Salah satu benda bersejarah yang ada di Keraton Kanoman Cirebon adalah gamelan sekaten. Berbeda dengan gamelan pada umumnya, gamelan sekaten memiliki keistimewaan tersendiri.
Lurah Gamelan Sekaten, Ato Sugiarto memaparkan gamelan sekaten memang memiliki beberapa keistimewaan. Pertama, dari segi usia. Ato menyebut usia gamelan sekaten sudah mencapai 700 tahun lebih atau tujuh abad. Meski usianya sudah ratusan tahun, menurut Ato, hingga sekarang gamelan sekaten masih dapat berfungsi dengan baik.
"Gamelan sekaten itu usianya sudah tujuh ratus tahun, sudah ada sejak abad ke empat belas masehi. Tapi alhamdulillah masih berfungsi dengan baik;" tutur Ato,Kamis (12/9/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk asal usulnya sendiri, menurut Ato, gamelan sekaten merupakan gamelan pemberian dari Sang Hyang Bango kepada Pangeran Cakrabuana. Namun, oleh Pangeran Cakrabuana, gamelan sekaten tidak langsung dimainkan.
"Gamelan sekaten ini pemberian dari Sang Hyang Bango kepada Pangeran Cakrabuana pada masa sebelum Islam. Ketika itu, saat Pangeran Cakrabuana dalam perjalanan spiritual, bertemu dengan Sang Hyang Bango yang menjadi teman spiritual Pangeran Cakrabuana, lalu diberi kenang-kenangan gamelan sekaten," tutur Ato.
Menurut Ato, gamelan sekaten mulai dimainkan pada masa Sunan Gunung Jati. Oleh Sunan Gunung Jati, gamelan sekaten dijadikan sebagai sarana untuk menyebarkan agama Islam. "Baru pada masa Sunan Gunung Jati, beliau memainkan gamelan sekaten untuk sarana dakwah menyiarkan agama Islam," tutur Ato.
Menurut Ato, gamelan sekaten sendiri terdiri dari beberapa jenis alat musik. "Gamelan sekaten, terdiri dari bonang bibit, bonang racik, saron bibit atau saron pengiringan, gong bibit, gong pengiring, ketuk, cret, sama bedug, total ada sekitar dua belas alat musik," tutur Ato.
Orang Pilihan
Keistimewaan kedua dari gamelan sekaten adalah dari pemainnya. Menurut Ato, pemain gamelan sekaten disebut juga dengan nayaga. Di Keraton Kanoman, ada sekitar 27 nayaga gamelan sekaten. Namun, pada saat dimainkan, hanya 12 nayaga yang memainkan gamelan sekaten. Dan selama gamelan sekaten dimainkan, para nayaga harus tinggal dan menetap di Keraton Kanoman.
"Untuk pemain yang memainkan gamelan sekaten itu ada sekitar 12 orang, yang memiliki makna 12 Rabiul Awal, hari lahir Nabi Muhammad SAW," tutur Ato.
Ato mengatakan tidak sembarang orang bisa menjadi nayaga gamelan sekaten. Para pemain gamelan sekaten, lanjut Ato, adalah anak dari orang tua mereka yang dahulu juga merupakan pemain dari gamelan sekaten. Alias, harus turun temurun. Ato sendiri merupakan generasi ke-6 dari orang tuanya yang juga pemain gamelan sekaten.
"27 Nayaga di sini itu turun temurun orang tuanya dulu juga sebagai pemain gamelan sekaten. Saya generasi keenam, dari mulai bapak saya, kakek saya, buyut saya dan cicit saya semuanya jadi pemain gamelan sekaten," tutur Ato.
Selain itu juga, menurut Ato, sebelum memainkan gamelan sekaten, para nayaga harus berpuasa terlebih dahulu selama 40 hari, dan bagi nayaga yang sudah punya istri, dari tanggal 1 sampai 12 Maulid tidak diperbolehkan untuk berhubungan badan terlebih dahulu.
"Puasanya 40 hari dan tidak boleh campur sama istrinya dari tanggal 1 sampai 12 Maulid atau sampai selesainya prosesi gamelan sekaten. Tujuanya, biar benar-benar kita itu suci, karena berkaitan dengan siar Islam," tutur Ato.
![]() |
Tempat Tertinggi
Ketiga, untuk tempat memainkannya, gamelan sekaten harus dimainkan di Ksiti Hinggil, salah satu kompleks bangunan bersejarah di Keraton Kanoman. Ksiti Hinggil sendiri memiliki arti tanah yang tinggi, di sana ada beberapa bagian bangunan yang memiliki filosofinya masing-masing.
