Praktik pungutan liar (pungli) tentunya sangat meresahkan masyarakat, terutama di sejumlah objek wisata yang menjadi sorotan warganet akhir-akhir ini.
Begitu juga yang terjadi di salah satu objek wisata religi di wilayah Kabupaten Cirebon, tepatnya di kawasan Keramat Talun atau Makam Mbah Kuwu Sangkan yang berlokasi di Desa Cirebon Girang, Kecamatan Talun, Kabupaten Cirebon.
Lokasi wisata ini cukup banyak menarik perhatian para pecinta wisata ziarah, terutama pada malam Jumat di mana kunjungan ke lokasi bisa meningkat dua kali lipat dibandingkan hari-hari biasa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tidak sedikit pengunjung yang mengeluhkan mahalnya tiket parkir kendaraan, terutama kendaraan roda empat, saat berkunjung ke lokasi wisata religi ini.
Untuk mengetahui apakah ada praktik pungli di lokasi wisata ini, detikJabar mencoba datang langsung ke lokasi guna memastikan seluruhnya.
Saat meninjau dan memastikan dari keluhan beberapa pengunjung mengenai mahalnya tiket parkir roda empat di lokasi ini, benar saja, saat detikJabar melakukan peninjauan, kendaraan roda empat dikenakan tarif parkir sebesar Rp10.000, sedangkan motor dikenakan tarif sebesar Rp2.000.
Kepala Desa Cirebon Girang, Hafid, membenarkan mengenai tarif parkir yang dikenakan bagi wisatawan yang berkunjung ke wisata religi Makam Mbah Kuwu Sangkan.
"Ya memang benar mobil Rp10.000 kalau motor cukup Rp2.000 aja," tegasnya kepada detikJabar, belum lama ini.
Namun, ia menolak jika tarif yang dikenakan bagi kendaraan roda empat itu adalah sebuah praktik pungli. Pasalnya, tarif parkir tersebut sudah tercantum dalam Peraturan Desa (Perdes) yang merupakan aturan yang sudah disepakati warga.
"Kalau itu dibilang pungli jelas saya menolak, karena tarif parkir itu sudah tercantum dalam Perdes yang disepakati oleh masyarakat," jelasnya.
Ia juga mengaku pemberlakuan tarif parkir di lokasi wisata religi ini sudah cukup lama dan tidak pernah menerima keluhan dari wisatawan yang datang.
"Tarif parkir ini kan udah lama juga diterapkan di lokasi wisata itu, saya juga belum denger ada keluhan dari wisatawan yang berkunjung. Saya ulangi dan pastikan itu bukan pungli karena sudah tercantum dalam Perdes mengenai objek wisata Makam Mbah Kuwu Sangkan," paparnya.
Sementara itu di tempat terpisah, Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Cirebon Hilman Firmansyah mengakui bila sejauh ini belum dapat menyelesaikan praktik pungli di beberapa lahan parkir yang ada di sejumlah tempat wisata.
Hal itu dikarenakan tumpang tindihnya kewenangan mengenai retribusi dan pajak parkir yang ada di beberapa lokasi wisata.
"Jadi begini, saya rasa kesulitan dalam menentukan harga satuan parkir ini cukup rumit. Karena masih tumpang tindihnya kewenangan mengenai tarif parkir terutama di lokasi wisata," ucapnya.
Ia menjelaskan, pihaknya hanya dapat mengeluarkan izin dan menentukan objek pajak, namun tidak untuk menentukan tarif parkir yang ada di beberapa lokasi wisata, mulai dari wisata kuliner, wisata alam, wisata religi, dan wisata lainnya yang ada di Kabupaten Cirebon.
Terlebih lagi, ia menyoroti adanya beberapa desa yang menetapkan aturan tarif parkir sendiri. Hal ini jelas akan bertentangan dengan tarif parkir yang sudah tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda).
"Ada saja oknum-oknum di desa yang menarifkan parkir sampai 5.000 buat motor dan 10.000 buat mobil," katanya.
Ia juga mengetahui bahwa penentuan tarif parkir di beberapa lokasi wisata desa diatur dalam Perdes. Namun, hal ini akan bertentangan dengan tarif parkir yang tercantum dalam Perda.
"Masa Perdes lebih tinggi dari Perda, kan itu sudah salah kaprah. Seharusnya isi Perdes yang salah satunya mengatur soal tarif parkir mengikuti Perda," paparnya.
Minimnya penindakan dari praktik-praktik semacam ini karena terkendala minimnya sosialisasi Perda sampai tingkat desa.
"Saya kira sosialisasi dan aturan yang ada perlu ditertibkan dulu supaya tidak tumpang tindih," pungkasnya.