Enam pria bertubuh kekar memamerkan guratan otot di tubuh dan lengannya. Mereka bukan atlet tinju, melainkan para buruh pabrik genting yang pandai bermain musik. The Talawengkar, sebutan grup enam pria tersebut, lahir dari keresahan sosial di lingkungannya. Mereka berasal dari Jatiwangi, Kabupaten Majalengka.
"Keresahan kami dengan adanya persaingan-persaingan, dengan adanya baja ringan atau apa, melemah lah (produksi) genting. Tapi kami tidak berputus asa, kami tetap bersemangat, kami ingin tetap menjaga identitas dan budaya Jatiwangi, bahwa tetaplah Jatiwangi mengolah tanah liat," kata salah seorang personel The Talawengkar, Oman belum lama ini.
Jatiwangi memang tidak pernah kehabisan talenta seniman. Sebelum The Talawengkar, wilayah penghasil genting ini juga memiliki grup musik LAIR dan Mother Bank, yang juga bertujuan menjaga identitas Jatiwangi. Sebagai buruh pabrik genting, mereka membuat alat musik dari tanah liat dengan tangan terampil mereka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi intinya ingin tetap melestarikan budaya tanah liat dengan cara apapun, genting itu bukan hanya untuk mengatapi rumah-rumah ataupun bangunan-bangunan. Kita coba cari kreasi baru untuk dijadikan alat musik atau dibikin karya," ujar Oman.
Sebelum bermusik, mereka sering tampil dalam acara Binaraga Jebor. Dari acara tersebut, enam pria ini memutuskan untuk menjadi musisi. "Mungkin awalnya dengan diadakan nya binaraga (Binaraga Jebor) terus kami nongkrong-nongkrong dan terngiang lah bahwa apa sih yang kami harus punya kreasi lain selain melihatkan otot, dan kami melihat bahwa bikinan kami bisa enggak nih dibikin alat musik. Dan kita mencoba bikin alat musik, dan jadilah genting-genting itu dijadikan alat musik dibikin bersama-sama," papar dia.
Selama bergelut dengan musik tanah liat, mereka berhasil membuat 6 lagu. Tong Kendor, Ternak Teri, Aya Rea, Panjang Umur Loba Nganggur, Indit dan Rampak Genteng adalah lagu yang mereka ciptakan. Adapun inspirasi lagu yang diciptakan pun tak jauh dengan gambaran kehidupan mereka sehari-hari.
"Dan sedikit keresahan kami, datang lah pabrik-pabrik juga, dan lagu Ternak Teri itu terinspirasi dari lingkungan kami, kan sekarang istri kami kalau dulu kerja bersama di pabrik genting, sekarang mah berpisah (kerja di pabrik). Itu dikatakan bahwa para suami sekarang punya pekerjaan baru yaitu mengantar anak, mengantar istri, itu isi lagu Ternak Teri sebenarnya," jelas dia.
The Talawengkar baru didirikan pada 2023 lalu. Grup musik ini mempunyai 6 personil. Oman sebagai vokalis, Dadang penabuh dangdang, Yana penabuh tambur, Asep penabuh teranika, Iif alto melodi dan Juhri mini alto.
Meski mereka saat ini fokus di bidang musik, namun perjalanan mereka menjadi musisi tidak mudah. Itu karena, mereka tidak mempunyai basic musik. "Tidak punya basic musik sedikitpun, nah datanglah A Ila sama Tedi, kalau itu dia musisi. Mereka dengan tidak lelahnya mengajar kami dengan sabarnya, ya jadi lah seperti ini. Nggak ada sedikitpun basic, pemusik juga tidak ada," ucap Omo.
Namun berkat kegigihannya, enam pria tersebut kini bisa bermain musik dengan syahdu. Bahkan The Talawengkar kini getol tampil diberbagai event. "Sebelum membikin alat musik, kami yang penting, yang berbentuk tanah liat kami pukul aja dengan asal-asalan lalu setelah kita refleks tangan kita coba bikin alat musik, kita coba cari ketukan, lama banget sampai bisa susah banget itu," ujarnya.
Guru musik The Talawengkar Tedi Nurmanto mengaku tidak kesulitan saat membimbing para personil agar bisa bermain musik. Pada dasarnya, kata Tedi, mereka mempunyai bakat untuk bermain musik.
"Menurut saya nggak terlalu rumit yah. Mereka juga bekerja terbiasa menggunakan bunyi. Kayak ngecek kualitas genting itu dengan bunyi kan, yang suaranya bagus berarti kualitas genting bagus, nah itu dari suara kan," ujar Tedi.
Di sisi lain, Tedi melihat The Talawengkar ini mempunyai peluang untuk membawa angin segar bagi musik di Tanah Air. Menurutnya, aksi pertunjukan para buruh pabrik genting ini merupakan sesuatu hal yang baru.
"Kalau kita melihat peluang ini karena menurut saya ini bisa menjadi sebuah pertunjukan yang baru buat penonton di Indonesia katakan lah, atau semisal di Majalengka atau Jatiwangi, ini sebuah pertunjukan baru," ucap dia.