Sebagai daerah yang letaknya dekat dengan laut pantura, Cirebon memiliki kondisi iklim yang panas kala musim kemarau. Tak hanya dirasakan hari ini, menurut pegiat sejarah dan naskah kuno Farihin, kondisi iklim Cirebon yang panas sudah terjadi sejak lama.
"Karena kita pesisir jadi memang iklimnya panas," tutur Farihin belum lama ini.
Iklim panas Cirebon, juga menjadi masalah bagi orang Eropa yang tinggal di Cirebon yang notabene terbiasa hidup di suhu dingin. Apalagi, menurut Farihin kondisi orang Eropa dan Belanda zaman dulu, banyak yang tinggal di daerah dekat pesisir pantai. "Zaman dulu ya di sekitaran BAT itu tempatnya," kata Farihin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kondisi panasnya Cirebon, banyak diberitakan dalam berbagai macam surat kabar Hindia Belanda. Kala itu musim panas dianggap sebagai musim penyakit yang dibawa oleh angin kumbang, seperti yang diberitakan dalam koran Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie edisi (22/05/1911).
"Kemudian muson Timur sering kali mendatangkan 'angin kumbang' yang dahsyat, yang menyebabkan terjadinya apa yang disebut 'Usum Penyakit' (waktu sakit). Jika masih turun hujan, situasinya tidak akan terlalu buruk, namun kasus kolera dan demam yang berakibat fatal sering terjadi di sini sepanjang tahun ini," tulis koran Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie edisi 22 Mei 1911.
Mengenai angin kumbang sendiri, dijelaskan dalam koran Nederlands Indie pada 12 September 1935. Tertulis, angin kumbang merupakan angin yang berasal dari darat pegunungan yang berhembus menuju lereng dengan kecepatan tinggi. Biasanya terjadi pada saat musim kemarau di bulan Juli sampai akhir September.
Tertulis juga, asal usul nama angin kumbang yang berasal dari nama salah satu bukit yang ada di sebelah tenggara gunung Ciremai. Bagi tubuh manusia, angin kumbang dapat memberikan efek kulit kering, bibir pecah-pecah yang berlangsung selama berhari-hari. Di Jawa Timur, angin kumbang dikenal dengan angin gending.
"Deze wind is onaangenaam voor het lichaam, maakt de huid droog, veroor zaakt dikwijls, sooals in Holland bij vriezend weer, gesprongen lippen en blijft soms dagen achtereen aanhouden, ja ont- aardt wel eens in een orkaan, waardoor niet zelden boomen ontworteld worden. Den naam Koembang" ontleent deze wind nan een der zadelruggen van de zuidoostelijke uitloopers van het Tjeri- mai-gebergte, welke verder oostelijk de verbinding vormt met den Slamat op de grens tusschen Tegal en Banjoemas," tulis koran tersebut..
Efek yang ditimbulkan dari angin kumbang yang berhembus saat kemarau juga menjadi kekhawatiran orang Eropa, seperti yang ditulis dalam catatan dokter bedah bernama Isaac Douglas dalam koran Bataviaasch nieuwsblad edisi 20/09/1926.
"Mengenai sinar matahari, pengalaman menunjukkan bahwa dari jam sepuluh pagi sampai jam tiga siang, berbahaya bagi orang Eropa jika terkena panas teriknya. Menyebabkan sakit kepala, pusing, kegilaan dan kejang-kejang adalah akibat dari hal ini. Saya telah mengamati kejang-kejang ini lebih sering di Cirebon dibandingkan di tempat lain," tulis koran Bataviaasch nieuwsblad pada 20 September 1926.
Douglas menyebutkan, tentang efek yang ditimbulkan dari angin kumbang, yakni keringatnya seolah-olah terhapus dari badanya, kulit menjadi kering dan bersisik, mulut lidah dan hidung menjadi kering di dalam, bibir pecah-pecah dan tubuh merasakan panas dan bercahaya seperti demam. Ia juga mengatakan, angin kumbang menyebabkan sesak nafas, sakit kepala dan pilek.
