Es serut gula jawa merupakan jajanan tradisional khas Cirebon. Jajanan inilah yang dijual Tabroni di depan pasar Jagasatru, Pekalipan, Kota Cirebon. Dengan menggunakan gerobak dorong berwarna hijau, lelaki berusia 55 tahun tersebut bercerita ia dulunya merupakan seorang kuli bangunan.
"Kuli bangunan di Jakarta, baru sekitar 7 tahunan lah jualan es serut gula Jawa," tutur Tabroni pada Kamis (23/5/2024).
Tabroni menuturkan ide berjualan es serut gula jawa berasal dari ayahnya yang lebih dulu berprofesi sebagai penjual es serut gula jawa khas Cirebon. "Dulu yang pertama kali jualan bapak, sekitar tahun 1970-an itu sudah jualan sejak muda masih pakai pikulan keliling. Nah setelah bapak sakit terus meninggal, saya yang meneruskan," tutur Tabroni.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Tabroni, es serut gula jawa dibuat dari bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan pengawet. Cara pembuatannya cukup sederhana; pertama, Tabroni akan membuat es serutnya terlebih dahulu, lalu ditambahkan gula merah, santan, cendol, dan juga tapai.
Satu gelas es serut gula jawa, Tabroni hargai Rp 4.000. Jika ingin ditambah tapai, cukup menambah uang Rp 1.000. Perpaduan gula merah, santan, dan cendol yang membeku, lalu dimasukkan dalam satu gelas, menciptakan sensasi rasa yang segar dan manis di mulut.
Meski dihargai cukup murah dan kondisi cuaca sedang panas, menurut Tabroni di zaman sekarang, sedikit orang yang membeli jajanan tradisional seperti es serut miliknya. "Sekarang mah sepi padahal cuaca panas, nggak kayak dulu, pembeli berkurang, udah jarang orang yang mau beli jajanan tradisional kayak gini," tutur Tabroni.
Selain itu, menurut Tabroni, di era sekarang banyak bermunculan berbagai macam varian es, yang menyebabkan es serut gula jawa yang menjadi jajanan tradisional semakin kurang diminati.
"Anak-anak sekarang, kalau ada yang tahu juga biasanya dibawa oleh bapak-ibunya yang doyan es serut, baru anaknya tahu doyan enak, terus datang sendiri. Sekarang kan tren-nya esnya yang ada sarinya gitu," tambah Tabroni.
Tabroni mengenang, di tahun 1990-an, masih banyak pedagang yang berjualan es serut di Pasar Jagasatru, tetapi sekarang hanya dirinya seorang yang masih bertahan.
"Kenceng-kencengnya es serut itu tahun 90-an atau di bawah tahun 2000-an lah. Itu ramai, es serut lagi maju-majunya banyak yang jualan, kan saya suka ke sini main sama bapak belajar es serut. Sekarang mah yang masih di sini cuma saya," tutur Tabroni.
Karena menggunakan bahan alami, menurut Tabroni, bahan pembuat es serut gula jawa seperti santan dan gula merah merupakan bahan yang mudah basi. Tak jarang, jika sedang sepi bahan-bahan tersebut dibuang karena sudah tidak layak konsumsi. "Gula merah kalau nggak habis 3-4 hari itu basi, jadi buat sedikit buatnya, takutnya lagi sepi terus masih ada, soalnya itu santan cepet basi," tutur Tabroni.
Selain bahan yang cepat basi, Tabroni menuturkan pengalaman duka lain yang dialami oleh dirinya, yakni ketika musim hujan. Tak jarang jika musim hujan, Tabroni memilih untuk tidak berjualan es serut.
"Kalau musim hujan berhenti total sampai 3 bulan, biasanya kita kalau musim hujan cari usaha lain, jika nggak cari ya kita makannya dari mana," tutur Tabroni. "Namanya juga pedagang, kalau lagi ramai ya rame. Tapi kalau lagi sepi penghasilan paling Rp 100.000-an per hari lah," tambah Tabroni.
Meski penghasilan sebagai penjual es serut gula jawa tidak menentu, bagi Tabroni, penghasilannya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya.
"Ya dicukup-cukupin aja, usia udah segini yang penting sehat sama keluarga bisa makan. Anak ada yang masih kecil kelas 1 SD, yang paling tua udah ada yang menikah," pungkas Tabroni.