Menurut Ato, Ksiti Hinggil memiliki tiga pintu masuk, yakni lawang sahadat, lawang selawat dan lawang kiblat. Di tengahnya, ada Made Manguntur yang menghadap langsung dengan Ksiti Hinggil.
"Harus di Ksiti Hinggil yang berhadapan langsung dengan Made Manguntur. Kalau Made Manguntur kan artinya tempat duduk untuk berkeluh kesah. Makannya, apa Mande Manguntur itu tempat kita berkeluh kesah kepada Sang Pencipta, dulu digunakan sultan untuk menyaksikan gamelan sekaten. Makanya, ini bangunan bentuknya semirang atau tidak lurus, agar bisa langsung menghadap kiblat. Jadi ada filosofinya ibadah juga," tutur Ato.
Menurut Ato, kompleks Ksiti Hinggil juga disebut dengan sedulur papat lima panca, yang berarti lima sahabat nabi, dan lima pancer atau tiang pondasi yang ada di bagian tengah Ksiti Hinggil.
"Itu bahasa orang zaman dulu,yang artinya 4 sahabat di bumi dan di langit, yakni Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali yang di bumi dan yang di langit ada malaikat Jibril, Mikail, Izroil dan Izrofil, dan limanya itu ada di saka (tiang) Ksiti Hinggil yang menunjukkan pondasi rukun Islam," tutur Ato.
Keempat, tidak semua lagu bisa dimainkan oleh gamelan sekaten. Menurut Ato, hanya ada lima lagu yang dimainkan oleh gamelan sekaten. Kelimanya, merupakan lagu dengan nada instrumental, yang memiliki maknanya tersendiri.
"Ada lima lagu yang dimainkan, yaitu cincing duwur, kajongan, varianom, rambu gede dan rabu alit. Satu lagu itu durasinya bisa sampai satu jam lima belas menit. Untuk makna lagunya, misal cincing duwur yang memiliki makna, jika memakai sarung jangan sampai menyentuh tanah agar selalu bersih saat beribadah, kajongan yang artinya kebersamaan, varianom artinya saling menghargai baik kepada yang tua maupun yang muda, dan rambu gede yang diambil dari rukun iman," tutur Ato.
Setahun Sekali
Kelima, dikeluarkan setahun sekali dan dimainkan di waktu khusus. Menurut Ato, gamelan sekaten memang memiliki waktu khusus saat memainkannya. Dalam satu tahun, gamelan sekaten hanya dikeluarkan sekali, yakni di bulan Maulid, dari tanggal 7 sampai tanggal 12 Maulid dalam penanggalan jawa. Dalam penanggalan masehi, dimulai dari hari Jumat tanggal 13 -16 September 2024.
"Selama lima hari itu dimainkan dengan jam-jam tertentu. Malam pertama dari jam delapan malam sampai jam sembilan lima belas menit, lalu istirahat, mulai lagi jam sebelas malam sampai jam dua belas lebih lima belas menit, terus mulai lagi di jam tiga pagi sampai sebelum subuh," tutur Ato.
"Walaupun jam tiga pagi dan nggak ada penonton itu tetap dijalankan, karena bentuknya syiar, berhenti sebelum subuh agar bisa mengingatkan orang untuk mengajak salat subuh. Untuk siangnya itu, dari mulai jam tujuh pagi, jam setengah sebelas, sama jam dua waktu sekaten," tambah Ato.
Dinamakan waktu sekaten, menurut Ato, karena waktu yang digunakan dalam memutarkan gamelan sekaten itu lebih cepat 25 menit dibandingkan waktu umum. Misal, dimulai jam 14:00 waktu sekaten. Maka diwaktu umumnya adalah dijam 14:25 WIB.
"Kenapa harus 25 menit karena jumlah total nabi yang harus diketahui itu ada 25. Tujuannya, agar bisa selesai sebelum azan salat, jadi setelah gamelan sekaten selesai, azan bunyi, orang-orang akan langsung melaksanakan salat," tutur Ato.
Keenam, sehari sebelum dimainkan, gamelan sekaten harus dicuci terlebih dahulu menggunakan tanah merah, air dan serabut kelapa. Setelah dicuci, gamelan sekaten akan ditaruh di Ksiti Hinggil untuk dimainkan pada keesokan harinya.
"Mencucinya itu nggak pakai sabun, tapi pakai tumpukan bata merah sama serabut kelapa, dan orang yang mencucinya harus selalu mengucapkan salawat saat proses mencuci gamelan sekaten," tutur Ato.
Bagi yang berminat untuk mendengarkan gamelan sekaten, bisa langsung datang ke Keraton Kanoman yang beralamat di Jalan Kanoman, Lemahwungkuk, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon.
(sud/sud)