"De bekende angin koembang" die van Juni tot September over Midden-Java wanit, wordt ook vermeld als uiterst onaangenaam; de mensch in dezen wind komende, wordt het zweet als van 't lichaam geveegd; de uit wasseming is een oogenblik belet, de huid wordt droog en schubachtig; de mond, tong en de neus van binnen worden droog, de lippen bersten en men ontwaardt een hitte en gloed in 't lichaam alsof men deor een heete koors was aangetast". Het is aan deze wind toe te schrijven, zegt Douglas, dat lieden, welke eenige jaren hun verblijf op Cheribon gehouden hebben, meest alle aamborstig zijn," tulis koran Bataviaasch nieuwsblad.
Dalam jurnal Akulturasi dalam Turisme di Hindia Belanda karya R Achmad Sunjayadi disebutkan, untuk mengatasi iklim panas tropis yang ada di Hindia Belanda. Orang Eropa melakukan istirahat tidur siang dari jam 2 sampai jam 4. Kebiasaan ini bertujuan untuk menghindari paparan udara panas matahari.
Bangun tidur, mereka akan mandi untuk menyegarkan diri, menurut mereka, udara panas telah membuat tubuh cepat mengeluarkan keringat. Padahal di negara asalnya yang memiliki 4 musim, mereka jarang untuk melakukan mandi. Tetapi di negeri tropis, kebiasaan mandi menjadi kegiatan yang harus dilakukan.
Selain berbahaya bagi kesehatan, angin kumbang juga menyebabkan meluasnya kebakaran hutan di Gunung Ciremai. Tertulis dalam koran Het nieuws van den dag voor Nederlansch-Indie edisi (16/11/1905). Pada pagi hari 31 Oktober 1905, penduduk Cirebon melaporkan bahwa terjadi kebakaran di Gunung Ciremai di distrik Mandirancan divisi Cirebon. Kebakaran disebarkan oleh angin tenggara atau kumbang yang ganas.
Kebakaran menyebar dengan sangat cepat ke distrik tetangga Baber, yang berasal dari divisi yang sama. Hanya semak belukar, pohon pendek dan alang-alang yang musnah dilalap api. Pohon tinggi masih ada, hanya daunnya saja yang terbakar atau hangus. Meski bantuan cepat datang dari semua pihak, tetapi api tidak dapat dikendalikan. Kebakaran baru padam satu setengah hari kemudian.
"De Resident van Cheribon deelt mede, dat in den ochtend van den 31sten October jl., op den „Tjikremai", in het district Mandiran- tjan van de afdeeling Cheribon, brand is ont- staan, die, aangewakkerd door den fellen Zuid- Oost passaatwind (koembang), zich zeer snel verspreidde tot het aangrenzende district Beber, van dezelfde afdeeling.Alleen kreupelhout, laag geboomte en alang-alang werden door den brand vernield.
De hooge boomen bleven gespaard, slechts de bladeren zijn afgebrand of gezengd," tulis koran Het nieuws van den dag voor Nederlansch-Indie edisi (16/11/1905).
Angin kumbang juga menyebabkan api menyebar sangat cepat ketika kebakaran di daerah Pekalangan Cirebon. Diperkirakan ada 100 rumah yang terbakar dan beberapa anak kecil yang tewas akibat kebakaran tersebut. Kebakaran bermula dari dapur rumah, lalu menyebar dengan cepat akibat angin kumbang, seperti yang dikabarkan koran Bataviaasch nieuwsblad edisi 16/071937.
Tidak hanya menyebabkan masalah kesehatan dan kebakaran. Angin Kumbang yang berhembus saat cuaca panas kurang menguntungkan bagi tanaman, yang menyebabkan banyak tanah mengering dan pecah-pecah, seperti yang tertulis dalam koran Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie edisi 21/01/1933.
"Cireibon melaporkan, Cuaca sepanjang tahun ini kering, hanya curah hujan yang tidak merata dan tidak teratur. Sinar matahari cukup banyak, sedangkan angin kumbang berhembus selama beberapa hari. Hal ini kurang menguntungkan bagi penanaman, yang secara lokal tercermin dalam penurunan warna daun," tulis koran Nederlansch-Indie edisi (21/01/1933).
Dalam koran lain dikabarkan, untuk mengatasinya, petani memberikan banyak air yang lebih banyak kepada tanaman ketika terjadi angin kumbang. Hal ini bertujuan agar hasil panen yang didapatkan masih memuaskan.
(mso/mso)