda, kayak yang ulat hongkong itu untuk burung yang bulunya sedang dalam proses perontokan, jadi biar tuntas, dan tumbuh laginya bagus. Kalau suaranya mau bagus itu makannya ulat kandang, yang berasal dari limbah ayam sayur," tutur Suma.

Suma mengatakan, dibandingkan dahulu, sekarang, pakan burung juga mulai sepi peminat. Hal ini menyebabkan omzet ia dalam berjualan juga ikut menurun. Suma mengenang, dulu sekitar tahun 1999 sampai 2010, ia bisa mendapatkan penghasilan mencapai ratusan ribu rupiah per hari.

"Kalau jangkrik, dulu itu bisa sampai 4 karung jangkrik habis dalam sehari, untuk pendapatannya dari jangkrik saja bisa sampai Rp 200.000, belum dari telur semut dan ulatnya. Tapi kalau sekarang sepi, nggak bisa ditentukan, ini dari pagi sampai sore paling dapat puluhan ribu, di bawah Rp 100.000 lah," tutur Suma.

Untuk satu tutup botol kecil ulat, Suma hargai Rp 1.000, sedangkan untuk 20 ekor jangkrik, dihargai Rp 1000. Untuk telur semutnya, dibanderol dengan harga Rp 3.000 per bungkus. Di Cirebon, Suma tinggal sendiri, istri dan anaknya berada di Brebes. Meski penghasilan berkurang, ia tetap sabar, di usianya yang sekarang, ia tidak mempunyai pilihan lain, selain hanya tetap berjualan pakan burung.

"Pertama modal nggak ada, umur sudah 64, misal jadi kuli tenaganya sudah nggak ada, jadi tetap berjualan ini saja," pungkas Suma.

(sud/sud)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads