Edwin menyampaikan, perlakuan diskriminasi itu, karena pasien BPJS dianggap tidak memberikan 'profit' untuk fasilitas pelayanan kesehatan. Padahal, kata dia, penyumbang pendapatan fasilitas pelayanan kesehatan terbesar datang dari pasien BPJS.
"Kalau (pasien) BPJS, dulu itu, terdiskriminasi karena dianggap rumah sakit tuh bayarnya murah, padahal nggak, meskipun tarifnya lebih murah dari pasien asuransi tapi jumlahnya kan banyak itu adalah 80-90 persen, pendapatan rumah sakit itu, ya dari BPJS," kata Edwin saat di Majalengka, Jumat (7/6/2024).
Dengan demikian, Edwin bertekad ingin menghapus perlakuan tersebut. Dia menginginkan pasien BPJS ataupun non-BPJS diperlakukan sama. Menurutnya, perlu adanya penerapan digitalisasi medis untuk mengikis fenomena tersebut.
"Transformasi mutu layanan adalah mudah, cepat dan setara, setara itu tidak diskriminasi. Kita membawa pasien BPJS ke rumah sakit, kan membayar ke rumah sakit. Itu paling besar porsinya dibandingkan asuransi yang lain ataupun umum. Makanya kita lindungi pasien BPJS itu dengan tadi agar tidak didiskriminasi, kalau dulu kan, dari BPJS ya? Nanti aja," jelas dia sembari menirukan perlakukan diskriminasi yang kerap dirasakan pasien BPJS.
Sementara itu, salah satu fasilitas pelayanan kesehatan yang dianggap telah mengikis diskriminasi adalah Klinik Jantung Hasna Medika Majalengka. Klinik tersebut kini telah menerapkan digitalisasi medis.
Oleh karena itu, BPJS Kesehatan RI mengapresiasi sekaligus memberikan penghargaan kepada klinik tersebut. Penghargaan bintang lima di bidang teknologi dan informasi dinobatkan untuk klinik yang berada di Kecamatan Kadipaten, Majalengka itu.
Klinik Jantung Hasna Medika Majalengka menjadi yang pertama di Indonesia meraih penghargaan itu. Penghargaan itu diberikan karena klinik tersebut sudah mengimplementasikan E-SEP, I-Care, E-Rekam Medik, E-Resep, Bridging Farmasi, dan antrian online Mobile JKN.
"Klinik ini menjadi yang pertama di Indonesia meraih penghargaan bintang lima dalam transformasi digital pelayanan pasien, khususnya bagi peserta BPJS Kesehatan," ujar dia.
Edwin mengatakan, klinik tersebut dalam menerapkan sistem digital dinilai bisa memberikan dampak positif. Pengimplementasian teknologi informasi yang diintegrasikan dengan sistem di BPJS Kesehatan dapat memudahkan para pasien BPJS.
"Kalau antrean online, kan, tidak terlihat mana pasien umum, dan mana pasien BPJS Kesehatan, sehingga tidak ada diskriminasi lagi, karena pelayanannya sama," pungkasnya.
Sementara Direktur Utama PT Hasna Medika Bakti Majalengka Gugun Iskandar mengaku bersyukur atas apresiasi tersebut. Pihaknya berjanji akan terus memberikan pelayanan maksimal dan tidak memandang golongan terhadap pasien.
"Jumlah pasien BPJS Kesehatan di Klinik Jantung Hasna Medika Majalengka mencapai 95 persen setiap bulannya, sehingga ini langkah konkret kami untuk menyediakan layanan kesehatan kepada masyarakat yang membutuhkan," kata Gugun Iskandar. (sud/sud)